Rabu, 23 Maret 2011

Menyelesihi Sunnah Menuai Ancaman

oleh Abu Abdurrahman pada 03 Januari 2010 jam 23:34
Penulis : Al Ustadz Qomar Suaidi, Lc

Allah mengancam dengan keras orang-orang yang berani membantah ajaran Nabi-Nya. Tidak saja diancam dengan adzab akhirat, namun banyak yang disegerakan hukumannya di dunia.

Salah seorang murid Imam Ahmad bernama Abu Thalib mengatakan: “Saya mendengar Imam Ahmad ditanya tentang sebuah kaum yang meninggalkan hadits dan cenderung kepada pendapat Sufyan (salah seorang ulama kala itu).” Maka Imam Ahmad berkata: “Saya meresa heran terhadap sebuah kaum yang tahu hadits dan tahu sanad hadits serta keshahihannya lalu meninggalkannya, lantas pergi kepada pendapat Sufyan dan yang lainnya padahal Allah berfirman: “Maka hendaklah berhati-hati orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya untuk tertimpa fitnah atau tertimpa adzab yang pedih.” (An-Nur: 63). Tahukah kalian apa arti fitnah? Fitnah adalah kufur. Allah berfirman . “Dan fitnah itu lebih besar daripada pembunuhan.” (Fathul Majid: 466)

Ayat yang dibacakan oleh Imam Ahmad tersebut benar-benar merupakan ancaman keras bagi orang-orang yang menyelisihi Sunnah Nabi. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini katanya: “Hendaklah takut siapa saja yang menyelisihi syariat Rasul secara lahir maupun bathin untuk tertimpa fitnah dalam hatinya baik berupa kekafiran, kemunafikan atau bid’ah atau tertimpa adzab yang pedih di dunia dengan dihukum mati atau dihukum had atau dipenjara atau sejenisnya.” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/319)

Allah juga berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian keraskan suara kalian di atas suara Nabi dan jangan kalian bersuara keras terhadap Nabi sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian kepada sebagian yang lain supaya tidak gugur amal kalian sedangkan kalian tidak menyadarinya.” (Al Hujurat: 2)

Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini katanya: “Allah memperingatkan kaum mukminin dari gugurnya amal-amal mereka dengan sebab mereka mengeraskan suara kepada Rasul sebagaimana kerasnya suara mereka kepada sebagian yang lain. Padahal amalan ini bukan merupakan kemurtadan bahkan sekedar maksiat, akan tetapi ia dapat menggugurkan amalan dan pelakunya tidak menyadari. Lalu bagaimana dengan yang mendahulukan ucapan, petunjuk, dan jalan seseorang di atas ucapan, petunjuk dan jalan Nabi?! Bukankah yang demikian telah menggugurkan amalannya sedang dia tidak merasa?” (Kitabush Shalah, 65, Al Wabilush Shayyib, 24 dan Ta’dhimus Sunnah, 22-23).

Dalam hadits yang lalu Nabi menyebutkan:
“Barangsiapa yang membenci Sunnahku,dia bukan dari golonganku.” (Shahih, HR Muslim).

Maksud bukan dari golonganku artinya dia termasuk orang kafir jika ia berpaling dari Sunnah Nabi, tidak meyakini Sunnah itu sesuai dengan nyatanya. Tapi jika ia meninggalkannya karena menggampangkannya maka ia tidak di atas tuntunan Nabi. (Lihat Syarh Shahih Muslim, Al Imam An Nawawi: 9/179 dan Nashihati Linnisa’ hal. 37)

Ancaman-ancaman tersebut cukup menakutkan tapi ada yang tak kalah menakutkan yaitu bahwa orang yang menentang Sunnah Nabi terkadang Allah percepat hukumannya semasa mereka di dunia sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa riwayat, di antaranya:

“Dari Abdulah bin Abbas, dari Nabi bahwa beliau bersabda: ‘Jangan kalian datang kepada istri kalian (dari safar) di malam hari.’ Kemudian di suatu saat Nabi datang dari safar maka tiba-tiba dua orang pergi mendatangi istri mereka (di malam hari) maka keduanya mendapati istri mereka sudah bersama laki-laki lain. (Sunan Ad Darimi, 1/118)

Didapatinya istri mereka bersama laki-laki lain adalah hukuman bagi mereka dimana mereka melanggar larangan Nabi untuk mendatangi istri mereka di malam hari sepulangnya dari safar, kecuali jika sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu memberi tahu bahwa mereka akan datang di malam itu maka yang demikian diperbolehkan sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/240, 242)

Salamah bin Al Akwa’ berkata: “Bahwa seseorang makan dengan tangan kiri di hadapan Rasulullah maka Rasulullah menegurnya: ‘Makanlah dengan tangan kananmu.’ Ia menjawab: ‘Saya tidak bisa.’ Maka Nabi katakan: ‘Semoga kamu tidak bisa. Tidaklah menghalangi dia kecuali sombong.’ Akhirnya ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulutnya.” (Shahih, HR Muslim).

Abdurrahman bin Harmalah mengisahkan, seseorang datang kepada Said bin Al Musayyib megucapkan salam perpisahan untuk haji atau umrah, lalu Said mengatakan kepadanya: “Jangan kamu pergi hingga kamu shalat dulu karena Rasulullah bersabda: ‘Tidaklah ada yang keluar dari masjid setelah adzan kecuali seorang munafik, kecuali seorang yang terdorong keluar karena kebutuhannya dan ingin kembali ke masjid.’ Kemudian orang itu menjawab: “Sesungguhnya teman-temanku berada di Harrah,” lalu keluarlah dia dari masjid, maka Said terus terbayang-bayang mengingatnya sampai beliau dikhabari bahwa orang tersebut jatuh dari kendaraannya dan patah pahanya. (Sunan Ad Darimi 1/119, Ta’dhimus Sunnah hal. 31, Miftahul Jannah hal.134)

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail At Taimi mengatakan, dirinya membaca pada sebagian kisah-kisah bahwa sebagian ahlul bid’ah ketika mendengar sabda Nabi:
“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka janganlah ia celupkan tangannya ke bejana sebelum mencucinya terlebih dahulu karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya barmalam.” (Shahih, HR Al Bukhari dan Muslim)

Maka ahlul bid’ah tersebut mengatakan dengan nada mengejek: “Saya tahu di mana tanganku bermalam, tanganku bermalam di kasur.” Lalu paginya dia bangun dari tidurnya dalam keadaan tangannya sudah masuk ke dalam duburnya sampai ke lengannya.

At Taimy lalu berkata: “Maka berhati-hatilah seseorang untuk menganggap remeh Sunnah dan sesuatu yang bersifat mengikut perintah agama. Lihatlah bagaimana akibat jeleknya menyampaikan kepadanya.”

Al Qadhi Abu Tayyib menceritakan kejadian yang ia alami, katanya: “Kami berada di sebuah majlis kajian di masjid Al Manshur. Datanglah seorang pemuda dari daerah Khurasan, ia bertanya tentang masalah musharat lalu dia minta dalilnya sehingga disebutkan dalilnya dari hadits Abu Hurairah yang menjelaskan masalah itu. Dia -orang itu bermadzhab Hanafi – mengatakan: ‘Abu Hurairah tidak bisa diterima haditsnya…’ Maka belum sampai ia tuntaskan ucapannya tiba-tiba jatuh seekor ular besar dari atap masjid sehingga orang-orang loncat karenanya dan pemuda itu lari darinya. Ular itupun terus mengikutinya. Ada orang mengatakan: ‘Taubatlah engkau! Taubatlah engkau!’ Kemudian dia mengatakan ‘Saya bertaubat.’ Maka pergilah ular itu dan tidak terlihat lagi bekasnya.” Adz Dzahabi berkata bahwa sanad kisah ini adalah para imam.

Itulah beberapa kejadian nyata -insya Allah- dan bukan cerita fiktif yang diada-adakan, tetapi cerita-cerita yang diriwayatkan dengan sanad. Tentu yang demikian menjadi pelajaran buat kita karena bukan hal yang mustahil kejadian di atas terjadi di masa kita sebagaimana terjadi di masa dulu manakala ada seseorang yang menghina Sunnah Nabi. Ancaman ini telah ditetapkan di dalam Al Qur’an sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang mencelamu, dialah yang terputus.” (Al Kautsar: 3)
Yakni terputus dari segala kebaikan (Taisir Al Karimirrahman: 935)

Ibnu Katsir menjelaskan: “yang mencelamu artinya yang membencimu wahai Muhammad, dan yang membenci apa yang engkau bawa dari petunjuk dan kebenaran serta bukti yang nyata. Dan yang terang dialah yang akan terputus, yang hina, dan tidak akan dikenang namanya (dengan baik).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang mencelamu adalah musuh-musuhmu. Dan ini mencakup siapa saja yang memiliki sifat itu baik yang disebut atau yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/598)

Jadi apa yang telah Allah ancamkan sangat mungkin terjadi pada individu atau kelompok pada masyarakat kita jika Allah tidak memberi rahmat-Nya. Bahkan bagi seseorang yang mengagungkan Sunnah-Sunnah Nabi lalu ia perhatikan perilaku manusia dalam mensikapinya dengan sikap negatif, dia akan mendapatkan kebenaran firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas di mana ia akan melihat tidak sedikit dari orang-orang yang tertimpa musibah lantaran menghina Sunnah Nabi.

Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=84

Arahan Seputar Mendidik Anak Perempuan

oleh Abu Abdurrahman pada 03 Januari 2010 jam 23:42
Oleh: Syaikh Dr Ali Bin Yahya Al Haddaadiy

Segala puji hanya bagi Allah. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada hamba dan utusan-Nya Muhammad, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du:

Para pembaca sekalian,

Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali dia akan dibangkitkan oleh Tuhannya setelah mati. Dan ia akan ditanya serta dihisab tentang segala apa yang telah ia kerjakan di dunia ini. Dan salah satu hal yang akan ditanyakan kepada seorang hamba adalah bagaimana ia memelihara dan mendidik istri dan anaknya. Berkenaan dengan ini, Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam bersabda: “Seorang laki-laki itu adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya. Dan seorang perempuan itu adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya” (al hadits).

Pembicaraan tentang pendidikan itu akan memiliki sedemikian banyak cabang. Namun di sini saya hanya akan membatasi diri pada hal yang berkaitan dengan pendidikan anak-anak putri secara khusus. Karena pentingnya kedudukan mereka, dan besarnya pengaruh mereka dalam moral dan perilaku masyarakat. Sesungguhnya kalau seorang putri itu tumbuh besar, ia akan menjadi seorang istri, atau ibu atau guru atau peran-peran kehidupan lainnya yang akan ia nanti. Maka apabila ia baik, baik pula sedemikian banyak hal. Namun kalau ia rusak, rusak pula sedemikian banyak hal. Poin inti pembahasan singkat ini adalah sebagai berikut:

Keutamaan anak-anak perempuan dan penghapusan sikap penghinaan yang jahiliy

Kalau kita amati kitab Allah, kita dapati bahwa Allah mencela sedemikian keras orang-orang jahiliyah terdahulu. Yaitu ketika salah seorang dari mereka diberikan kabar gembira bahwa telah lahir untuknya seorang anak perempuan, ia menjadi merasa sedemikian tidak suka. Wajahnya menghitam dan hatinya begitu memendam amarah. Lalu ia menjadi malu terhadap kaumnya sehingga ia menutup diri dari mereka. Kemudian ia mulai membisiki dirinya sendiri, apakah akan ia kubur putrinya itu hidup-hidup ataukah ia biarkan saja dengan keadaan hina. Allah mencela mereka sedemikian keras atas perbuatan tersebut. Dan perasaan-perasaan jahiliyyah seperti ini masih saja ada pada hati sebagian laki-laki apalagi kalau istrinya telah banyak melahirkan anak perempuan, sedangkan seorang istri itu hanyalah seperti hamparan tanah yang menumbuhkan benih yang disebarkan oleh penanam. Bahkan kadangkala ada yang sampai menceraikan istrinya setelah persalinan, kita berlindung kepada Allah dari kebodohan dan kepandiran.

Pada masa jahiliyah dulu, perempuan tidak dianggap apa-apa. Sampai-sampai seorang ayah bisa mengubur putrinya hidup-hidup sedang ia sendiri memelihara anjingnya dan memberi makan ternaknya. Maka Allah menghapuskan cara pandang yang merendahkan ini dan meninggikan kedudukan perempuan serta menempatkannya pada posisinya yang alami dan sesuai dengan mewajibkan laki-laki untuk memenuhi hak-hak perempuan dan mewajibkan perempuan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban mereka. Oleh karenanya Allah mengarahkan perkataan-Nya kepada perempuan sebagaimana Ia mengarahkan perkataan-Nya kepada laki-laki, baik untuk memberikan perintah atau larangan. Dan Allah mengkhususkan perempuan dengan hukum-hukum yang sesuai dengan mereka dan cocok dengan fitrah mereka.

Sesungguhnya melahirkan itu adalah perkara yang telah Allah takdirkan. Yaitu perkara yang hanya ada di tangan Allah. Ia memberi anak perempuan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan memberi anak laki-laki kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Atau Ia memberi anak laki-laki dan perempuan sekaligus untuk sebagian orang yang lain. Dan Ia menguji sebagian yang lain dengan kemandulan. Allah berfirman:

يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاءُ الذُّكُورَ . أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَن يَشَاءُ عَقِيمًا

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Q.S.42:49-50)

Perhatikanlah bagaimana Allah mendahulukan penyebutan anak-anak perempuan dan mengakhirkan penyebutan anak-anak lelaki, sebagai sanggahan atas mereka yang menghinakan kedudukan anak-anak perempuan dan memandang rendah derajat mereka serta tidak menganggap mereka apa-apa.

Oleh karena itu bersikap ridholah dengan apa yang telah Allah bagikan untukmu. Karena sesungguhnya engkau tidak tahu di mana kebaikan itu?! Berapa banyak para ayah yang sedemikian senang saat diberikan kabar gembira dengan datangnya seorang anak laki-laki, tapi kemudian anaknya itu menjadi musibah besar baginya dan menjadi sebab kesulitan hidup dan panjangnya rasa duka dan sedihnya. Dan berapa banyak para ayah yang kecewa saat diberikan kabar gembira tentang kedatangan seorang anak perempuan, sedang ia menanti-nanti anak laki-laki, namun kemudian anak perempuannya itu menjadi anak yang mengurusnya dengan tangan yang penuh kelembutan dan hati yang penuh kasih sayang serta menjadi orang yang menolongnya di masa-masa sulit.

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa hakikat penyejuk mata bukanlah pada keadaan anak yang dilahirkan itu adalah laki-lakia atau perempuan. Akan tetapi penyejuk mata sesungguhnya adalah apabila anak tersebut menjadi keturunan yang sholih dan baik, baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Allah berfirman ketika menyifati para ‘Ibaadurrohman (hamba-hamba Allah Yang Maha Rahman):

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“..anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S.25:74)

# Berbuat baik kepada anak-anak perempuan, bentuk dan caranya #

Saudaraku sesama muslim,

Kalau Allah mengaruniakanmu seorang anak perempuan, maka baik-baiklah dalam mendidiknya, menafkahinya dan memperlakukannya dengan mengharap balasan dari Allah untuk itu semua. Tidakkah engkau tahu ganjaran apa yang akan engkau dapatkan dari Allah kalau engkau melakukan semua itu? Kalau engkau lakukan semua itu, maka engkau akan bersama Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam di akhirat.

Di dalam hadis, Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam bersabda: “Barangsiapa yang menafkahi dua orang anak perempuan sampai keduanya baligh, ia akan datang pada hari kiamat, dengan keadaan aku dan dia (lalu beliau menghimpun jari jemari beliau). Diriwayatkan oleh Muslim.

Dan Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam bersabda: “Barangsiapa yang diberikan ujian dengan sesuatu melalui anak-anak perempuan ini, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik, maka mereka akan menjadi penghalang untuknya dari api neraka”. Muttafaqun ‘alayhi.

Dan perlakuan baik kepada mereka itu dengan banyak hal. Di antaranya:

* Baik dalam memilih ibu untuk mereka. Ini adalah bentuk pertama perlakuan baik terhadap anak-anak. Karena baiknya itu merupakan salah satu sebab baiknya anak-anak -insya Allah. Berapa banyak anak-anak yang Allah jaga dengan kebaikan orangtua mereka.

* Baik dalam memilihkan nama untuk mereka. Karena nama itu mempunyai pengaruh terhadap penyandangnya. Dan nama itu bermacam-macam. Ada yang mustahab, ada yang boleh, ada yang makruh dan ada yang diharamkan. Kebanyakan orang sekarang, hanya mau mencari nama yang baru (tidak umum -pent) tanpa melihat kandungan makna dan hukumnya.
Berapa banyak anak perempuan yang menyandang nama yang bermakna buruk?! Berapa banyak anak perempuan yang menyandang nama ‘ajam (non-arab) padahal dia keturunan orang arab dan hidup di lingkungan arab!?

* Mencukupi kebutuhan tubuhnya: makanan, pakaian dan obat. Mencari usaha untuk tujuan ini adalah salah satu sebab masuk surga. Pernah ada seorang perempuan yang masuk menemui Aisyah rodhiyallaahu’anhaa bersama dua putrinya. Perempuan itu fakir dan sudah tak bersuami. Aisyah berkata: “Ia meminta makanan kepadaku. Maka yang ada padaku hanyalah sebutir kurma. Ia pun mengambilnya dan membaginya untuk dua putrinya sedang ia tidak makan apa-apa. Kemudian ia berdiri dan keluar bersama dua putrinya. Datanglah Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam dan aku ceritakan kepada beliau kejadian tersebut. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah telah memastikan untuknya surga dengan perbuatannya itu, dan membebaskannya dari api neraka”. Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

* Memuliakan mereka, bersikap lembut dan sayang kepada mereka.
Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam itu, kalau Fatimah masuk menemui beliau, beliau berkata: “Selamat datang putriku”. Suatu hari beliau sholat bersama orang banyak sambil menggendong Umamah cucu beliau dari Zainab. Maka kalau beliau ruku’, Umamah diletakkan. Dan kalau beliau bangun, Umamah digendong. Seolah-olah tidak ada satupun orang yang akan mengurus Zainab, sehingga beliau khawatir terhadapnya. Atau hal itu beliau lakukan untuk mengajarkan orang banyak agar mereka mengikut petunjuk beliau shollallaahu’alayhiwasallam.

Rasulullah shollallaahu’alayhiwasallam termasuk orang yang paling sayang dengan anak-anak secara umum, baik mereka itu laki-laki ataupun perempuan. Beliau mencium mereka, mengusap kepala mereka, mendoakan mereka dan bermain-main dengan mereka. Hal-hal seperti ini sangat baik sekali.

Ketika seorang anak perempuan semakin besar, ia semakin membutuhkan perasaan dihargai dan dihormati. Kalau kebutuhan ini tercukupi dan di rumah orang tuanya ia merasa mempunyai nilai dan kedudukan, maka itu adalah sebab utama kestabilan dan ketenangan jiwanya dan kebaikan keadaannya.

Akan tetapi kalau ia mendapatkan hinaan dan ketidakpedulian, dan ia hanya diperlakukan dengan bahasa perintah dan larangan serta suruhan melayani, itu akan membuatnya menaruh kebencian terhadap rumah dan keluarganya. Bisa saja kemudian syetan membisikinya sehingga kemudian ia mencari kelembutan dan kasih sayang yang tidak ia dapatkan dengan menempuh cara-cara haram. Dan itu menyebabkannya jatuh ke jurang yang dalam dan hanya Allah yang Maha Tahu di mana dasarnya.

* Bersikap adil terhadapnya dan saudara-saudaranya yang laki-laki ataupun yang perempuan. Karena perasaan dizolimi yang ia alami dan sikap lebih banyak berpihak kepada selain dirinya daripada kepada dirinya, menanamkan rasa benci di dalam dirinya terhadap orangtua, dan rasa dengki kepada saudara atau saudari yang dilebihkan. Maka bertakwalah kepada Allah dan bersikap adillah kepada anak-anak kalian. Baik dalam nafkah, yaitu dengan memberi masing-masing sesuai kebutuhannya. Atau dalam hibah, yaitu dengan memberi anak laki-laki sebesar dua jatah anak perempuan. Dan kalau dipukul rata di antara mereka dalam jatah hibah tersebut, maka itu juga baik.

* Mendidiknya dengan pendidikan islami dan mengawasinya sejak usia awal. Mendidiknya dengan adab-adab memohon izin, adab-adab makan dan minum, adab-adab berpakaian, menuntunnya mengucapkan beberapa ayat Al Quran yang mudah dan beberapa dzikir yang masyru’, mengajarinya berwudhu dan sholat serta memerintahkannya untuk melaksanakan sholat pada usia tujuh tahun dan mengharuskannya kalau sudah berusia sepuluh tahun. Kalau ia tumbuh di atas kebaikan, maka ia akan terbiasa dengan kebaikan itu dan mencintainya. Ia pun akan mudah beriltizam dan teguh dengan kebaikan tersebut.

* Mengajari dan melatihnya dengan hal-hal yang akan ia butuhkan setelah berumah tangga. Seperti adab-adab memperlakukan suami, mengurusi rumah mulai dari memasak, bersih-bersih dan sebagainya. Ada beberapa kekeluarga yang menyepelekan hal ini. Sehingga ketika gadis itu pindah ke rumah suaminya, ternyata ia tidak bisa memasak, tidak bisa mengurus suami dan sebagainya. Dan bisa jadi suaminya itu bukan orang yang penyabar dan cepat marah, maka muncullah problem-problem dalam waktu yang masih sangat dini. Dan bisa juga itu berakhir dengan perceraian.

* Segera menikahkannya kalau dia telah sudah cukup dewasa dan ada seorang laki-laki yang baik agamanya, amanahnya dan akhlaknya, yang datang untuk melamar sedang gadis itu juga menyukainya. Sesungguhnya ini adalah perlakuan baik yang paling besar. Karena terlambatmenikahnya seorang gadis adalah salah satu sebab utama penyimpangan dari jalan yang lurus. Lebih-lebih di zaman sekarang ini.

Dan urusan pernikahan gadis tersebut hendaknya dipermudah oleh walinya, seperti maskawin dan keperluan-keperluan lain. Semua itu termasuk hal-hal yang memotivasi para lelaki yang akan datang melamarnya dan melamar saudari-saudarinya setelahnya. Dan hendaknya setiap keluarga berhati-hati dalam mengakhirkan pernikahan putri mereka dengan alasan menyelesaikan studi atau dengan alasan bahwa putri mereka masih kecil dan alasan-alasan lain yang lemah karena itu adalah perkara yang hanya akan memberi akibat buruk dalam masyarakat.

* Secara rutin mengunjunginya setelah menikah, menengok kebutuhan-kebutuhannya dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang ia hadapi serta menyertainya dalam suka dan duka. Dan setiap keluarga, terutama ibu, hendaknya berjaga-jaga untuk tidak langsung mencampuri kehidupan putrinya. Karena kalau ia sering mencampuri urusannya, hal itu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga putrinya sendiri.

Cara-cara pencegahan hal-hal berbahaya di zaman ini:

Bukanlah suatu hal yang samar untukmu, wahai saudaraku sesama muslim, bahwa kita hidup di zaman yang begitu banyak fitnahnya. Dan di dalamnya tersedia berbagai macam jalan kerusakan dan kesesatan yang belum pernah ada di masa-masa yang lalu. Hal ini semakin mempertegas betapa besarnya tanggung jawabmu, dan mengharuskan peningkatan upaya dalam mendidik, membimbing dan mengarahkan serta menempuh sebab-sebab keselamatan. Di antara cara pencegahannya secara ringkas adalah:

* Keistiqomahan dan kesalehan ayah dan ibu. Karena kesalehan orangtua termasuk salah satu sebab agar Allah menjaga keturunan mereka. Sebagaimana yang Ia firmankan dalam surat Al Kahfi dalam kisah Musa dan Khidir:

حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَن يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا

“..hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. (Q.S.18:77)

Setelah itu Khidir berkata menjelaskan sebab mengapa ia memperbaiki dinding itu tanpa mengambil upah:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu;..” (Q.S.18:82)

Maka Allah menjaga dua anak itu dengan kesalehan orangtua mereka.

* Memperhatikan perkara do’a. Karena do’a itu mempunyai pengaruh yang besar. Rintihan dan permohonan kedua orangtua kepada Allah agar Ia memperbaiki keadaan anak-anak mereka termasuk salah sebab dan merupakan pintu kebaikan. Dan sebuah khobar yang cukup baik berkaitan dengan hal ini adalah riwayat bahwa Fudhoil Bin ‘Iyadh -imam masjidil harom di zamannya- berkata: “Ya Allah sesungguhnya aku telah bersungguh-sungguh untuk mendidik putraku Ali, namun aku tak dapat mendidiknya, maka didiklah ia oleh-Mu untukku”. Maka berubahlah keadaan putranya sehingga menjadi salah satu orang saleh terbesar di zamannya dan ia mati pada waktu sholat fajr ketika imam membaca firman Allah:

وَلَوْ تَرَىَ إِذْ وُقِفُواْ عَلَى النَّارِ فَقَالُواْ يَا لَيْتَنَا نُرَدُّ

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia)..” (Q.S.6:27)
[Lihat: Siyaru a'laamin nubalaa` (8/390)]

Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam telah mengajari kita untuk berlindung kepada Allah dari segala fitnah. Dan demikian juga hendaknya anak-anak itu diajari do’a-do’a dan mereka dituntun untuk mengucapkan do’a yang semoga Allah memberikan manfaat untuk mereka dengan do’a tersebut. Dan ketika Yusuf ‘alayhissalam diuji dengan fitnah wanita, ia berkata:

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ . فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” Maka Tuhannya memperkenankan do’a Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.12:33-34)

Dan Allah menjelaskan bahwa sebab diperkenankan-Nya do’a Yusuf adalah karena Ia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sehingga orang yang beriman mengetahui bahwa kalau ia berdo’a kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka sesungguhnya Allah itu Maha Dekat dan Maha mengabulkan.

* Terus menerus memberikan anak putri tersebut arahan dan peringatan dengan cara yang sesuai, secara langsung atau dengan sindiran sesuai yang dibutuhkan oleh keadaan. Karena hati itu seringkali lalai dan sadarnya adalah dengan nasehat dan peringatan, dan peringatan itu akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.

* Mengarahkannya untuk baik-baik memilih sahabat. Karena persahabatan itu memiliki pengaruh yang besar dalam perilaku, pemikiran dan sebagainya. Dan dalam hadis: “Seseorang itu sesuai dengan akhlak kholil-nya (sahabat karib yang dicintainya -pent). Maka hendaknya masing-masing kalian memperhatikan siapa orang yang ia jadikan sebagai kholil-nya”.

* Menjauhkan rumah dari sarana-sarana yang merusak dan menghancurkan. Sesungguhnya sekian banyak saluran-saluran televisi dan sekian banyak situs-situs internet itu lebih banyak menghancurkan daripada membangun, dan lebih banyak membahayakan daripada memberi manfaat serta lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Berapa banyak sudah kehormatan yang terenggut karenanya, dan berapa banyak sudah kemuliaan yang ternodai karenanya, maka keselamatan itu akan diperoleh dengan menjauhkan diri dari sarana-sarana kerusakan itu. Dan keselamatan itu tidak dapat dihargai seberapapun. Kalau sarana-sarana ini ada di dalam rumah, maka hendaknya kepala keluarga tersebut memperhatikan jangan sampai sarana-sarana tersebut sedemikian terbuka lebar untuk keluarganya, sehingga mereka bisa mengikuti acara apapun saja yang mereka mau, dan berhubungan dengan suatu jaringan kapanpun mereka mau. Karena dengan begitu mereka akan membahayakan diri mereka sendiri dengan suatu bahaya besar. Demikian juga dengan alat-alat komunikasi, handphone, yang kini tidak sekedar sarana komunikasi semata akan tetapi sudah jauh lebih dari itu. Karena satu perangkat saja sudah memiliki perekam suara, alat foto, penayang film. Dan betapa sering ia digunakan untuk menyebarkan kekejian.

* Menunaikan kewajiban memberi perhatian. Kesungguh-sungguhan orang tua dalam memperhatikan putri mereka, dan pengawasan mereka yang terus menerus terhadapnya merupakan salah satu sebab senantiasa baiknya keadaan putri mereka itu. Sebagaimana kelengahan dan kendurnya pengawasan merupakan salah satu sebab ketergelinciran. Maka tunaikanlah kewajibanmu dengan sungguh-sungguh, jangan izinkan keluargamu ber-tabarruj dan ber-sufur serta ber-ikhtilat dengan lelaki yang bukan mahrom, juga bepergian tanpa mahrom. Para wanita itu hanya akan berani melakukan semua itu kalau mereka melihat wali mereka tidak peduli dan menyepelekan.

* Dan berhati-hatilah dari renggangnya tali ikatan kekeluargaan. Sekian banyak keluarga mengeluhkan lemahnya ikatan di antara anggota suatu keluarga. Masing-masing mereka sibuk dengan dirinya sendiri. Sang ayah di sini dan sang ibu di sana dan anak-anak ada di alam khusus mereka sendiri-sendiri. Sudah pasti, kekosongan ini akan melahirkan problem-problem besar akan tetapi ia tumbuh sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu hingga tiba hitungan nol dan terjadilah ledakan dan tersadarlah keluarga itu akan tetapi setelah lewat waktunya.

* Jangan engkau mengira, wahai saudaraku sesama muslim, bahwa bahaya yang mengancam para wanita hanya berupa bahaya penyimpangan moral dengan terjatuh pada kekejian-kekejian atau obat-obatan terlarang dan semisalnya. Akan tetapi ia juga terancam dengan bahaya yang lain, yaitu bahaya pemikiran. Para wanita itu terancam jeratan firqoh-firqoh yang hancur yang dikhabarkan oleh Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam dan yang mencapai jumlah 73 firqoh. Berapa banyak wanita sekarang yang menganut paham Khowarij dan berpengaruh pada suami, anak dan murid mereka?! Berapa banyak wanita yang menyandang akidah sufi, mendirikan majelis dan perayaan sufi yang tidak pernah Allah turunkan dalil tentangnya!? Dan berbagai bentuk pelanggaran sunnah lainnya.
Hal ini mengharuskan para kepala keluarga untuk berhati-hati dan mawas diri dengan memperhatikan sumber-sumber makanan pemikiran yang mengisi qalbu dan hati keluarganya.

Demikianlah dan aku memohon hidayah dan kebaikan serta keistiqomahan kepada Allah untuk seluruh kaum muslimin dan muslimat, sebagaimana aku memohon kepada Allah agar Ia memberikan tawfiq kepada para wanita muslimah untuk berkomitmen dengan agama mereka dan berdiri kokoh di atas manhaj yang benar. Dan agar Ia melindunginya dari segala fitnah yang menyesatkan, yang zahir maupun yang batin. Wal hamdu lillaahi robbil ‘aalamiin.

Diterjemahkan oleh tim redaksi akhwat.web.id dari tautan: http://sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=844

Tanda-tanda Ahlul Bidah

oleh Abu Abdurrahman pada 05 Januari 2010 jam 22:18
Tanda-tanda Ahlul Bidah

Ahlul bidah memiliki tanda-tanda yang lengkap dan nampak sehingga mereka mudah dikenal. Dalam al-Quran dan haditsnya Allah dan Rasul-Nya telah mengabarkan tentang sebagian tanda-tanda mereka untuk dijadikan peringatan bagi umat dari bahaya mereka dan larangan mengambil jalan hidup mereka. Para Salaf pun telah menerangkan masalah ini.

Saya akan menyampaikan sebagian dari tanda itu yang dengan tanda itu mereka membedakan diri. Sebagai jembatan penolong supaya mengerti tentang mereka Insaya Allah. Termasuk tanda-tanda mereka adalah:

1. BERPECAH-BELAH
Sesungguhnya Allah taala telah mengabarkan tentang mereka dalam al-Quran. Ia berkata ,Janganlah kalian menjadi orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah datang kepada mereka keterangan. Dan mereka mendapatkan adzab yang besar. Ia berfirman,Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka (terpecah-belah menjadi beberapa golongan) tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat ini,Ayat ini secara umum menerangkan orang yang memecah-belah agama Allah dan mereka berselisih. Sesungguhnya Allah mengutus nabi-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar memenangkannya atas semua agama. Syariatnya adalah satu yang tidak ada perselisihan dan perpecahan padanya. Barang siapa yang berselish padanya maka merekalah golongan yang memecah belah agama seperti halnya pengikut hawa nafsu dan orang-orang sesat. Sesungguhnya Allah taala berlepas diri dari apa yang mereka lakukan.

Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa syiar ahli bidah adalah perpecahan,Oleh karena itu al-Firqatun Najiah disfati dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan mereka adalah jumhur dan kelompok terbesar umat ini. Adapun kelompok lainnya maka mereka adalah orang-orang yang nyleneh, berpecah belah, bidah dan pengikut hawa nafsu. Bahkan terkadang di antara firqah-firqah itu amat sedikit dan syiar firqah-firqah ini ialah menyelisihi al-Quan, as-Sunnah serta ijma.

2. MENGIKUTI HAWA NAFSU
Dialah sifat mereka yang paling kentara. Allah taala berkata mensifati mereka, Maka kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya.

Ibnu Katsir berkata, Yakni ia berjalan dengan hawa nafsunya. Apa yang dilihat baik oleh hawa nafsunya maka ia lakukan dan apa yang dilihatnya jelek maka ia tinggalkan. Inilah manhaj Mutazilah dalam menganggap baik dan jelak denga logika mereka.

Nabi telah mengabarkan bahwa hawa nafsu tidak akan terlepas dari ahli bidah dalam hadits perpecahan di mana beliau mengatakan,Sesungguhnya ahli kitab terpecah dalam agama mereka menjadi tujuh dua puluh millah dan sesungguhnya umat ini akan terpecah menadi tujuh puluh tiga millah -yakni hawa nafsu- semuanya di neraka kecuali satu millah yaitu al-Jamaah.

Sesunguhnya akan muncul pada umatku beberapa kaum hawa nafsu mengalir pada mereka sabaimana mengalirnya penyakit anjing dalam tubuh mangsanya. Tidak tersiksa darinya satu urat dan persendian pun kecuali diamasukinya.

3. MENGIKUTI AYAT-AYAT YANG SAMAR
Sifat mereka ini telah Allah kabarkan dalam firman-Nya,…Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang samar untuk menimbukan fitanh dan untuk mencari-cari takwilnya.

Bukhari meriwayatkan hadits dari Aisyah katanya,Rasulullah membaca ayat ini,Dialah yang menurunkan al-quran kepada kamu di antara isinya ada aya-ayat yang muhkamat. Itulah pokok-pkok isi ajaran al-Quran dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya ...sampai ayat ... orang-orang yang berakal. Ia berkata, Rasulullah, berkata, Bila engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutashyabihat maka merekalah yang Allah namakan sebagai orang-orang yang harus dijauhi.

Dari Amiril Mukminin Umar bin Al-Khathab katanya,Akan datang manusia mendebat kalian dengan ayat-ayat mutaysabihat maka balaslah mereka dengan sunah-sunnah karena Ahlus Sunnah lebih mengetahui akan kitabullah.

4. MEMPERTENTANGKAN SUNNAH DENGAN AL-QURAN
Termasuk tanda ahli bidah adalah mempertentangkan al-Quran dengan sunnah dan merasa cukup mengambil al-quran dalam pelaksanaan hukum-hukum syara sebagaimana yang diberitakan Nabi: Seorang laki-laki hampir bersandar di atas ranjangnya dibacakan haditsku lalu mengatakan,Antara kami dan kalian adalah kitabullah. Perkara halal yang kita temukan padanya maka kita halalkan dan perkara haram yang kita temukan padanya maka kita haramkan. Ketahuilah apa-apa yang Rasulullah haramkam adalah sama dengan apa yang Allah haramkan.

Al-Imam Al-Barbahari mengatakan :Bila kamu melihat seorang mencela hadits atau menolak atsar /hadits atau menginginkan selain hadits, maka curigailah keislamnnya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah ahli bidah(pengikut hawa nafsu) Beliau berkata:Bila kamu mendengar seorang dibacakan hadits di hadapannya tetapi ia tidak menginginkannya dan ia hanya mengingnkan al-Quran maka janganlah kamu ragu bahwa dia seorang yang telah dikuasai oleh kezindikan. Berdirilah dari sisinya dan tinggalkanlah ia!

Mempertentangkan sunnah dengan al-Quran dan menolaknya bila belum ditemukan pada al-Quran apa-apa yang menguatkan sunnah, termasuk tanda ahli bidah yang paling kentara. Nabi telah mengabarkannya sebelum terjadi dan benarlah beliau. Sekarang apa yang beliau kabarkan telah terjadi. Sungguh kita mendengar dan membaca peristiwa semisal itu dari sebagian ahli bidah pada jaman dulu. Hingga kita melihat salah satu dari ahli bidah dan orang sesat jaman sekarang menghujat kitab shahih Bukhari yang telah disepakati oleh umat ini keshahihannya.Ia yakin bahwa padanya terdapat seratus dua puluh hadits yang tidak shahih yang ia sebut sebagai hadits Israiliat. Ia menghilangkannya dan mempertentangkannya dengan al-Quran kemudian ia bantah dan ingkari. Tampillah seorang tokoh ulama sekarang menentang, meruntuhkan sybuhatnya (kerancuannya), menolak kebatilannya, menampakkan penyimpangan dan kepalsuannya dengan karyanya untuk membantahnya dan orang yang menempuh jalanya, ahli bidah. Semoga Allah membalas amalnya dengan sebaik-baik pembalasan.

5. MEMBENCI AHLI HADITS
Termasuk tanda ahli bidah adalah membenci dan mencela ahli hadits dan atsar. Dari Ahamad bin Sinan al-Qaththan katanya: Dan tidaklah ada di dunia ini seorang mubtadi pun kecuali membenci ahli hadits.

Abu Hatim ar-Razi berkata,Tanda ahli bidah adalah mencela ahli hadits dan tanda orang zindik adalah menamakan Ahlus Sunnah bengis. Dengan sebutan itu mereka menghendaki hilangnya hadits.

6. MENGGELARI AHLUS SUNNAH DENGAN TUJUAN MERENDAHKAN MEREKA
Termasuk tanda mereka adalah menggelari Ahlus Sunnah(yang bertolak belakang dengan sifat mereka) dengan tujuan merendahkan mereka.

Abu Hatim ar-Razi berkata:Tanda Jahmiah adalah menamakan Ahlus Sunnah musyabbahah(menyerupakan Allah dengan mahluk). Ciri-ciri Qadariah adalah menamakan Ahlus Sunnah mujabbirah(mahluk tidak mempunyai kehendak.) Ciri-ciri Murjiaah adalah menamakan Ahlus Sunnah menyimpang dan mengurangi.Ciri-ciri Rafidhah adalah menamakan Ahlus Sunnah nashibah(mencela Ali). Ahlus Sunnah tidak digabungkan kecuali kepada satu nama dan mustahil nama-nama ini mengumpulkan mereka.

Al-Barbahari berkata,Dan orang yang tertutup(kejelekannya) adalah yang jelas ia tertutup(kejelekannya) dan orang yang terbuka kejelekannya adalah orang yang jelas aibnya. Bila kamu mendengar seorang mengatakan fulan Nashibi, ketahuilah bahwa ia adalah Rafidly. Bila kamu mendengar seorang mengatakan fulan musyabbihah atau fulan menyerupakan Allah dengan makhluk, ketahuilah bahwa ia adalah Jahmy. Bila kamu mendengar seorang berkata tentang tauhid dan mengatakan,Terangkan padaku tauhid!, ketahuilah bahwa ia adalah Kharijy dan Mutazily. Atau mengatakan, fulan Mujabbirah atau mengatakan, dengan ijbar atau berkata dengan adilm ketahuilah bahwa ia adalah Qadari karena nam-nama ini bidah yang dibuat-buat oleh ahli bidah.

Syaikh Ismail as-Shabuni mengatakan,Ciri-ciri ahli bidah amat jelas dan terang Sedang tanda-tanda mereka yang paling jelas adalah sangat keras memusuhi para pemilkul hadits, dan menghinakan mereka dan mengelari mereka kaku,bodoh,dhahiri,(tekstual) musyabbihah(golongan yang menyerupakan Allah dengan mahluk). Semua itu didasari keyakinan mereka bahwa hadits-hadts itu masih berupa benda mentah (bukan ilmu). Dan yang dinamakna ilmu adalah ilham yang dijejalkan setan kepada mereka, hasil dari olah akal mereka yang rusak, intuisi hati nurani mereka yang gelap….

7. TIDAK BERPEGANG DENGAN MADZHAB SALAF
Syaikhul Islam berkata,Kelompok-kelompok bidah yang terkenal di kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang tidak menganut madzhab salaf antara lain kelompok: Rafidhah, sampai orang awam tidak mengetahui syiar-syiar bidah kecuali rafdl(menolak kepemimpinan khulafaur rasyidin selain Ali). Dan sunni menurut istilah orang awam adalah orang yang bukan rafidhi ….Sehinga diketahui syiar ahli bidah menolak madzhab Salaf. Oleh karena itu dalam risalah yang ditujukan kepada Abdus bin Malik Imam Ahamad berkata,Asas sunnah menurut kami adalah berpegang dengan apa yang dijalani sahabat Muhammad….

8. MEMVONIS KAFIR ORANG YANG MENYELISIHI MEREKA TANPA DALIL
Dalam banyak tempat Syaikhul Islam menyebutkan tentang bantahan terhadap orang yang menvonis orang yang masih belum jelas kekafirannya,Pendapat ini tidak diketahui dari seorang sahabat, tabiin, yang mengikuti mereka dengan baik dan tidak pula dari salah satu imam tetapi ini termasuk salah satu pokok dari pokok-pokok ahli bidah yang membuat bidah dan menvonis kafir orang yang menyelisihi mereka semisal Khawarij, Mutazilah dan Jahmiah.

Beliau berkata,Khawarij,Mutazilah, dan Rafidhah, menvonis kafir Ahlus Sunnah wal Jamaah. Golongan yang belum mereka vonis kafir maka mereka vonis fasik. Demikian juga mayoritas ahlul ahwa menvonis bidah dan kafir golongan yang menyelisihi mereka berdasarkan logika semata.

Akan tetapi Ahlus Sunnah adalah golongan yang mengikuti kebenaran dari rab mereka yang dibawa oleh rasul-Nya,tidak menvonis kafir golongan yang menyelisihi mereka. Mereka golongan yang paling tahu tentang kebenaran dan kondisi manusia.

Syaikh Abdul Lathif bin Abdur Rahman Alu Syaikh ditanya tentang orang yang menvonis kafir sebagian golongan yang menyelisihinya. Beliau menjawab,Jawabannya, Saya tidak mengetahui sandaran ucapan itu. Berani menvonis kafir golongan lain yang menampakkan keislaman tanpa dasar syari dan keterangan yang akurat menyeilisihi manhaj para pakar ilmu agama dari kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Jalan ini adalah jalannya ahlul bidah dan orang-orang sesat.

Diambil dari Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama'ah min Ahlil Ahwa wal Bid'ah karya Dr. Ibrahim Ruhaily

Agar Dada Seorang Hamba menjadi Lapang dan Bersinar

oleh Abu Abdurrahman pada 05 Januari 2010 jam 22:56
Hiruk pikuk kehidupan dengan berbagai bentuk aktivitas yang terus bergulir tanpa henti sering melahirkan halangan dan tantangan yang mengantar seorang hamba kepada gundah gulana dan ketidaktenangan hati. Namun bagi seorang mukmin sejati, cahaya Al-Qur’ân dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam adalah penerang jalan menuju kepada kehidupan indah yang senantiasa membuat dadanya lapang dan bercahaya.

Hidup dengan dada yang lapang adalah suatu nikmat yang sangat berharga dan dambaan setiap insan. Renungilah besarnya nikmat ini sehingga Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan Nabi-Nya terhadap karunia tersebut dalam firman-Nya,


“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?†(QS. Al-Insyirâh :1)

Dan Nabi Musa ‘alaissalâm setelah beliau dimuliakan menjadi seorang rasul, maka awal doa beliau kepada Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ,


“Berkata Musa: “Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku,â€â€¦â€ (QS. Thohâ :25)



Banyak hal dalam tuntunan syari’at kita yang diterangkan sebagai tumpuan-tumpuan berpijak bagi seorang hamba agar senantiasa berhati lapang dan bercahaya.

Berikut ini, beberapa pilar pelapang dada seorang hamba, kami simpulkan dari keterangan Ibnul Qayyim[1]dan selainnya :



1. Memurnikan Tauhid.

Memurnikan peribadatan kepada Allah Taqaddasa Dzikruhu adalah tonggak keselamatan, tujuan dari penciptaan manusia, misi dakwah setiap nabi yang diutus kepada makhluk dan itulah adalah hakikat dari Islam yang bermakna berserah diri, ikhlash dan tunduk kepada-Nya. Maka sangat wajar bila memurnikan tauhid adalah hal yang sangat melapangkan dada dan meneranginya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam Al-Qur’ân Al-Karîm,


“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.†(QS. Az-Zumar :22)


“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Dan inilah jalan Rabbmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.†(QS. Al-An’âm :125-126)

Dan dengan memurnikan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla manusia akan hidup di bawah teduhan keamanan dan kesejahteraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,


“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.†(QS. Al-An’âm :82)

Dan dalam Tanzil-Nya,


“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.†(QS. An-Nûr : 55)



2. Berpegang teguh terhadap Al-Qur’ân dan As-Sunnah.

Allah Jalla wa ‘Alâ menurunkan Al-Qur`ân sebagai rahmat dan kebahagian bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana dalam firman-Nya,


“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.†(QS. An-Nahl : 89)

Dan Allah Ta’âlâ berfirman,


“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`ân suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`ân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.†(QS. Al-Isrô` : 82)

Dan Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam menyatakan,


“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas suatu yang sangat putih, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah seorangpun menyimpang darinya setelahku kecuali akan binasa.†[2]

Maka sangatlah lumrah bagi siapa yang berpegang teguh terhadap tuntunan Al-Qur`ân dan As-Sunnah akan senantiasa membuat dadanya lapang dan bersinar penuh petunjuk dan kebahagian tanpa ada kesensaraan. Sebagaimana dalam firman-Nya,


“Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.†(QS. Thôhâ : 123-124)


“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al-Qur`ân ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).†(QS. Thôhâ : 1-3)



3. Berbekal Ilmu Syari’at.

Tatkala seluruh kebaikan bagi manusia tercakup dalam ilmu syari’at maka segala kebahagian dan ketenangan, keberhasilan dan kebahagian manusia sangat bertumpu pada ilmu syari’at. Karena itu Allah Ta’âlâ tidak memerintah Nabi-Nya untuk meminta tambahan nikmat apapun selain dari tambahan ilmu. Allah Ta’âlâ berfirman,


“Dan katakanlah, “Ya Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.â€.†(QS. Thôhâ : 114)

Dan dengan ilmu syari’at itulah diraihnya berbagai derajat keutamaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam firman-Nya,


“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.†(QS. Al-Mujâdilah :11)

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullâh, “Sesungguhnya ilmu itu melapangkan dada dan meluaskannya sehingga ia menjadi lebih luas dari dunia. Dan kejahilan akan mewariskan kesempitan, keterbatasan dan keterkurungan. Kapan ilmu seorang hamba semakin luas maka dadanya akan semakin lapang dan lebih meluas. Namun ini bukanlah pada setiap ilmu, bahkan hanya pada ilmu yang terwarisi dari Ar-Rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam yaitu ilmu yang bermanfaat. Orang-orang yang berilmu (merekalah) yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling indah akhlaknya dan paling baik kehidupannya.†[3]



4. Kecintaan Kepada Allah.

Salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh seorang yang beriman bahwa kecintaannya kepada Allah adalah yang terbesar dan melebihi kecintaannya kepada seluruh makhluk. Allah berfirman,



“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.†(QS. Al-Baqarah :165)

Kecintaannya kepada Allah tersebut akan mengantar seorang hamba menuju kehidupan yang sangat indah, kelapangan hati dan ketenangan jiwa karena rongga hatinya hanya terpenuhi oleh kecintaan kepada Allah dan ketergantungan kepada-Nya. Wajarlah bila Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,



“Tiga (sifat) yang tidaklah terdapat pada seseorang, pasti ia akan mendapatkan kelezatan iman; hendaknya Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai melebihi selain keduanya, dan ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan hanya karena Allah, serta ia benci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.†[4]



5. Senantiasa bertaubat.

Menyadari kekurangan, menyesali kesalahan dan bertaubat kepada Yang Maha Mencipta adalah diantara sifat-sifat yang memberikan berbagai keajaiban dalam kehidupan seorang hamba dan sangat menerangi hati serta melapangkan dadanya. Karena itu, sikap senantiasa bertaubat sangat ditekankan dalam tuntunan syari’at Islam yang mulia. Allah menjamin keberuntungan bagi orang-orang yang senatiasa bertaubat,


“Dan bertaubatlah kalian sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.†(Q.S. An-Nûr :31)

Dari doa Nabi Ibrahim ‘alaissalâm untuk mengujudkan keamanan dan kesejahteraan pada negeri Mekkah yang dirintisnya,


“Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan berilah taubat untuk kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.†(Q.S. Al-Baqarah :128)

Dan sangatlah indah kehidupan orang-orang yang bertaubat tatkala sifat mulia mereka itu akan memberikan berbagai keutamaan dan kenikmatan sebagai hamba-hamba yang dicintai oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya,


“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.†(Q.S. Al-Baqarah :222)



6. Dzikir.

Dzikir adalah penyejuk hati dan penenang jiwa. Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ berfirman,


“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah, hanya dengan dzikir kepada Allah-lah hati menjadi tenteram.†(Q.S. Ar-Ra’d :28)

Dengan dzikir seorang hamba akan mendapatkan pengampunan dan pahala yang sangat besar,

š

“…dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.†(Q.S. Al-Ahzâb :35)

Dan keberuntungan bagi orang-orang yang banyak berdzikir,

Dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung.†(Q.S. Al-Jumu’ah :10)

Dan sungguh dzikir membuat hati seorang hamba menjadi lapang dan bersinar tanpa ada kerugian seperti yang terjadi pada orang-orang lalai,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.†(Q.S. Al-Munâfiqûn :9)



7. Berbuat baik kepada Makhluk.

Memberi manfaat kepada makhluk dengan harta, badan, kedudukan dan selainnya dari berbagai bentuk perbuatan baik adalah hal yang sangat melapangkan dada seorang hamba dan meneranginya. Karena itu Allah ‘Azza wa Jalla memerintah dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah menyuruh untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.†(Q.S. An-Nahl :90)

Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,



“Sesusngguhnya Allah telah menetapkan untuk berbuat kebajikan terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh perbaiklah cara membunuhnya, apabila kalian menyembelih perbaiklah cara menyembelihnya dan hendaknya salah seorang dari kalian mempertajam pisaunya dan membuat tenang sembelihannya.†[5]

Dan di akhirat kelak Allah menjanjikan,

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik.†(Q.S. Adz-Dzâriyât :15-16)



Demikian beberapa pilar pelapang dada seorang mukmin. Dan perlu diketahui bahwa segala perkara yang bertentangan dengan apa yang disebutkan di atas pasti akan memberikan kesempitan, kesesakan dan gundah gulana. Karena itu, tidak seorang pun yang lebih sempit hatinya dari pelaku kesyirikan. Dan siapa yang berpaling dari Al-Qur`ân dan As-Sunnah maka ia akan senantiasa berada dalam berbagai kesengsaraan. Orang yang tidak memiliki ilmu syar’iy akan jauh dari makna ketenangan. Hati yang tergantung kepada selain Allah akan merasakan berbagai kepedihan dan kepahitan. Dan hati yang lalai dari dzikir kepada Allah bagaikan ikan yang dipisahkan dari air. Dan jeleknya hubungan dengan makhluk lain akan melahirkan berbagai problem dalam kehidupan. Dan demikianlah seterusnya.

Tentunya banyak tuntunan pelapang dada yang belum bisa diuraikan disini. Namun kami berharap keterangan-keterangan di atas bisa menjadi pencerahan dan penyenjuk bagi setiap muslim dan muslim dalam mempersiapkan bekal untuk menyonsong kehidupan kekal abadi di akhirat kelak. Waffaqallâhu Al-Jamî’ li mâ yuhibbihu wa yardhâhu.

[1] Dalam kitabnya Zâdul Ma’âd 2/22-26, cet. Ke-3 dari Mu`assah Ar-Risalah

[2] Diriwayatkan oleh Ahmad 4/126, Ibnu Mâjah no. 5, 43, Ibnu Abi ‘Âshim no. 48-49 dan Al-Hâkim 1/96 dari hadits Abu Dardâ` radhiyallâhu ‘anhu. Dan dishohihkan oleh Al-Albâny dalam Zhilâlul Jannah 1/27.

[3] Zâdul Ma’âd 2/23

[4] Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.

[5] Hadits Syaddâd bin Aus radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim.
Ust. Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

Rintangan Dakwah

oleh Abu Abdurrahman pada 24 Januari 2010 jam 20:23
Gema dakwah jahriyah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terhadap kerabat dekat beliau terus menggema di seantero kota Makkah hingga turun firman Allah:

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

“Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (QS. Al Hijr: 94)

Kemudian Rasululloh menyingsingkan lengan bajunya untuk menyampaikan kebenaran kepada seluruh penduduk Makkah. Beliau mengajak manusia meninggalkan penyembahan berhala dan semua jenis paganisme yang sudah mengakar pada mereka. Disamping juga menyampaikan hakikat Islam dan membantah aqidah-aqidah batil yang sudah mencengkram akal para penduduk Makkah.

Ketika itulah kaum Quraisy melihat pengaruh dakwah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ini tidak terbatas, tidak sebagaimana keadaan orang terdahulu yang telah mengajak meninggalkan paganisme seperti Zaid bin Nufail dan semisalnya.

Oleh karena itu mereka bangkit menghadang dakwah dan mengambil beraneka ragam cara dan sarana untuk menghadang dakwah yang mereka anggap mengancam kemaslahatan mereka. Dakwah yang mereka anggap akan menghancurkan harga diri dan ambisi serta kedudukan mereka ditanah haram.

Diantara cara dan sarana terpenting yang mereka gunakan untuk menghadang dakwah mulia ini adalah:

1. Berusaha mempengaruhi Abu Thalib untuk menghentikan dakwah Rasulullah atau menghentikan perlinduangan beliau terhadap Rasulullah.

Dikisahkan bahwa sejumlah tokoh terkemuka Quraisy mendatangi Abu Thalib dan menyatakan: Sungguh keponakanmu telah mencaci maki tuhan-tuhan kita, mencela agama kita, menuduh pikiran kita bodoh dan memvonis nenek moyang kita sesat. Pilih kamu menghentikannya atau kamu biarkan (tidak turut campur) antara kami dan dia. Karena kamu dan kami sama-sama menyelisihinya, maka kami cukupkan kamu untuk menghentikannya. Lalu Abu Thalib menyampaikan kepada mereka ungkapan yang lembut dan menolaknya dengan halus.[1]

2. Ancaman keras kepada Rasulullah dan Abu Thalib

Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tetap berkeras tidak menghentikan dakwahnya dan Abu Thalib pun tidak melepas perlindungannya, maka kaum Quraisy mengambil cara lain untuk menghentikan dakwah beliau; yaitu dengan ancaman. Oleh karena itulah Abu Thalib akhirnya menyampaikan kepada Rasululloh keinginannya agar beliau menghentikan dakwahnya terlebih dahulu. Namun Rasulullah tetap menolaknya. Diriwayatkan Ibnu Ishaaq, Al Bukhari dalam kitan tarikhnya dan Al Baihaqi dengan sanad hasan dari hadits Aqiel bin Abi Thalib bahwa Abu Thalib mengutusnya memanggil Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, setelah sampai maka Abu Thalib berkata kepadanya:

“Sungguh bani pamanmu (Quraisy) telah menyatakan bahwa kamu menyakiti mereka di tempat pertemuan dan masjid mereka. Berhentilah dari menyakiti mereka!”. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendongakkan pandangannya kelangit sambil berkata: “Apakah kalian melihat matahari itu?” Mereka menjawab: “Ya”. Beliau berkata lagi: “Tidaklah aku lebih mampu meninggalkan hal itu (dakwah islam (pen)) dari kalian walaupun kalian dapat mengambil dari matahari tersebut cahaya“. Maka Abu Tholib pun menyatakan: “Demi Allah! keponakanku tidak berdusta, maka kembalilah kalian!”.[2]

Demikian juga terhadap Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam langsung sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Al Bukhori serta At Tirmidzi dari Ibnu Abas Radhiallahu’anhu :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ أَبُو جَهْلٍ لَئِنْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عِنْدَ الْكَعْبَةِ لَآتِيَنَّهُ حَتَّى أَطَأَ عَلَى عُنُقِهِ قَالَ فَقَالَ لَوْ فَعَلَ لَأَخَذَتْهُ الْمَلَائِكَةُ عِيَانًا

“Beliau berkata: Abu Jahal pernah berkata: Seandainya aku melihat Rasululoh n sholat di Ka’bah tentu aku akan mendatanginya hingga menginjak lehernya. Ibnu Abas berkata: Lalu Rasululloh n bersabda: Seandainya ia berbuat tentulah para malaikat akan menyiksanya secara terang-terangan“.[3]

3. Tuduhan batil untuk menjauhkan manusia dari beliau Shallallahu’alaihi Wasallam.

Diantara tuduhan tersebut adalah:
a. Tuduhan beliau gila

Sebagaimana Firman Allah:

وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ

“Mereka berkata:”Hai orang yang diturunkan al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila” (QS. Al Hijr 15:6)
lalu Allah bantah dengan firmanNya:

مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ

“Berkat nikmat Rabbmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila” (QS. Al Qalam 68:2)

Demikian juga dijelaskan tuduhan mereka ini dalam firmanNya yang lain:

وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ

“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al-Qur’an dan mereka berkata: ‘Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila’ “. (QS. Al Qalam 68: 51)

b. Mereka menuduh Rasulullah sebagai tukang Sihir atau terkena sihir.

Dalam hal ini Allah jelaskan dalam firman-Nya:

وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata :”ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta“. (QS. Shaad 38:4)

dan firmanNya:

أَوْ يُلْقَى إِلَيْهِ كَنْزٌ أَوْ تَكُونُ لَهُ جَنَّةٌ يَأْكُلُ مِنْهَا وَقَالَ الظَّالِمُونَ إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلا رَجُلا مَسْحُورًا

“Dan orang-orang yang zalim itu berkata:”Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.” (QS. Al Furqan 25:8)

c. Tuduhan berbuat Dusta

Seperti dijelaskan dalam firmanNya:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا

“Dan orang-orang kafir berkata:”al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar” (QS. Al Furqan 25:4)

d. Membawa dongengan-dongengan orang-orang terdahulu.

Ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:

وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلا

“Dan mereka berkata: ‘Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang“. (QS. Al Furqan 25:5)

e. Menuduh bahwa Al Qur’an bukan dari Allah namun berasal dari manusia

Seperti digambarkan Allah dalam firmanNya:

وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ

“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: “Sesungguhnya al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang” (QS. 16:103)

Demikianlah sebagian cara dan sarana yang digunakan kaum musyrikin Quraisy dalam menghalangi dakwah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.

Masih banyak lagi cara dan sarana yang digunakan mereka yang insya Allah akan dipaparkan pada tulisan lain.

Wabillahi At Taufiq

[1] Riwayat ini disampaikan Ibnu Hisyam dari riwayat Ibnu Ishaq tanpa sanad periwayatan. Sehingga riwayat ini lemah walaupun masyhur dalam buku-buku sejarah Nabi.

[2] Syaikh Al Albani dalam kitab Shahih Al Sirah Al Nabawiyah hal 143 menyatakan: “Hadits ini telah dikeluarkan Al Haakim dalam Al Mustadrak 3/577 dari sisi lain yang tidak sama dengan riwayat Al Baihaqi ini. Dan poros sanadnya ada pada Tholhah bin Yahya dari Musa bin Tholhah dari Aqiel. Sanadnya hasan sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Al Shohihah 92. adapun hadits yang berbunyi: Wahai pamanku! Seandainya mereka meletakkan matahari ditangan kananku…. Tidak aku sampaikan disini kerena lemah walaupun sangat masyhur. Tentang lafadz ini telah dijelaskan dalam kitab Al Dhoifah 913″.

[3] Al Musnad 1/368 dan Al Bukhari 4958 dan Al Tirmidzi 3406.



Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com

Wanita Sebagai Pendidik

oleh Abu Abdurrahman pada 24 Januari 2010 jam 20:32
Wanita Sebagai Pendidik

1. Tidak meremehkan hak Allah (kewajiban beribadah kepada-Nya).
2. Baik bacaan Al-Qurannya dan berusaha menghapalkannya.
3. Hapal dengan baik hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa membantunya dalam urusan agama.
4. Tidak menyia-nyiakan hak suaminya.
5. Tidak menyia-nyiakan hak anaknya.
6. Menghiasi diri dengan akhlak mulia.
7. Menghiasi diri dengan kesabaran.
8. Memiliki kemampuan dalam mengatur waktunya.
9. Mendapatkan izin suaminya untuk keluar mengajar.
10. Tidak ikhtilath (campur baur dengan pria).
11. Patuh dengan busana muslimah.
12. Ikhlas dalam bekerja.
13. .Bertakwa kepada Allah.
14. Berilmu.
15. Bersifat santun dan lembut.
16. Bertanggungjawab.
17. Berpengetahuan dan berwawasan, serta mengetahui masalah-masalah aktual.
18. Berkepribadian tangguh dan berakhlak mulia.


Metode Mengajar dan Mendidik

1. Melakukan pendekatan dengan akhlak yang baik.
2. Senantiasa mengucapkan salam kepada anak didik.
3. Memotivasi mereka untuk selalu shalat tepat waktu.
4. Mengingatkan mereka tentang keesaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Selalu mengingatkan tentang cinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6. Menceritakan kisah para Nabi a’alihimus salam, shahabat radhiyallahu ‘anhum, dan pahlawan Islam.
7. Mengajarkan rukun islam dan rukun iman.
8. Memberi mereka pelajaran tentang akidah yang benar dan mengingatkan mereka dari akidah yang rusak.
9. Memotivasi untuk menghapal Al-Quran dan mengamalkannya.
10. Memotivasi untuk menghapal hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkannya.
11. Mengajarkan perilaku teladan dan akhlak mulia.
12. Menarik perhatian anak didik dan menumbuhkan kerinduannya untuk belajar.
13. Keteladanan.
14. Memotivasi untuk gemar belajar dan mencintai ilmu.
15. Mengajarkan etika berbicara dengan orang lain.
16. Mengajarkan zikir-zikir yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
17. Mengingatkan tentang halal dan haram.
18. Melarang bergaul dengan teman yang jelek.
19. Mengajarkan adab islami.
20. Mengajarkan menjaga hak orang lain.
21. Melatih membaca dan menulis secara kontinyu.
22. Memberikan solusi dari permasalahan mereka.
23. Memotivasi untuk tekun belajar, serta menghormati ilmu dan guru.
24. Menganjurkan untuk berpenampilan baik dan bersih.
25. Melarang untuk taklid buta.
26. Menganjurkan untuk berbakti kepada kedua orangtua.
27. Mendidik anak untuk cinta jihad dan keberanian.
28. Mengajarkan anak perempuan hukum khusus yang berkaitan dengan mereka dan hikmah diturunkannya.
29. Menyayangi mereka.
30. Mengajarkan kesabaran.
31. Menganjurkan memberi maaf (jika itu bermanfaat), menahan emosi, dan membalas kejelekan dengan kebaikan.

Metode Mengajar Mata Pelajaran

1. Memulai dengan mengucapkan salam.
2. Memotivasi melalui nasihat ringan.
3. Memulai menjelaskan pelajaran secara berurutan dan sistematis.
4. Pemecahan masalah.
5. Selalu memantau dan mengevaluasi.
6. Menjauhi kata-kata kotor ketika memarahi anak dan tidak memukul wajah.
7. Memperhatikan keadaan murid yang bersalah.
8. Menyampaikan nasihat ringan di akhir pelajaran bila waktu masih tersisa.
9. Berpisah dengan mereka dengan menyampaikan salam.

Kutipan Bermanfaat dari Etika Menjadi Ibu Guru karya Ummu Mahmud Al-Asymuni, penerbit: Pustaka Elba, Surabaya (dengan perubahan seperlunya dari redaksi www.muslimah.or.id)

Mensyukuri Nikmat Allah dengan Menuntut Ilmu Agama (sebuah nasehat bagi pemuda)

oleh Abu Abdurrahman pada 10 Februari 2010 jam 21:07
A. Kewajiban kita atas karunia yang kita terima

Sesungguhnya wajib bagi kita bersyukur kepada Allah ta’ala dengan cara melaksanakan kewajiban terhadap-Nya. Hal ini merupakan kewajiban karena nikmat yang telah diberikan Allah ta’ala kepada kita. Seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya, ia adalah orang yang yang tidak tahu berterima kasih. Maka manusia yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada Allah ta’ala adalah manusia yang paling tidak tahu berterima kasih.

Apakah kewajiban yang harus kita laksanakan kepada Allah ta’ala yang telah memberikan karuniaNya kepada kita? Jawabannya adalah karena Allah ta’ala telah memberikan karuniaNya kepada kita dengan petunjuk ke dalam Islam dan mengikuti Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, maka bukti terima kasih kita yang paling baik adalah dengan beribadah hanya kepada Allah ta’ala secara ikhlas, mentauhidkan Allah ta’ala, menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, taat kepada Allah ta’ala dan RasulNya shalallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan hal itu kita menjadi muslim yang benar.

Muslim sejati ialah muslim yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah ta’ala semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, serta ittiba’ hanya kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu untuk menjadi seorang muslim yang benar, ia harus menuntut ilmu syar’i. Ia harus belajar agama Islam, karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam diutus Allah ta’ala untuk membawa keduanya. Allah ta’ala berfirman :

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia-lah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS At Taubah:33 dan Ash Shaf : 9).

Allah ta’ala juga berfirman :

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

Dia-lah yang telah mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkanNya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS Al Fath : 28).

Yang dimaksud dengan الهُدَى (petunjuk) ialah ilmu yang bermanfaat, dan دِيْنُ الْحَقِ (agama yang benar) ialah amal shalih. Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan tentang nama-nama Allah ta’ala, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya, hukum-hukum dan berita yang datang dariNya, memerintahkan semua yang bermanfaat untuk hati, ruh dan jasad. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah ta’ala, mencintaiNya, berakhlak dengan akhlak yang mulia, beramal shalih, beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk yang berbahaya untuk hati dan badan, dunia dan akhirat.[1]

Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah ta’ala adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk memahami antara yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat (membahayakan), yang dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.
Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه 224 عن أنس بن مالك رضي الله عنه

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913) [2]

B. Keutamaan Ilmu dan Menuntutnya

Ilmu memiliki banyak keutamaan, di antaranya :

1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

…مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ (رواه مسلم4/2074 رقم 2699 و غيره عن أبي هريرة رضي الله عنه)

Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu).

2. Warisan para Nabi, sebagaimana sabda Rasululloh shalallahu ‘alaihi wasallam :

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رَوَاه التِّرْمِذِيْ

Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang mengambil ilmu tersebut maka telah mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut). (HR At Tirmidzi )

3. Allah ta’ala mengangkat derajat ahli ilmu di dunia dan akherat, sebagaimana firmanNya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan:”Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadilah : 11)

4. Ilmu Pintu kebaikan dunia dan akherat, sebagaimana sabda Rasululloh shalallahu ‘alaihi wasallam :

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Barang siapa yang Allah inginkan padanya kebaikan maka Allah fahamkan agamanya.

C. Pentingnya Ilmu Syar’i

Kita senantiasa ditambahkan ilmu, hidayah dan istiqamah di atas keta’atan, bila kita menuntut ilmu syar’i. Hal ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh juga dianggap remeh. Kita harus selalu bersikap penuh perhatian, serius serta sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Kita akan tetap berada di atas ash-Shirathal Mustaqiim bila kita selalu belajar ilmu syar’i dan beramal shalih. Kalau kita tidak perhatikan dua hal penting ini bukan mustahil Iman dan Islam kita akan terancam bahaya. Iman kita akan terus berkurang dengan sebab ketidaktahuan kita tentang Islam, Iman, Kufur, Syirik, dan dengan sebab banyaknya dosa dan maksiyat yang kita lakukan ! Bukankah Iman kita jauh lebih berharga daripada hidup ini ? Dari sekian banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, berusaha, bisnis, berdagang, kuliah dan lainnya, apakah tidak bisa kita sisihkan sepersepuluhnya untuk hal-hal yang dapat melindungi Iman kita ?

Saya tidaklah mengatakan bahwa setiap muslim harus menjadi ulama, membaca kitab-kitab yang tebal dan menghabiskan waktu sepuluh atau belasan tahun untuk usaha tersebut. Minimal setiap muslim harus bisa menyediakan waktunya satu jam saja setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam. Itulah waktu yang paling sedikit yang harus disediakan oleh setiap muslim, baik remaja, pemuda, orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap muslim harus memahami esensi ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman salafush shalih. Oleh karena itu ia harus tahu agama Islam dengan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia dapat mengamalkan Islam ini dengan benar. Tidak banyak waktu yang dituntut untuk memperoleh pengetahuan agama Islam. Bila Iman kita lebih berharga dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu 1 jam ( enam puluh menit ) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu 24 jam ( seribu empat ratus empat puluh menit).

Ilmu syar’i mempunyai keutamaan yang sangat besar dibandingkan dengan harta yang kita miliki. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu (wafat tahun 751 H) menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta.

D. Kemuliaan Ilmu atas Harta [3]

1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.

2. Ilmu itu menjaga yang empunya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.

3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.

4. Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedang ilmu justru bertambah dengan diajarkan.

5. Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan dengan hartanya, sedang ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.

6. Harta bisa didapatkan oleh siapa saja baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedang ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.

7. Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan dirinya dan kemuliaannya. Sedang harta, ia tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaannya dan keinginannya kepada harta adalah ketidaksempurnaan dirinya.

8. Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar semua ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar semua kesalahan.

9. Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah ta’ala dengan ilmunya dan akhlaknya, sedang orang kaya itu mengajak manusia ke neraka dengan harta dan sikapnya.

10. Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedang kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para malaikat dan kegembiraan mereka. Antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang mencolok.

E. Faktor Pembantu Dalam Menuntut Ilmu

Faktor pembantu dalam keberhasilan menuntut ilmu sangat banyak sekali, diantaranya:
1. Taqwa
2. Do’a
3. Konsistensi dan kontinyuitas dalam menuntut ilmu
4. Menghafal
5. Mulazamah ulama

F. Cara Tahshiel (Mendapatkan) Ilmu

Ada dua cara mendapatkan ilmu :
1. Dengan menelaah dan mangambil ilmu dari kitab-kitab yang terpercaya yang telah ditulis para ulama yang sudah dikenal aqidah dan amanahnya
2. Dengan menerima langsung dari guru yang terpercaya kelilmuan dan kesholehannya. Cara inilah yang paling cepat dan gampang dalam mengambil ilmu agama.
Demikianlah ringkasan makalah ini, mudah-mudahan bermanfaat.

Ust. Kholid Syamhudi, Lc
Artikel ustadzkholid.com

—————————————–
Catatan Kaki:
[1] Lihat Tafsir Taisirul Karimur Rahman Fi Tafsir Kalaamil Mannaan, oleh Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As Sa’di (wafat th. 1376 H) hlm. 295-296, Cet. Muasasah Ar Risalah th. 1417 H.
[2] Diriwayatkan pula dari beberapa sahabat seperti Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id Al-Khudri, Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhum dan imam-imam ahli hadits dengan sanad yang shahih. Lihat kitab Takhrij Musykilatul Faqr no. 86 oleh Syaikh Al Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani t Cet. IV Al Maktab Al Islami, th. 1414 H.
[3] Lihat Al Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu Min Durari Kalami, Syaikhul Islam Ibnu Qoyyim, tahqiq wa ta’liq Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari, Cet. I. Majmu’ atuttuhaf An Nafaais Ad Dauliyah, th. 1416 H.

SIAPA YANG AKAN MENYOLATKAN JENAZAHMU KELAK?

oleh Abu Abdurrahman pada 25 Februari 2010 jam 9:15
Saudaraku

Siapa yang akan menyolatkan jenazahmu kelak?

Apakah engkau sudah memilih orang-orang yang akan berdiri mengisi shaf-shaf di belakang jenazahmu, untuk menyolatkanmu?

Pertanyaan yang mungkin terdengar aneh dan membingungkan.

Apa mungkin kita memilih itu? Apakah kita pantas untuk memilih orang yang akan menyolatkan kita?

Jangan gusar saudaraku, sabar .. buka hatimu sebelum membuka mata dan telingamu!

Sudah menjadi kebiasaan, bahwasanya yang akan menyolatkan jenazahmu adalah orang-orang yang engkau cintai dan teman-temanmu, bukankah begitu?

Sekarang cobalah lihat orang-orang di sekelilingmu, lihatlah teman-teman dekatmu, siapa di antara mereka yang pantas untuk menyolatkanmu apakah si A atau si B, apakah dia memang pantas menyolatkanmu?

Saudaraku,

Janganlah menutup mata dari realita yang ada dan jangan sumbat telingamu dari nasehat yang berharga. Bisa jadi kenyataan yang ada memang pahit dan nasehat yang akan engkau dengar menyakitkan. Lapangkanlah dadamu semoga Allah Ta’ala memberkahimu.

Saudaraku, kita harus menelan pahitnya permasalahan ini. Karena itu lebih baik dari kita menelan akibatnya di hari kiamat, di mana tak mungkin lagi mengulangi kehidupan di dunia.

Saudaraku,

- Siapa yang akan memandikanmu?

- Siapa yang akan mengafankanmu?

- Siapa yang akan mengangkat kerandamu?

- Siapa yang akan menyolatkanmu?

- Siapa yang akan meletakkanmu di liang lahad?

- Siapa yang akan mendo’akanmu?

- Siapa yang akan berdiri di sisi kuburanmu, berdo’a untukmu agar Allah meneguhkanmu ketika malaikat menanyamu?

Jawablah saudaraku!

Siapa yang akan menangisimu?

- Apakah perokok itu?

- Ataukah orang yang tidak mau tunduk dan sholat kepada Robbnya ini?

- Ataukah orang yang meninggalkan puasa dan zakat ini?

- Ataukah orang yang membiarkan istri dan anak perempuannya bebas berkeliaran di jalanan dan tempat hiburan dengan penampilan yang buruk dan pakaian yang hampir telanjang? Orang yang rela dirinya menjadi seorang Dayyuts?

- Ataukah orang yang bergelimang maksiat dan dosa besar?

- Ataukah orang yang tidak memalingkan pandangannya dari wanita bukan mahrom, memandangnya seakan-akan menelanjanginya dengan matanya?

Saudaraku, siapa orang yang engkau inginkan menangisi kematianmu?

- Apakah temanmu yang mengajakmu ke tempat-tempat minuman keras, ataukah orang yang mengajakmu ke majlis-majlis ilmu?

- Atau orang yang kalau berbicara, tema pembicaraannya denganmu adalah berita-berita artis, bintang film, penari dan penyanyi, serta menyampaikan kepadamu berita-berita cabul dan keji, ataukah orang yang kalau berbicara kepadamu mengatakan,; Allah berfirman .. Rasulullah bersabda?

- Atau orang yang mengajakmu ke tempat hiburan, pantai, sinema dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi serta perlombaan-perlombaan ataukah yang mengajakmu ke taman-taman surga?

- Apakah orang yang mengajak atau bersamamu main domino, catur dan tenis ataukah orang yang membukakan untukmu lembaran-lembaran Mushaf Al Qur’an?

Saudaraku

Siapa teman dekat dan sahabat akrabmu? Kami bantu engkau untuk memilih sahabat atau teman yang akan menyolatkan jenazahmu esok.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama bersabda,

(( لاتصحب إلا مؤمناً ولا يأكل طعامك إلا تقي))

“Janganlah bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan janganlah memakan makananmu kecuali seorang yang bertakwa”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al Hakim, dihasankan oleh Al Albany, Shohih Al Jami’ no. 7341)

Beliau shollallahu ‘alaihi wasallama juga bersabda,

(( مثل الجليس الصالح والجليس السوء كمثل صاحب المسك وكير الحداد ، لايعدمك من صاحب المسك أن تشتريه أو تجد ريحه ، وكير الحداد يحرق بدنك أو ثوبك أو تجد منه ريحاً خبيثاً))

“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk itu laksana berteman dengan penjual minyak wanig dan pandai besi. Seorang penjual minyak wangi engkau bisa membeli darinya atau setidaknya mendapatkan aromanya. Sedangkan pandai besi akan membakar badanmu atau pakaianmu atau engkau mendapatkan darinya bau yang tidak sedap”. (HR. Bukhari)

Coba engkau renungkan buah dari persahabatan yang baik dengan orang yang baik di dunia sebelum manfaatnya di akhirat!

Rasul kita shollallahu ‘alaihi wasallama mengisahkan, ada tiga orang dari umat sebelum kalian yang melakukan perjalanan, sehingga mereka terpaksa bermalam di sebuah go’a, tatkala mereka telah memasukinya bebatuan dari atas gunung berjatuhan sehingga menutupi pintu gua. Mereka berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada yang akan menyelamatkan kalian dari gua ini kecuali setiap kalian berdo’a kepada Allah dengan amal sholehnya’.

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallama menyebutkan di dalam kisah tersebut, bahwasanya orang yang pertama berdo’a dengan amal sholehnya maka terbukalah sedikit pintu gua yang tertutup bebatuan yang longsor itu, akan tetapi mereka belum bisa keluar.

Dan yang kedua berdo’a dengan amal sholehnya, lalu batu yang menutup pintu goa bertambah terbuka namun mereka belum juga bisa keluar darinya.

Dan yang ketiga juga berdo’a dengan amal sholeh maka terbukalah pintu gua tersebut dan merekapun keluar. (kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari)

Perhatikan bagaimana persahabatan ini bermanfaat sehingga Allah Ta’ala mengeluarkan semuanya dengan selamat.

Bayangkan saudaraku,

Kalaulah salah seorang dari mereka tidak memiliki kesalehan, niscaya mereka tidak dapat keluar, bahkan bisa jadi semuanya mati, akibat siapa? Akibat maksiat yang seorang itu.

Rasululllah shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda,

(( مامن رجل مسلم يموت فيقوم على نجازته اربعون رجلاً لايشركون بالله شيئاًإلا شفعهم الله فيه ))

“Tidaklah seorang muslim wafat, lalu berdiri menyolatkan jenazahnya empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun melainkan Allah jadikan mereka sebagai syafa’at baginya”. (HR. Muslim)

Ini mencakup dua perkara :

Pertama : mereka menjadi syafaat baginya maksudnya tulus berdo’a untuknya memohonkan ampuntan untuknya.

Kedua : mereka adalah orang-orang yang beriman; akidah mereka bersih dari syirik kecil apalagi yang besar.

Saudaraku, kesempatan masih terbentang di hadapanmu.

Tidakkah engkau melihat jenazah dan orang-orang yang berjalan mengiringi di belakangnya, keadaan mereka sama seperti keadaan si mayit. Bukan itu kenyataan yang ada?

Bahkan engkau lihat, orang yang mengantar jenazahmu ini bisa jadi tidak ikut menyolatkanmu, akan tetapi ia menunggu di luar mesjid. Apabila orang selesai menyolatkanmu dia ikut mengangkatmu untuk memasukkanmu ke liang lahad. Bukankah ini realita yang memedihkan yang kita saksikan? Bahkan mungkin engkau sendiri tidak menyolatkan jenazah salah seorang temanmu yang engkau antar.

Mungkin engkau akan mengatakan, lantas apa yang harus aku lakukan? Apa jalan yang harus aku tempuh?

Simaklah kisah berikut ini, yang dikisahkan oleh Nabi kita shollallahu ‘alaihi wasallama, “Dahulu pada masa orang-orang sebelum kalian ada seseorang yang telah membunuh Sembilan puluh sembilah jiwa. Lalu ia bertanya siapa orang yang paling berilmu. Maka ditunjukanlah kepadanya seorang rahib. Ia pun pergi mendatanginya. Ia berkata kepada rabib tersebut, ‘Sesungguhnya aku telah membunuh Sembilan puluh Sembilan jiwa, apakah masih ada taubat untukku? Rahib berkata, ‘Tidak’. Maka ia membunuhnya, genaplah seratus orang dibunuhnya. Kemudian ia menanyakan lagi tentang orang yang paling berilmu (tempatnya bertanya). Ditunjukkanlah kepadanya seorang ‘alim (yang berilmu). Ia mendatanginya dan berkata, ‘Aku telah membunuh seratus orang, apakah masih ada taubat untukku? Ahli ilmu itu menjawab, ‘Ya, siapa yang akan menghalangi antara engkau dengan taubat?! Pergilah ke negeri ini dan ini, sesungguhnya di sana ada orang-orang yang mengibadati Allah, ibadatilah Allah bersama mereka jangan pulang ke kampungmu, sesungguhnya kampungmu itu tempat yang buruk’.

Berangkatlah ia sehingga di pertengahan jalan, Malaikat Maut mendatanginnya, maka malaikat rahmat dan malaikat azab saling berebut untuk membawa ruhnya. Malaikat rahmat berkata, ‘Ia datang kepada kami dengan bertaubat, menghadap Allah dengan hatinya’. Dan malaikat azab berkata, ‘Dia belum melakukan amal kebaikan sama sekalipun’. Maka Allah mengutus seorang malaikat kepada mereka. Dan memerintahkan kedua malaikat itu mengukur jarak antara ke dua tempat tersebut. Ketempat mana jaraknya yang terdekat denganya maka orang itu untuknya. Maka mereka mengukurnya, mereka mendapatkannya lebih dekat ke negeri yang ditujunya, maka malaikat rahmat membawanya”.

Dalam riwayat lain, “Maka Allah mewahyukan kepada bumi yang ditinggalkannya untuk menjauh dan bumi yang akan ditujunya untuk mendekat”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Baihaqy dan Ibnu Majah)

Saudaraku, inilah berkah keta’atan, berkah bersegera bertaubat.

Dari kisah ini kita petik pelajaran berharga, bahwasanya disukai bagi seorang yang bertaubat meninggalkan tempat-tempat dia dulu melakukan perbuatan dosa, dan teman-teman yang dulu membantunya berbuat maksiat, serta memutus persahabatan dengan mereka selama mereka tidak berobah masih bergelimang lumpur maksiat. Dan hendaklah ia menggantikan mereka dengan berteman dengan orang-orang yang baik dan sholeh, serta ahli ilmu dan ibadah, dan orang-orang yang bisa dijadikan teladan serta berteman dengan mereka mendatangkan manfaat dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala memrintahkan kita bertaubat dan kembali kepadaNya,

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأنهار ﴾ [اتحريم:8].

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nashuhah, mudah-mudahan Robb kamu mengampuni dosa-dosa kamu dan memasukkan kamu ke dalam surge-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.

Dari sekarang saudaraku, jangan tutup halaman ini kecuali engkau telah menutup lembahan-lembaran masa lalumu. Untuk membuka lembaran-lembaran baru yang putih bersih ..awal jalanmu menuju Allah, jalan menuju ridhoNya, jalan menuju Daarus Salam.

﴿ وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴾ [يونس : 25]

Artinya, “Dan Allah menyerumu kepada Daarus Salam dan menunjuki orang-orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus”.

Ya Allah, tunjukilah kami kepada jalanMu yang lurus, dan kumpulkanlah kami kelak di hari kiamat bersama para nabi, orang-orangh yang shiddiq, orang-orang yang mati syahir dan orang-orang yang sholeh, merekalah sebaik-sebaik teman, Allahumma Aamiin.
http://abuzubair.net/

Kunci KEBAHAGIAAN

oleh Abu Abdurrahman pada 25 Februari 2010 jam 9:25
Bismillaah, walhamdulillaah, wash sholaatu wassalaamu alaa rosuulillaah, wa alaa aalihii wa shohbihii wa man waalaah…

Menindak lanjuti anjuran Syeikh Abdur Rozzaq -hafizhohulloh- dalam tabligh akbarnya -(di Masjid Istiqlal 1 Shofar 1431 / 17 Januari 2010)- untuk menyebarkan uraian Ibnul Qoyyim tentang kunci kebahagiaan, maka pada kesempatan ini, kami berusaha menerjemahkannya untuk para pembaca, semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua…

SEBAB-SEBAB LAPANGNYA DADA

(1) Sebab utama lapangnya dada adalah: TAUHID.

Seperti apa kesempurnaan, kekuatan, dan bertambahnya tauhid seseorang, seperti itu pula kelapangan dadanya. Alloh ta’ala berfirman:

قال الله تعالى: {أَفَمَن شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِّنْ رَبِّه} [الزمر: 22].

Apakah orang yang dibukakan hatinya oleh Alloh untuk menerima Islam, yang oleh karenanya dia mendapat cahaya dari Tuhannya, (sama dengan orang yang hatinya membatu?!)

Alloh juga berfirman:

وقال تعالى: {فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلاَمِ، وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاءِ} [الأنعام: 125].

Barangsiapa dikehendaki Alloh mendapat hidayah, maka Dia akan membukakan hatinya untuk menerima Islam. Sedang barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, maka Dia akan jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit.

Maka, petunjuk dan tauhid adalah sebab utama lapangnya dada. Sebaliknya syirik dan kesesatan, adalah sebab utama sempit dan gundahnya dada.

(2) Diantara sebab lapangnya dada adalah: Cahaya yang ditanamkan Alloh ke dalam hati hamba-Nya, yakni CAHAYA IMAN.

Sungguh cahaya itu akan melapangkan dan meluaskan dada, serta membahagiakan hati. Apabila cahaya ini hilang dari hati seorang hamba, maka hati itu akan menjadi ciut dan gundah, sehingga menjadikannya berada dalam penjara yang paling sempit dan sulit.

At-Tirmidzi meriwayatkan dalam kitab Jami’nya, bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- bersabda: “Jika cahaya (iman) itu masuk ke dalam hati, maka ia akan menjadi luas dan lapang”. Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai Rosululloh, lalu apa tanda-tandanya?” Beliau menjawab: “(Tandanya adalah jika hatinya menginginkan) kembali ke rumah keabadian, menjauh dari rumah kepalsuan, dan bersiap-siap menghadapi kematian sebelum ia datang”.

Maka, seorang hamba akan mendapatkan kelapangan dadanya, sesuai bagiannya dari cahaya (iman) ini. Hal ini menyerupai cahaya dan kegelapan yang kasat mata, karena cahaya dapat melapangkan hati, sedang kegelapan bisa menciutkannya.

(3) Diantaranya lagi adalah: ILMU.

Ilmu akan melapangkan dada dan meluaskannya, hingga ia bisa menjadikannya lebih luas dari dunia. Sebaliknya kebodohan bisa menjadikan hati ciut, terkepung, dan terpenjara. Semakin luas ilmu seorang hamba, maka semakin lapang dan luas pula dadanya. Tentu, hal ini tidak berlaku untuk semua ilmu, akan tetapi hanya untuk ilmu yang diwariskan dari Rosul -shollallohu alaihi wasallam, yakni ilmu yang bermanfaat. Oleh karena itu, ahli ilmu menjadi orang yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling bagus akhlaknya, dan paling baik hidupnya.

(4) Diantaranya lagi adalah: Kembali kepada Alloh ta’ala, mencintai-Nya sepenuh hati, menghadap pada-Nya, dan mencari kenikmatan dalam mengibadahi-Nya. Karena, tidak ada sesuatu pun yang lebih mampu melapangkan dada seorang hamba melebihi itu semua, hingga kadang hati itu mengatakan: “Seandainya di dalam surga nanti, keadaanku seperti ini, maka sungguh itu berarti aku dalam kehidupan yang baik”.

Sungguh kecintaan itu memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam melapangkan dada, membaikkan jiwa, dan menikmatkan hati. Tidak ada yang tahu hal itu, kecuali orang yang pernah merasakannya. Dan ketika cinta itu semakin kuat dan hebat, maka saat itu pula dada menjadi semakin luas dan lapang.

Dan hati ini tidak akan menciut, kecuali saat melihat para pengangguran yang kosong dari hal ini. Sungguh melihat mereka hanya akan mengotorkan mata hati, dan berkumpul dengan mereka hanya akan membuat gerah jiwa.

Diantara sebab utama ciutnya dada adalah: Berpalingnya hati dari Alloh ta’ala, bergantungnya hati pada selain-Nya, lalainya hati dari mengingat-Nya, dan kecintaan hati pada selain-Nya.

Karena, barangsiapa mencintai sesuatu selain Alloh, niscaya ia akan disiksa dengannya, dan hatinya akan terpenjara oleh kecintaannya pada sesuatu tersebut.

Sehingga tiada orang di muka bumi ini, yang lebih sengsara, lebih penat, lebih buruk, dan lebih payah hidupnya melebihinya.

Maka, di sini ada dua cinta:

(a) Cinta yang merupakan: surga dunia, kebahagiaan jiwa, dan kelezatan hati. Cinta yang merupakan kenikmatan, santapan, dan obatnya ruh. Bahkan dialah kehidupan ruh dan sesuatu yang paling disenanginya. Dialah cinta kepada Alloh semata dengan sepenuh hati, dan tertariknya semua kesenangan, keinginan, dan kecintaan hati hanya kepada-Nya.

(b) Dan cinta yang merupakan: siksaan ruh, kegundahan jiwa, penjara hati, dan sempitnya dada. Dialah sebab sakit, susah, dan beratnya jiwa. Itulah kecintaan kepada selain Alloh subhanahu wa ta’ala.

(5) Diantara sebab-sebab lapangnya dada adalah: Melanggengkan dzikir (mengingat)-Nya di segala tempat dan masa. Karena, dzikir itu memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam melapangkan dada dan menikmatkan hati. Sebaliknya, lalai memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menciutkan, memenjarakan, dan menyiksa hati seorang hamba.

(6) Diantaranya lagi adalah: Membantu orang lain, dan memberikan manfaat kepada mereka, dengan apa yang ia mampui, dari hartanya, kedudukannya, badannya, dan berbagai macam kebaikan untuk orang lain.

Oleh karena itu, orang yang dermawan dan punya banyak jasa, adalah orang yang paling lapang dadanya, paling baik jiwanya, dan paling nikmat hatinya. Sedangkan si bakhil yang tidak punya jasa baik, adalah orang yang paling sempit dadanya, paling buruk hidupnya, dan paling banyak gundah gulananya.

Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah memberikan perumpamaan untuk si bakhil dan sang dermawan dalam sebuah hadits shohih (riwayat Muslim: 1021), yaitu: Seperti dua orang yang mempunyai baju perang dari besi. Setiap kali sang dermawan ingin bersedekah, baju besi itu menjadi tambah luas dan lebar, hingga ia menyeret bajunya dan menjadi panjang jejaknya. Sedangkan si bakhil, setiap kali ingin bersedekah, maka semua lingkaran rantai (yang menjadi penghubung rangkaian baju besi) itu menetapi tempatnya, dan tidak melebar hingga tidak cukup untuknya.

Maka, inilah perumpamaan lapang dan luasnya dada seorang mukmin yang dermawan, dan ini pula perumpamaan ciut dan sempitnya dada si bakhil.

(7) Dan diantaranya lagi adalah: Keberanian.

Makanya seorang pemberani adalah seorang yang lapang dadanya, serta luas jiwa dan hatinya.

Sedangkan pengecut, adalah seorang yang paling ciut dadanya, dan paling terbatas hatinya. Ia tidak memiliki kesenangan dan kebahagiaan. Ia juga tidak memiliki kenikmatan, kecuali kenikmatan yang dirasakan oleh hewan saja.

Adapun kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan, dan kesenangan jiwa, maka itu tidak akan diberikan kepada mereka yang pengecut, sebagaimana ia tidak diberikan kepada mereka yang bakhil, dan mereka yang berpaling dari Alloh subhanah, lalai dari mengingat-Nya, jahil dengan-Nya, dengan nama-namaNya, dengan sifat-sifatNya, dan dengan agama-Nya, serta hatinya tergantung dengan selain-Nya.

Sungguh kenikmatan dan kebahagiaan ini, akan menjadi taman dan surga di alam kubur nanti. Sebaliknya keciutan dan kesempitan hati mereka, akan menjadi siksaan dan penjara di alam kuburnya.

Maka, keadaan hamba di alam kubur nanti, itu seperti keadaan hati di dalam dada, baik dalam hal kenikmatan, siksaan, kebebasan, maupun terpenjaranya.

Dan bukan patokan, bila ada kelapangan hati bagi si ini, dan keciutan hati bagi si itu, karena adanya sesuatu yang datang. Karena ia akan hilang dengan hilangnya sesuatu yang datang itu. Akan tetapi yang menjadi patokan adalah sifat yang menancap di hati, yang dapat membuatnya lapang atau ciut. Itulah timbangannya… Wallohul musta’an.

(8) Diantaranya lagi -bahkan ini salah satu yang utama- adalah: Membersihkan hati dari kotoran, seperti sifat-sifat tercela yang menyebabkan hati menjadi ciut, tersiksa, dan menghalangi kesehatannya.

Karena, jika sebab-sebab lapangnya hati itu datang kepada seseorang, sedang ia belum mengeluarkan sifat-sifat tercela itu dari hatinya, maka ia tidak akan mendapatkan kelapangan hati yang berarti. Hasil akhirnya adalah adanya dua materi yang memenuhi hatinya, dan hatinya akan dikuasai oleh apa yang lebih banyak menempati hatinya.

(9) Dan diantaranya lagi adalah: Meninggalkan setiap yang berlebihan, baik dalam ucapan, penglihatan, pendengaran, pergaulan, makanan, ataupun tidur. Karena sikap berlebihan dalam ini semua, dapat menyebabkan hati menjadi sakit, gundah, resah, terkepung, terpenjara, ciut, dan tersiksa karenanya. Bahkan kebanyakan siksaam dunia dan akhirat, bersumber darinya.

Maka, laa ilaaha illallooh… betapa ciutnya dada orang yang menyimpan semua penyakit ini, betapa susah hidupnya, betapa buruk keadaannya, dan betapa terkepung hatinya…

Dan Laa ilaaha illallooh… betapa nikmatnya kehidupan seseorang yang dadanya menyimpan semua sifat yang terpuji itu, serta cita-citanya berputar dan mengitari semua sifat itu. Tentulah orang ini memiliki bagian yang agung dari firman Alloh ta’ala:

{إنَّ الأَبْرَارَ لَفِى نَعِيم} [الانفطار: 13]

Sesungguhnya orang yang baik amalannya, berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.

Adapun yang itu, mereka memiliki bagian yang besar dari firman-Nya:

{وإنَّ الفُجَّارَ لَفِى جَحِيمٍ} [الانفطار: 14]

Sesungguhnya orang-orang yang buruk amalannya, berada dalam neraka (yang penuh kesengsaraan)

Dan diantara keduanya ada banyak tingkatan yang berbeda-beda, tiada yang dapat menghitungnya, kecuali Alloh tabaaroka wa ta’aala.

Maksud kami (membawakan pembahasan ini adalah agar kita tahu): Bahwa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- adalah makhluk yang paling sempurna dalam semua sifat terpuji yang bisa menjadikan kelapangan dada, keluasan hati, qurrotu ain, dan kehidupan jiwa. Oleh karena itulah, beliau menjadi makhluk yang paling sempurna dalam kelapangan dada, kehidupan hati, dan qurrotu ain. Belum lagi keistimewaan beliau dalam kelapangan hidup yang bisa dilihat mata.

Dan makhluk yang paling sempurna dalam menirunya, dialah makhluk yang paling sempurna dalam kelapangan, kelezatan, dan qurrotu ainnya. Seperti apa seorang hamba dalam meniru beliau, maka seperti itu pula ia akan mendapatkan kelapangan dada, qurrotu ain, dan kelezatan jiwanya.

Maka, beliau -shollallohu alaihi wasallam- adalah orang yang menempati posisi puncak kesempurnaan dari kelapangan dada, kemuliaan nama, dan minimnya dosa. Dan bagi pengikutnya dalam semua itu, ada bagian yang sesuai dengan kadar pengikutannya kepada beliau… wallohul musta’an.

Dan demikian pula (dalam hal lainnya), bagi pengikut beliau, ada bagian dari perlindungan, penjagaan, pembelaan, pemuliaan, pertolongan Alloh untuk mereka, tergantung porsi peneladanan mereka terhadap beliau. Ada yang dapat bagian sedikit, ada juga yang dapat bagian banyak. Maka barangsiapa yang mendapati kebaikan pada dirinya, maka hendaklah ia memuji Alloh. Adapun yang mendapati selain itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya.

(Bagi yang ingin membaca naskah aslinya dalam bahasa arab, silahkan merujuknya ke kitab Zaadul Ma’aad, karya Ibnul Qoyyim, jilid 2, hal. 23)

http://addariny.wordpress.com/2010/02/07/kunci-kebahagiaan/#more-1552