Senin, 04 April 2011

Nasehat untuk para pendidik

oleh Abu Abdurrahman pada 04 Desember 2009 jam 0:39
كلمة توجيهية للمدرسين


الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على نبينا محمد، وعلى آله وصحبه أجمعين، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدا عبده ورسوله، وبعد:

Inilah sebahagian washiyat yang saya washiyatkan pada diri saya dan kepada saudara saya dari kalangan para pendidik, dan saya meminta kepada Allah semoga kita bisa mengambil manfa`at dengannya.

Pertama : Mengikhlashkan niat karena Allah Ta`ala dalam mendidik anak anak didik mereka dan saudara saudara mereka dari kalangan penuntut `ilmu, dan mendidik mereka sesuai dengan apa yang diredhoi oleh Rabb mereka Jalla wa `Alaa, kemudian sabar dan mengharapkan ganjaran atas `amalan demikian dari Allah Subhaana wa Ta`ala, semata mata mengharapkan pahala dariNya, berkata sebahagian ahli `ilmu : “al Ikhlash ialah jangan kamu mencari atas `amalan engkau saksi selain Allah Ta`ala, tidak juga pemberi ganjaran selainNya, dan inilah sebenarnya haqiqat dari ad Din, serta miftah (kunci) da`wah para Rusul `Alaihimus Sholaatu was Sallaam, berfirman Allah Jalla Jalaaluhu :

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ (٥)

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Dan Allah Ta`ala berkata :

قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٦١)قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (١٦٣)

161. Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah Termasuk orang-orang musyrik”.

162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

163. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. Al An`am (161-163).

Keikhlashan adalah merupakan syarat untuk diterimanya `amalan, sesungguhnya satu `amalan tidak akan diterima oleh Allah Ta`ala kecuali dengan dua syarat :

Pertama : Hendaklah `amalan tersebut zhohirnya cocok dengan apa yang disyari`atkan Allah Ta`ala dalam kitabNya, atau dijelaskan oleh RasulNya Shollallahu `alaihi wa Sallam, telah meriwayatkan al Bukhaari dan Muslim dishohih mereka berdua, hadist dari jalan `Aaisyah radhiallahu `anha, bahwa an Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

“من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد”.

“Barang siapa yang mengada ada (mengadakan satu bid`ah) dalam perintah Kami ini yang bukan bagian darinya maka dia tertolak”.[1]

Kedua : Hendaklah `amalan tersebut ikhlash semata mata liwajihillahi Ta`ala, al Imam al Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan satu hadist dari jalan `Umar bin al Khotthab radhiallahu `anhu bahwa an Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

“إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى”.

“Sesungguh seluruh `amalan tergantung dengan niat, dan sesungguhnya setiap manusia apa yang dia niatkan”.[2]

Berkata al Fudheil bin `Iyaadh : “`Amalan yang paling baik ialah `amalan yang paling ikhlash dan paling benar, kemudian beliau melanjutkan perkataannya; sesungguhnya satu `amalan apabila ikhlash dilakukan tapi tidak benar (tidak cocok dengan tuntunan Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam) tidak akan diterima oleh Allah Jalla Jalaaluhu, dan apabila benar tetapi tidak ikhlash tidak juga diterima, sampai `amalan itu betul betul ikhlash dan benar, al khoolish semata mata karena Allah, dan ash showab betul betul cocok di atas as Sunnah”.[3]

Diantara dalil dalil yang besar menunjukan tentang ikhash dimana seorang hamba mengamalkan satu `amalan yang sholih, kemudian dia tidak peduli dengan pantauan manusia atasnya, bahkan kalau dinisbahkan kepada selainnya akan mengembirakan dia demikian itu dikarenakan ilmunya bahwasanya dia dipelihara disisi Allah Ta`ala.

Dan dikatakan kepada Sahl at Tustariy : “Apa sesuatu yang sangat berat atas jiwa? Kata beliau : “al Ikhlash; karena tidak ada bagi jiwa tersebut bahagian- artinya dari bentuk keduniaan”.-

Kedua : Bertaqwa kepada Allah Ta`ala, dan selalu merasa diawasi olehNya baik ketika tidak nampak dan tidak nampak, sesungguhnya taqwa kepada Allah `Azza wa Jalla merupakan washiyat untuk orang orang terdahulu dan sekarang, Allah Ta`ala berfirman :

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَكَانَ اللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا (١٣١)

131. dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi, dan sungguh Kami telah bertakwalah kepada Allah. tetapi jika kamu kafir Maka (ketahuilah), Sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah[360] dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. An Nisaa` (131).

[360] Maksudnya: kekafiran kamu itu tidak akan mendatangkan kemudharatan sedikitpun kepada Allah, karena Allah tidak berkehendak kepadamu.

Adalah an Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam kebanyakan washiyatnya untuk para shohabat adalah ketaqwaan kepada Allah Ta`ala, dalam hadist al `Irbaadh ibnu Saariyah bahwa an Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

“أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة”.

“Saya washiyatkan pada kalian untuk bertaqwa kepada Allah, mendengarkan dan mentho`ati para pemimpin”.[4]

Berkata al Imam Tholq bin Habiib rahimahullahu Ta`ala : “Yang dikatakan at taqwa ialah kamu ber`amal untuk mentho`ati Allah dibawah bimbingan cahaya dari Allah, dan kamu mengharapkan ganjaran dari Allah, lalu kamu meninggalkan ma`shiyat kepada Allah takut akan `adzabNya Jalla Sya`nuhu”.[5]

[1] Al Bukhaariy (2697), Muslim (1718).

[2] Al Bukhaariy (1), Muslim (1718).

[3] “Madaarijus Saalikin”, (2/93), oleh al Imam Ibnu Qaiyyim al Jauziyyah.

[4] “Sunan Abi Daawud” (4607).

[5] “Siyaru A`laamin Nubalaa`”

كلمة توجيهية للمدرسين

Berhati hatilah dari seluruh ma`shiyat besar atau kecil, sesungguhnya Allah Ta`ala telah menjanjikan atas siapapun yang menjauhi dosa dosa besar akan menghapus dosa dosa kecilnya, dan akan memasukannya kedalam jannahNya, Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلا كَرِيمًا (٣١)

31. jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). An Nisaa` (31).

Artinya banyaknya kebajikan dan keberkatan, berhati hati dari dosa dosa kecil, al Imam al Bukhari telah meriwayatkan dalam shohihnya hadist dari Anas bin Maalik radhiallahu `anhu berkata beliau :

“إنكم لتعملون أعمالا هي أدق في أعينكم من الشعر، إن كنا لنعدها على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم من الموبقات”.

“Sesungguhnya kalian telah mengamalkan `amalan `amalan yang dimata kalian lebih halus dari rambut, sesungguh kami mengkategorikan di zaman Rasulullahi Shollallahu `alaihi wa Sallam sebagai al muubiqaat (yang membinasakan)”.[1]

Berkata abu `Abdillah : yang dimaksud demikian ialah al Muhlikaat (yang membinasakan).

Berkata al Imam al Auza`iy : “Jangan kamu melihat kepada kecilnya ma`shiyat, akan tetapi lihatlah kepada Besarnya siapa yang kamu durhakai”.

Ketiga : Qudwah yang baik, sudah sesuatu yang dima`lumi bahwa seorang penuntut `ilmu akan terpengaruh dengan gurunya, dia akan senang untuk taqlid pada gurunya dan berqudwah dengannya, maka diwajibkan atas para pendidik dan pengajar jangan sampai perkataannya menyelisihi perbuatannya, Allah Ta`ala berkata :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ (٢)كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (٣)

2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. As shof (2-3).

Dan Allah Jalla Sya`nuhu berfirman tentang NabiNya Syu`eib `Alaihis Sholaatu was Sallaam :

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (٨٨)

88. Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Rabbku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. Huud (88).

kamu melarang dari akhlaq yang jelek, lalu kamu mendatangi semisalnya, `aib yang besar atas engkau bila kamu mengerjakannya.

Berkata penya`ir :

لا تنه عن خلق وتأتي مثله عار عليك إذا فعلت عظيم

Berkata Allah Ta`ala :

وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا (٥٣)

53. dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Al Israa` (53).

Allah Ta`ala berkata :

وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (٣٤)

34. dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Fusshilat (34).

Al Imam at Tirmidziy telah meriwayatkan dalam sunannya hadist dari jalan Abid Darda` bahwa an Nabiy Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :

“ما شيء أثقل في ميزان المؤمن يوم القيامة من خلق حسن وإن الله ليبغض الفاحش البذيء”.

“Tidak ada sedikitpun yang lebih berat ditimbangan seorang mu`min pada hari kiamat nanti dari akhlaq yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berkata keji dan jelek”.[2]

Akhlaq yang baik mencakup sisi sisi yang sangat banyak dari kehidupan seorang muslim dalam ucapannya dan `amalannya; dalam `ibadahnya kepada Rabbnya, mu`aamalahnya sesama hamba Allah, berkata `Abdullah bin al Mubaarak : “Akhlaq yang baik ialah wajah yang berseri, menyebarkan kebajikan, menahan gangguan, dan hendaklah kamu memberikan `udzur kepada manusia”.

Saya washiyatkan kepada pengajar hendaklah berakhlaq yang baik dengan sahabat sahabatnya, dengan para muridnya, bahkan dengan wali wali muridnya, dan hendaklah berlemah lembut dalam bermu`amalah dengan mereka.

Al Imam Muslim telah meriwayatkan satu hadist dalam shohihnya dari jalan `Aaisyah radhiallahu `anha bahwa an Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

“إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه، ولا ينزع من شيء إلا شانه”.

“Tidak terdapat kelembutan pada sesuatu kecuali menghiasinya, dan tidak dicabut kelembutan dari sesuatu kecuali merusaknya”.[3]

Dan sesungguhnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling terbaik akhlaqnya, maka barang siapa yang ingin sampai kepada akhlaq yang mulia, hendaklah dia ber uswah dengan Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam, telah meriwayatkan at Tirmidziy dalam sunannya hadist dari jalan Anas bin Malik radhiallahu `anhu berkata :

“خدمت النبي عشر سنين، فما قال لي أف قط، وما قال لشيء صنعته: لم صنعته؟ولا لشيء تركته: لم تركته؟”.

“Saya menjadi pembantu Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam sepuluh tahun, sama sekali beliau tidak pernah berkata uffin pada saya, dan tidak pernah berkata terhadap sesuatu yang saya perbuat: kenapa kamu kerjakan itu?, dan juga terhadap sesuatu yang saya tinggalkan: kenapa kamu tinggalkan?”.[4]

Kelima : Hendaklah seorang guru bersemangat dalam mendidik anak didiknya dengan tarbiyatan shoolihah, dia ajarkan pada mereka tentang perkara perkara Islam dan Iman, lalu dia tanamkan rasa kecintaan pada Allah dan pengagunganNya pada hati hati mereka, demikian juga kecintaan kepada Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, kemudian dia jelaskan pada mereka wajibnya mengikuti beliau Shollallahu `alaihi wa Sallam, ber`amal dengan Sunnahnya `alaihis Sholaatu was Salaam, berqudwa dengannya Shollallahu `alaihi wa Sallam, lalu diajarkan pada mereka adab adab yang baik, dan akhlaq yang mulia, seperti adab adab masjid, majlis, menghormati guru dan orang yang lebih tua, juga adab dengan teman teman dan sahabat, dan biasakan kepada mereka bertutur kata yang baik, dan wanti wanti mereka dari perkataan yang jelek, dan selain dari yang demikian dari adab adab yang indah serta sifat sifat yang mulia.

الحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.

Diterjemahkan oleh al Ustadz Abul Mundzir/Dzul Akmal Lc, dari kitab: “ad Durarul Muntaqoot minal Kalimaatil Mulqoot Duruus Yaumiyyah”, halaman 645-649, oleh ad Doktor Amin bin `Abdillah as Syaqaawiy.

Rimbo Panjang, komplek Ponpes Ta`zhiimus Sunnah as Salafiyah, Sabtu malam Ahad bertepatan dengan 25 Sya`ban 1430 H/15 Agustus 2009 M.

[1] Al Bukhaariy (6492).

[2] At Tirmidziy (2002), dan berkata dia : hadist hasan shohih.

[3] Muslim (2593).

[4] At Tirmidziy (2015) asal hadist ini dishohih al Bukhaariy dan Muslim.

Tidak ada komentar: