Selasa, 28 Juni 2011

Kupotret Kesetiaan yang Menyurga"

Sore itu, dan sore-sore lainnya, terasa sejuk. Sinar mentari begitu mencerahkan. Angin berhembus kipaskan raga yang tadi siangnya tersengat mentari. Terlihat beberapa daun yang kuning menua berjatuhan.



Kawan, alihkanlah sejenak pandanganmu ke arah depan rumah kontrakan kami. Terlihat seorang lelaki yang merupakan tetangga dekat kami itu sedang berjalan. Engkau pasti bisa menebak bahwa ia begitu senang dan bahagia namun tidak riang layaknya anak-anak karena lelaki itu memang bukan anak-anak.



Kami, dan mungkin engkau pula, akan bisa menangkap bahwa di taman hatinya sedang bertandang musim semi yang menyemikan cinta, bukan cinta atau asmara picisan. Pada saat yang sama, sepertinya, bertandang pula musim gugur yang menggugurkan daun-daun kejenuhan dalam mengarungi derasnya arus kehidupan. Nampaknya, bertamu pula musim hujan, merintik-rintikan air yang menyuburkan rasa sayang.



Tak sendiri lelaki itu berjalan. Lihatlah sejenak kembali. Ia bersama seorang wanita. Ditemaninya wanita tua yang sedang duduk manis di atas kursi roda itu, seorang wanita yang duduk lumpuh melemas. Hanya bibir, lidah, mata dan bagian kepala secara umum yang mampu ciptakan gerakan.



Aduhai. Begitu kasihan wanita kita ini. Sedang ia jalani masa-masa di penghujung umurnya dengan penyakit lumpuh yang Allah takdirkan. Kami melihat tak ada keluh kesah. Namun begitu, kami bisa merasakan bahwa jauh dalam lubuh hatinya, ia membutuhkan perhatian dan sayang dari orang-orang tercinta. Ia butuhkan perhatian dari cucu-cucunya, do’a tulus dari anak-anaknya, dan tentu saja sejuta cinta dari kekasih hatinya.



Dan lelaki yang kami bicarakan tadi benar-benar telah menunjukkan kejantanannya sebagai laki-laki sejati. Dengan penuh kesungguhan jiwa dan raga, atas nama kesetiaan cinta, ia buktikan bahwa ia adalah sosok suami yang bisa dibanggakan.





Didorongnya kursi roda dengan penuh sayang sambil menuturkan kisah-kisah untuk menghibur wanita lumpuh itu. Dibawanya sang wanita menyusuri taman bunga sambil mengenang memori indah masa lalu. Dihadiahkannya senyum ikhlas teruntuk wanita yang merupakan nenek bagi cucu-cucunya.



Masya Allah, bahagianya sang wanita memiliki pangerannya.



Kami melihat bahwa ini adalah salah satu potret indah dari sebuah kesetiaan yang diperagakan anak adam. Ia begitu setia untuk selalu berbagi kasih dengan sang pujaan walau usia pernikahan telah lama terajut. Ada keengganan untuk berpaling cinta dan inilah salah satu kesetiaan sejati yang mengucurkan pahala.





>>Inilah Ungkapan Kami Tentang Kesetiaan



Tema kesetiaan inilah yang akan kami fokuskan pembicaraannya dalam catatan akhir pekan bagian keempat ini. Inilah sebuah tema yang harus direkam apik oleh setiap anak adam dalam ingatan mereka. Inilah sebuah tema yang harus selalu diperagakan dalam setiap episode kehidupan.



Untuk menambah perbendaharaan makna dari sebuah kosakata, ijinkan kami memberikan definisi tersendiri tentang arti sebuah kesetiaan.



Menurut hemat kami, kesetiaan adalah keengganan hati, lisan dan raga untuk berpaling. Berpaling dari apa? Tergantung sebuah kata yang disematkan setelah kata “kesetiaan”.



Ketika kami sebutkan kata “Kesetian Cinta”, misalnya, maka kami sedang memberikan definisi bahwa dalam kata tersebut ada keengganan hati, lisan dan raga untuk memalingkan cinta.



Kami merasakan bahwa kesetiaan adalah kata kerja bagi hati yang didominasi oleh keteguhannya, dan ragalah yang mengadegankan bukti dari kesetiaan itu.



Dalam sejarah kehidupan anak adam tentu saja tersimpan sejuta contoh-contoh kesetiaan yang tersemburat dari jernihnya telaga iman. Kami pun menemukan contoh tersebut dalam sebuah literatur yang kami miliki.





>>Dua Bocah yang Mengagumkan



Adalah dua anak kecil begitu mencintai seorang laki-laki. Ketika keduanya mendengar kabar kepastian bahwa lelaki yang mereka cintai itu dicela maka keduanya bertekad membunuh si pencela. Iya kawan, membunuh si pencela.

Anak kecil pertama berkata dengan penuh ketegasan dan jiwa kesatria:



”. . .demi Allah jika aku bertemu dengannya (si pencela), niscaya aku dan dia (si pencela) tidak akan berpisah sampai salah satu diantara kami terbunuh.”[1]



Anak kedua pun berkata demikian.



Keluarlah dua anak kecil itu dengan semangat yang berkobar. Keduanya benar-benar mencari si pencela untuk segera membunuhnya. Mereka bertanya kepada seorang yang mereka jumpai:



“Di mana lelaki (pencela) itu”



“Itu dia disana”



Dan Allah pun mentakdirkan keduanya berjumpa dengan si pencela.



Allahu akbar, Allahu akbar.



Segeralah pedang-pedang terhunus dan ketiganya larut dalam pertarungan, merekapun berhasil membunuh si pencela.



Subhanallah, alangkah berkualitasnya kesetiaan cinta yang tertancap dalam sanubari kedua anak itu. Kesetiaan cintanya mampu menghunus tajamnya pedang hingga mengalirkan darah di kancah peperangan.





>>Meneguk Manisnya Madu



Marilah meneguk manisnya madu yang tersarikan dari dua buah fragmen kisah yang kami sebutkan.



Begitu indahnya kesetiaan yang dicontohkan sang lelaki tua. Tentu saja ada kebahagian di hatinya, pula di hati sang istri. Dalam kisah pertama yang menginspirasi itu, keteguhan hati untuk tidak memalingkan diri dari sang kekasih inilah kami namakan sebagai sebuah kesetiaan. Dan raganya terhentak untuk membuktikan kesetiaan itu dengan ekspresi spesial yang ia pilih.



Kesetian adalah simbol sebuah cinta, bukti sebuah kasih, dan merupakan nada-nada indah yang menyahdukan hati. Begitu indah hari-hari penuh kesetiaan.



Dan kesetiaan inilah yang telah menjadi bukti cinta dua anak kecil dari kaum Anshar tadi. Keduanya bertaruh nyawa untuk membunuh Abu Jahl yang telah mencaci kekasih mereka yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Gelombang-gelombang cinta keduanya berkecamuk hebat setelah mendengar cacian dan makian itu. Kesetiaan cinta di hati keduanya kemudian mengirim sinyal-sinyal yang mampu menggerakkan mereka menuju medan laga.



Allahu akbar..



Allahu akbar..



Allahu akbar…



Keluarlah pedang dari sarungnya, seolah-olah tajamnya itu sedang haus darah. Benarlah kawan, terperciklah darah di medan peperangan. Dan, terenggutlah nyawa Abu Jahl saat itu. Begitu bergelora kesetiaan cinta yang mereka adegankan. Alangkah dahsyat kesetiaan cinta dua bocah itu. Pena kami pun bergetar menulisnya. Hati kami pun bergemuruh lalu mengkacakan hitam bola mata walaupun tak menderaskan tetesannya.



Keduanya telah mengabarkan kami dan anda bahwa kesetiaan cinta kepada Allah menjadikan pelakunya harus menyetiakan cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, celaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan celaan kepada Allah, dan bahwasanya cinta, benci dan marah hanyalah karena Allah bukan karena makhluk.





>>Kesetiaan Tertinggi



Kami mendapati bahwa kesetiaan tertinggi yang diperagakan anak adam adalah pengabdian mereka kepada agama Allah. Kesetiaan pada level ini merupakan pengabdian yang begitu agung. Apa yang kami sebutkan ini bukanlah sebuah pekerjaan biasa dan dan bukan pula sebagai kewajiban biasa.



Kami melihat bahwa kesetiaan yang terpolesi oleh rasa pengabdian terhadap agama tersebut merupakan tiang penting yang merupakan penyangga tegaknya agama Allah di bumi pertiwi. Inilah sebuah kesetian yang tidak boleh ditinggalkan.

Dan pemahaman seperti inilah yang tertanam dan tertancap kuat dalam sanubari pendahulu umat islam, As-Salaf As-Shalih, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari akidah mereka.





>>Kesetiaan yang Teruji



Tak hanya sekedar simbol sebuah cinta, kami melihat bahwa kesetiaan pula merupakan bukti sebuah cinta yang berkualitas. Kami tidak memasukkan kesetian cinta asmara picisan yang dilakoni muda-mudi pada bagian ini. Tentu engkau bisa mengetahui bahwa apa yang mereka lakoni itu menunjukkan rendahnya level cinta yang mereka dengungkan.





Kepadamu sahabat yang kami hormati.



Kesetiaan kepada agama Allah tak hanya rasa yang berinang di hati, ucapan-ucapan lisan atau terlakoni oleh raga namun membutuhkan uji kualitas sehingga benar-benar diketahui kadar sebuah kesetiaan itu.



Dengan uji kualitas kesetiaan tersebut, orang-orang besar mengukir sejarahnya, orang-orang shalih mendapat bagian pahala yang bercucuran, dan orang-orang mukmin mendapati kesalahannya terhapus.



“…senantiasa cobaan dan ujian menyertai seorang mukmin sampai-sampai ia berjalan di bumi tanpa membawa satupun kesalahan.”[2]



Demikian potongan kabar langit yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan terekam apik dalam kitab Shahih Bukhari.



Adalah para nabi dan Rasul yang begitu setia terhadap titah Rabb-Nya mendapat uji kesetiaan yang paling berat diantara makhluk Allah di muka bumi.



Lihatlah kesetiaan beberapa nabi yang leher dan badan mereka digergaji oleh kaumnya.



Lihatlah kesetian sang Khalilullah Ibrahim ‘alaihissalam yang menjadikannya terlempar dalam api.



Lihatlah kesetiaan Ismail ‘alaihissalam yang rela dibaringkan untuk disembelih sang ayah.



Lihatlah kesetiaan Ayyub ‘alaihissalam yang mempesona saat ditimpa penyakit bertahun-tahun.



Lihatlah kesetiaan Yusuf ‘alaihissalam yang melewati episode-episode penuh ujian.



Dengarlah olehmu do’a indah yang menunjukkan kesetiaan Abu Bakar ash-Shiddiq terhadap agama Allah sebelum nyawanya dicabut,



“matikanlah aku dalam keadaan muslim dan susulkanlah aku dengan orang-prang shalih.”[3]



Lihatlah tetesan darah yang terpercik di lembaran Al-qur’an sekaligus menjadi saksi kesetiaan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu saat terbunuh di rumahnya.



Ciumlah anyir darah para penghafal Al-qur’an yang gugur di medan perang.



Lihatlah kesetiaan para sahabat yang darahnya tumpah dan mengalir demi kesetiaan mereka membela agama Allah, pun leher mereka terpenggal karena sayatan pedang berkilau.



Lihatlah tubuh Imam Abu Hanifah yang nyawanya terenggut dalam penjara.



Tengoklah tubuh Imam Malik yang diikat lalu didera dan disiksa pedih. Saksikanlah tubuh Imam Syafi’i yang diikat dan dirantai.



Lihatlah tubuh Imam Ahmad yang amat keras dicambuk dan mengalirkan darah. Kesetiaan mereka benar-benar teruji dan nyawa-nyawa mereka pun menjadi taruhannya.





Sungguh benarlah jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat ditanya oleh Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu tentang siapa manusia yang terberat uji kualitas kesetiaannya.



Beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:



“Para nabi, lalu orang-orang shalih, kemudian orang-orang setelah mereka dan demikian seterusnya. Seseorang akan mendapat cobaan sesuai dengan kadar agamanya. Sekiranya agamanya begitu teguh, cobaannya akan ditambah. Namun jika agamanya lemah, cobaannya akan dikurangi…”[4]



Benarlah pula apa yang Allah abadikan dalam Al-qur’an bahwa uji kualitas kesetiaan merupakan tiket ke surga.



“Apakah anda mengira bahwa anda akan masuk Surga padahal belum datang kepada anda (cobaan) sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum anda?...”[5]



Masih pada ayat yang sama, Allah mengabarkan pula tentang mereka yang lebih dahulu diuji kualitas kesetiaannya yaitu diantara Rasul dan orang-orang beriman yang bersamanya.



“…mereka ditimpa malapetakka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)…”[6]





>>Hadiah Istimewa di Penghujung Setia



Kepadamu saudara dan saudari kami



Letih memang menghadapi ujian dunia dan isinya. Fitnah selalu menghantam karang keimanan. Kesetiaan kepada agama Allah selalu diuji maka kata sabar selalu menjadi kasur empuk untuk merebahkan jiwa.



Akan tiba masanya orang-orang yang menyetiakan diri di jalan keimanan mendapat hadiah yang tiada tara, sebuah hadiah istimewa yang merupakan puncak segala kenikmatan.



Berbahagialah engkau wahai saudara kami yang shalih nan bertauhid dan berakidah yang benar. . .



Berbahagialah engkau wahai saudari kami yang shalihah nan bertauhid dan berakidah yang benar. . .



Kita akan berjumpa dengan wajah Allah yang agung kelak di Surga. Itulah perjumpaan yang hakiki dan benar-benar merupakan puncak segala kenikmatan. Itulah perjumpaan yang membuat jiwa berdecak kagum karena begitu terpesona. Itu semuanya akan dihadiahkan bagi semua penduduk Surga yang dahulunya setia di jalan keimanan.



Kelak di Surga, wajah orang-orang yang beriman akan berseri-seri melihat Tuhan mereka.



“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”[7]



Sebagai penutup, kami kutip sebuah hadits yang merekam keadaan penduduk Surga saat merasakan nikmat dan sedapnya memandang wajah Allah. .



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



“jika penduduk Surga sudah masuk Surga dan penduduk Neraka sudah masuk Neraka, maka sang penyeru memanggil:



‘Wahai penduduk Surga! Sesungguhnya Allah mempunyai janji kepada kalian yang sekarang hendak Dia penuhi’.



Para penghuni Surga menjawab:



‘Apakah itu?



Bukankah Dia sudah memberatkan timbangan amal kami?



Memberi sinar putih pada wajah kami?



Memasukkan kami dalam Surga dan mengeluarkan kami dari Neraka’.”



Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:



“Maka hijab disingkap, mereka pun memandang-Nya. Demi Allah! Tidaklah Allah memberikan sesuatu kepada mereka yang paling mereka sukai dan paling menyedapkan pandangan mata mereka daripada memandang-Nya.”[8]



*****



Sahabat, mata kami sudah melelah. Raga begitu letih. Sepertinya sudah bisa terlelap. Semoga saja terhadiahkan pijitan bidadari kelak di Surga.



Sampai berjumpa di esok hari yang cerah.

Wallahu a’lam. Subhanaka Allahumma wa bihamdika asyhadu alla ila ha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika.



Penulis: Abdullah Akiera Van As-samawiey



Editor: Al-akh Al-fadhil Johan Saputra Halim



Selesai ditulis saat malam terpolesi kemuning purnama di pertengahan Safar 1432 H (Januari 2011 M). Mataram, Lombok, Pulau Seribu Masjid.



________

Endnotes:



[1] Lihat kisah ini dalam kitab Shuwarun min Hayatisy Syabaab fii Shadril Islam karya Dr. Sulaiman bin Qasim Al-‘ied



[2] HR. Bukhari. Kami kutip dari kitab al-Khutuwatu ilas Sa’adah karya Dr. Abdul Muhsin Muhammad Al-Qasim



[3] Do’a kutipan dari kitab Al-khulafa’ur Rasul karya Amru Khalid pada bab kisah Abu Bakar Ash-shiddiq radiyallahu ‘anhu.



[4] HR Bukhari. Kami kutip dari kitab al-Khutuwatu ilas Sa’adah karya Dr. Abdul Muhsin Muhammad Al-Qasim



[5] QS Al-Baqarah: 214



[6] QS Al-Baqarah: 214



[7] QS. al-Qiyamah: 22-23



[8] HR an-Nasa’I no. 11234. At-Thahawi menegaskan bahwa memandang Allah adalah haq (benar adanya) bagi para penduduk Surga. Lihat keterangan ini dalam kitab Jinaan Al-Khuld Na ‘Iimuha Wa Qushuuruha Wa Huuruha karya Syaikh Mahir Ahmad

Mahligai Amalku yang Ternoda

Di dunia maya, apalagi di status Facebook tak sedikit saudara-saudara kita yang memilih sebuah keputusan yaitu mengabarkan kepada penduduk dunia maya tentang ibadah yang telah mereka lakukan. Kami dapati mereka meng-updates statusnya dengan redaksi yang beragam.

“hmmm. Buka puasa dimana ya?”

“Alhamdulillah udah bisa tahajjud lagi sambil menangis.”

“Lagi macet di jalan. Telat deh buka puasa.”

“Sedang nyari al-Qur’an di lemari. Mau baca Al-Baqarah ntar tengah malam. Wkwkwk.”

Begitu mudahnya sebuah amal ibadah digembor-gembor, dipublikasikan, dipamerkan, diperlihatkan, diperdengarkan, de-el-el. Pujiankah yang hendak mereka raih?

Sungguh benarlah apa yang dikatakan oleh Ibnul Jauzy:

“Alangkah sedikitnya orang yang beramal ikhlas karena Allah, sebab kebanyakan manusia begitu senang menampakkan ibadahnya.”[3]

Begitu pula apa yang dikatakan Abu Ishaq al-Fazari:

“Sesungguhnya ada di antara manusia orang yang menyukai pujian kepada dirinya padahal dirinya tidak lebih berharga di sisi Allah daripada sehelai sayap nyamuk.”[4]


>>Ketika Ibadah Sebagai Jembatan Menuju Ketenaran

Sekiranya yang diinginkan adalah “like” atau ancungan jempol, nama baik, ketenaran, dan sejenisnya maka inilah musibah itu: “Mencari nilai duniawi dengan sebuah ibadah.”

Janganlah ibadah dan agama dipertaruhkan demi sekerat duniawi, apalagi hanya dengan mengharap “like” sebagai ancungan jempol. Siapa yang membarter amalan akhirat untuk secuil saja kepentingan pribadi dan dunia maka tentulah siksa akan bermunculan.

***

selengkapnya di http://www.facebook.com/notes/abdullah-akiera-van-as-samawiey/mahligai-amalku-yang-ternoda-catatan-akhir-pekan-part-8/208465355863478

Senin, 27 Juni 2011

Mawarku Tak Merekah. .

terlalu sering terdengar atau terbaca bahwa para wanita, seperti yang disebutkan salah satu hadits, amat mendominasi penduduk neraka. Sayangnya, dengan hadits itu, tak banyak diantara mereka yang benar-benar merasa tercambuk. Amal shalih hanya menjadi buah bibir dan penghias lisan namun tak terhentak anggota badan tuk memperagakannya. Apalagi ilmu yang menjadi titian ke surga itu tak pula mereka buru..

kami titipkan salam untuk para wanita agar mereka mempercantik diri dengan kemuliaan islam dan merias diri dengan ilmu sehingga berbahagialah mereka arungi hari-hari di akhir zaman ini. Sudah selayaknya mereka menambah kapasitas keilmuan yang mendekatkan mereka kepada Rabb Yang Maha Agung yaitu dengan mempelajari tauhid dan aqidah yang shahih, mempelajari hukum dan adab-adab yang berhubungan dengan kewanitaan, bahkan mempelajari keterampilan-keterampilan yang bersifat keduniaan.

Pula, kami berharap mereka benar-benar membalut diri dengan rasa malu yang mulai terkikis fitnah-fitnah zaman. Sungguh rasa malu merupakan salah satu kemuliaan. Kelak ataupun saat ini, kami yakin, predikat “wanita paling bahagia di dunia” akan benar-benar mereka raih.

Selengkapnya di http://www.facebook.com/notes/sejuta-pesona-lombok/mawar-mawarku-di-hari-esok-/232970546721958

Minggu, 19 Juni 2011

Wajibnya Menjauhi Kekacauan

Wajibnya Menjauhi Kekacauan

Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda tentang tanda-tanda kiamat:
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ قَالُوا وَمَا الْهَرْجُ قَالَ الْقَتْلُ
“Zaman (waktu) semakin dekat (pendek), ilmu (agama) dicabut, banyaknya fitnah (kekacauan), kekikiran merajalela, dan banyak terjadi al-harj.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al-harj?” Beliau menjawab, “Pembunuhan.” (HR. Al-Bukhari no. 7061 dan Muslim no. 4827)
Dari Zubair bin ‘Adi dia berkata: Kami pernah mendatangi Anas bin Malik radhiallahu anhu untuk mengutarakan kepadanya keluh kesah kami tentang ulah para jamaah haji. Maka dia menjawab:
اصْبِرُوا فَإِنَّهُ لَا يَأْتِي عَلَيْكُمْ زَمَانٌ إِلَّا الَّذِي بَعْدَهُ شَرٌّ مِنْهُ حَتَّى تَلْقَوْا رَبَّكُمْ سَمِعْتُهُ مِنْ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Bersabarlah kalian, sebab tidaklah kalian berada pada suatu zaman melainkan zaman setelahnya lebih buruk daripadanya, sampai kalian menjumpai Rabb kalian. Aku mendengar hal ini dari Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Al-Bukhari no. 7068)
Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu anhuma berkata:
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Orang-orang biasa bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kebaikan sementara aku biasa bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu. Maka aku bertanya, “Wahai Rasulullah, dahulu kami dalam masa jahiliah dan keburukan, lantas Allah datang dengan membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan lagi?” Nabi menjawab, “Ya.” Saya bertanya, “Apakah sesudah keburukan itu akan ada kebaikan lagi?” Beliau menjawab, “Ya, tapi ketika itu sudah ada kabut.” Saya bertanya, “Apa yang anda maksud dengan kabut itu?” Beliau menjawab, “Adanya sebuah kaum yang memberikan petunjuk dengan selain petunjuk yang aku bawa. Engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya.” Saya bertanya, “Adakah setelah kebaikan itu akan ada keburukan lagi?” Nabi menjawab, “Ya, yaitu adanya dai-dai yang menyeru menuju pintu jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka, niscaya mereka akan menghempaskan orang itu ke dalam jahannam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!” Nabi menjawab, “Mereka memiliki kulit seperti kulit kita, juga berbicara dengan bahasa kita.” Saya bertanya, “Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu?” Nabi menjawab, “Hendaklah kamu selalu bersama jamaah kaum muslimin dan imam (pemimpin) mereka!” Aku bertanya, “Kalau pada waktu itu tidak ada jamaah kaum muslimin dan imam bagaimana?” Nabi menjawab, “Hendaklah kamu jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kamu menggigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu dalam keadaan kamu tetap seperti itu.” (HR. Al-Bukhari no. 7084 dan Muslim no. 1847)

Penjelasan ringkas:
Di akhir zaman akan banyak sekali terjadi fitnah dan kekacauan dengan semua bentuknya, dan kekacauan ini tidak akan berkurang karena semakin bertambah zaman maka akan semakin bertambah kejelekan dan kejelekan. Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa akan banyak manusia yang menjadi korban dari fitnah dan kekacauan ini, baik yang menjadi korban adalah jasadnya maupun agamanya. Dan beliau shallallahu alaihi wasallam juga telah mengabarkan bahwa sebab timbulnya kekacauan ini adalah karena ilmu agama telah berkurang, kekikiran merajalela, pembunuhan yang sudah dianggap biasa, dan adanya dai-dai sesat yang menyeru kepada kebinasaan dengan mengatasnamakan Islam dan rakyat kaum muslimin.

Karena hal ini (bertambah banyaknya kekacauan) sudah menjadi ketetapan Allah dan takdir umat ini, maka apapun yang mereka lakukan maka itu tidak akan bisa menghilangkan fitnah dan kekacauan ini secara menyeluruh. Akan tetapi adalah bagaimana mengusahakan diri sendiri untuk menjauh dan tidak mendekati fitnah dan kekacauan tersebut serta meminimalisir kerusakan tersebut dari sekitarnya. Untuk itu, Nabi shallallahu alaihi wasallam telah menuntunkan untuk selalu komitmen dengan sunnah beliau shallallahu alaihi wasallam, tidak ikut-ikut dalam fitnah dan kekacauan tersebut, tetap berada di bawah ketataan kepada penguasa dan bersatu dengan rakyat kaum muslimin di negerinya, mengusahakan terjadinya perdamaian dan perbaikan semampunya, bersabar, dan tentunya meminta kekokohan dari Allah Ta’ala dari goncangan fitnah yang ada.

NASEHAT

Bismillah

Wahai saudara saudariku yang sangat aku cintai karena Allah Azza wa Jalla, yang semoga Allah merahmati dan meridhai kita.

Marilah kita kita tingkatkan taqwa kita kepada Allah, salah satunya dengan sungguh-sungguh dan semangat dalam menuntut ilmu. Janganlah sungguh-sungguh dan semangat dalam mencari harta, akan tetapi sungguh-sungguh dan semangatlah dalam mencari ilmu.

Ingatlah saudara saudariku, mencari ilmu lebih mulia daripada mencari harta. Kita mencari ilmu, ilmu itulah yang akan menjaga kita, dan lihatlah apakah dengan kita membagi-bagikan ilmu, ilmu tersebut akan berkurang? Justru dengan kita membagi-bagikan ilmu, maka ilmu itu akan semakin bertambah. Dan sebaliknya apabila kita mencari harta, harta itulah yang akan kita jaga, dan lihatlah apabila kita membagi-bagi harta, maka harta tersebut akan berkurang.

Lirikkanlah mata kita sejenak pada sabda Rasulullah:

“Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya untuk para penuntut ilmu karena mereka ridha atas apa yang ia lakukan. Orang yang berilmu akan dido’akan untuknya oleh yang ada di langit maupun yang ada di bumi sampai ikan yang ada di dalam lautan. Keutamaan orang yang berilmu dengan orang yang beribadah adalah seperti keutamaan bulan dengan seluruh bintang. Para ulama’ adalah pewaris nabi, dan nabi tidak pernah mewariskan dinar maupun dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, ia telah mendapatkan bagian yang sangat besar.”

(Diriwayatkan Abu Dawud 3641, At Tirmidzi 3682, Ibnu Majah 223, Ibnu Hibban 88, Ahmad 5/196, Al Baghawi dalam Kitab Syarh As Sunnah 1/275-276, Ibnu Abdul Baar dalam Kitab Jami’ Bayan Al ‘Ilmi wa Fadhlih 1/36-37, Ath Thahawi dalam Kitab Musykil Al Atsaar 1/429, dalam Kitab Al Iman 25 & 115, serta dalam Shahih Al Jami’ 6297)

Wahai saudara saudariku, lihatlah, dengan kita menempuh suatu jalan untuk mununtut ilmu, dengan ikhlas hanya mengharap ridha Allah, maka Allah akan mudahkan jalan kita untuk menuju surga. Bagaimana tidak senang, apabila seseorang dimudahkan jalannya menuju surga, yang jalan menuju surga begitu banyak rintangannya, begitu banyak setan-setan menggoda, dan tidak sedikit teman-teman kita yang terlena.

Wahai saudara saudariku, lihatlah, dengan kita menuntut ilmu, para malaikat-malaikat akan menjaga kita dengan sayapnya, dengan kita mendatangi taman-taman surga yaitu majelis-majelis ilmu.

Wahai saudara saudariku, lihatlah, dengan kita menuntut ilmu, kita akan dido’akan ampunan oleh semua makhluk Allah, sampai-sampai ikan yang ada di lautan. Baru makhluk Allah ikan-ikan yang ada di lautan begitu sangat banyak sekali, sampai kita tidak bisa menghitungnya, mereka memohonkan ampunan untuk para penuntut ilmu. Terus bagaimana dengan makhluk Allah yang ada di muka bumi dan juga di langit? MasyaAllah, nikmat yang sangat agung.

Wahai saudara saudariku, lihatlah, keutamaan pencari ilmu tidak hanya lebih mulai dari pencari harta, akan tetapi juga lebih mulia daripada ahli ibadah. Rasulullah menjelaskan penuntut ilmu layaknya seperti bulan yang sinarnya bisa menyinari yang lain dan bermanfaat bagi yang lain. Dan ahli ibadah layaknya seperti bintang yang sinarnya tidak bisa menyinari yang lain.

Wahai saudara saudariku, lihatlah, bahwa para ulama’ adalah pewaris nabi, maka tidak selayaknya kita mencela para ulama’. Di dalam Al Qur’an Allah begitu memuji para ulama’. salah satunya dalam surah Fathir ayat 8, yaitu hamba Allah yang apaling takut kepada Allah adalah para ulama'. dan ini tidak lain karena keilmuan para ulama'. dan juga dalam surah an Nahl ayat 43, yaitu "maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ahlu dzikr/ ulama') jika kamu tidak mengetahui,"


Wahai saudara saudariku, lihatlah, para nabi tidak pernah mewariskan harta seperti dinar maupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Nabi yang paling kaya adalah Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, Nabi Dawud adalah bapaknya Nabi Sulaiman. Apakah kita dapati sekarang ini, kalau mereka mewariskan harta? Apakah sekarang kita jumpai harta mereka? Sungguh tidak. Mereka Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman tidaklah mewariskan harta akan tetapi mewariskan ilmu. Sungguh Allah telah menenggelamkan harta Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman di negeri Palestina. Dan orang-orang yahudi meyakini bahwa harta tersebut sampai sekarang ini masih tertimbun di bumi Palestina, maka dengan segala cara mereka ingin menguasai Palestina, padahal atas kehendak Allah, mereka tidak akan pernah menemukannya karena Allah telah melenyapkan harta tersebut.

Wahai saudara saudariku, maka dari itu marilah kita ambil warisan nabi yang begitu besar itu, yaitu ilmu. Dengan kita menuntut ilmu, Allah akan meninggikan derajat kita. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Mujadillah ayat 11.yaitu "Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat"

Renungkan juga sabda Rasulullah:

“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan untuknya, Allah akan jadikan ia faham akan agama. Aku hanyalah penyampai dan Allah yang memberinya. Umat ini akan senantiasa lurus hingga hari Kiamat atau hingga datangnya perintah Allah.”

(Diriwayatkan Al Bukhari dalam Kitab Al ‘Ilm 71, dalam Kitab Al Itisham 7312, serta dalam Kitab Al Khumus 3116, dan Muslim dalam Kitab Zakat 2387-2389)

Pahamilah, bagaimana Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang dengan tidak dilimpahkan harta untuknya, tidak dibukakan pintu dunia selebar-lebarnya untuknya, akan tetapi dengan dimudahkan untuknya dalam memahami agama.

Untuk yang terakhir, dan agar kita juga mengenal para Salafush Shalih, renungkan sejenak atsar-atsar para Salafush shalih yang dapat memberikan motivasi pada diri-diri kita.

Ibnu Syadzab:
“Salah satu nikmat Allah atas diri seorang pemuda adalah bila seseorang penjaga sunnah menjadikannya saudara dan membimbingnya menuju sunnah tersebut.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah, dalam kitab Al Ibanah 43.)

Amru bin Qais Al Mala’i:
“Jika anda melihat seorang pemuda di awal pertumbuhannya bersama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka silahkan Anda menautkan harapan. Namun, bila Anda melihatnya bersama ahli bid’ah, maka pesimislah. Sebab, pemuda itu ditentukan oleh amal pertumbuhannya.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah, dalam kitab Al Ibanah 44.)

Amru bin Qais Al Mala’i:
“Seorang pemuda itu terus berkembang. Bila ia lebih mengutamakan untuk bergaul dengan ahli ilmu, maka hampi-hampir ia akan selalu lurus. Namun, bila ia berpaling kepada golongan yang lain, maka ia akan menyimpang.”
)Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah, dalam kitab Al Ibanah 45.)

Allahu a’lam bish Shawab.

Apabila ada kesalahan mohon nasehatnya, dengan anda memberi nasehat, maka itu adalah bukti bahwa anda tidak rela kalau saudaramu ini, yang masih sangat lapar dan haus sekali akan nikmat dan segarnya ilmu, masuk ke jurang kesesatan.

Jazakumullahu khairan kastiran wa barakallahu fiikum.

Semoga bermanfaat.

Dan Bermekarlah Kuncup-kuncup Bunga Keimanan

Kapankah datang musim semi yang menghadiahkan pucuk-pucuk keimanan bagi dahan jiwa

Kapankah bertandang musim hujan yang menunaskan rumput-rumput ketakwaan?

Tenanglah sahabat. Kepadamu, dari sudut beranda kalbu, kami bisikkan semilir untaian kata bahwa hanya karena Alloh lah kami mencintaimu. Sehingga tak pelak kami goreskan tinta ini untuk kami dan untukmu.

Pun kiranya tak perlu banyak kata untuk membuatmu menjauhi tulisan ini, dan tak perlu pula sajak bintang berirama indah untuk membuatmu punah dari gundah. Tapi di tulisan ini, kami berharap ada banyak rasa yang akan membuatmu jadi permatanya.

Maka tetaplah disini. Buka mata dan hati. Tersenyumlah, karena senyummu adalah begitu indah sejukkan hati.

***

selengkapnya di http://www.facebook.com/notes/abdullah-akiera-van-as-samawiey/dan-bermekarlah-kuncup-kuncup-bunga-keimanan/190319841011363

Semerbak Mawar Padang Pasir

Sebuah kisah apik yang membulirkan air mata, mengundang kagum dari dua insan yg merupakan lambang kemuliaan. Cobalah sejenak menelusuri kalimat-kalimatnya, insya Allah akan ada letupan2 yg mengejutkan. . .

***

"..wanita ini adalah wanita pendamba surga. Kami dapati bahwa dia adalah wanita yang menenangkan hati sang kekasih. Dia temani belahan jiwanya dalam suka, bahagia,duka dan nestapa. Kami saksikan pula bahwa dialah wanita bijaksana nan cerdik. Pula, ia adalah keturunan bangsawan kaya dan menjadi incaran banyak lelaki.

Seperti wanita umumnya, kami dapati bahwa ia amat merindukan seorang sosok yang akan menjadi teman hidupnya. Ia membutuhkan sosok yang akan menemaninya mengarungi bahtera kehidupan. Berjumpalah wanita ini dengan lelaki dengan kepribadian yang diidam-idamkan wanita. Lelaki yang ia temui begitu agung lagi berakhlak mempesona. Lelaki tersebut tidak seperti laki-laki yang ia temui pada kaumnya. Lelaki itu begitu menenangkan kala dipandang dan tutur katanya jujur dan menarik perhatian. Berwibawa dan menjaga harga diri.

Berkecamuklah rasa di dada. Tersemburatlah gelora asmara. Langit-langit hati sang wanita tengah menghujankan bibit-bibit cinta. Sebuah rasa yang tak diundang dan tak ingin berlalu begitu saja..."

***

selengkapnya di http://www.facebook.com/notes/abdullah-akiera-van-as-samawiey/semerbak-mawar-padang-pasir/201753399868007

Dibalik Suami yang Sholeh, Ada Disampingnya Istri yang Hebat.

Istri yang sabar, istri yang sholehah, istri yang kuat, istri yang patuh, istri yang pengertian, istri yang selalu sanggup menjadi sandaran dan penyokong tiang-tiang yang rapuh dari suaminya..

Jika kita tidak mengejar apa yg kita inginkan, kita tidak akan pernah memilikinya. Jika kita tidak melangkah maju serta berubah, maka kita akan selalu berada di tempat yang sama. Semangat bisa diciptakan pada diri kita sendiri tumbuh seperti api yang tak terpadamkan kecuali dengan ke ragu-raguan dan tidak yakin pada diri sendiri.

Kalau kita mau menyadari, ternyata kita hanya menjalani sisa umur yg diberikan Allah kepada kita. bukankah kita tidak tahu kapan ajal akan datang, sedangkan ajal pasti datang? Tapi kenapa kita masih tergoda dunia, sedang akhirat yang kekal abadi kita lupakan ?

Jikalau kita mencinta janganlah sampai kita merasa memiliki karena apabila yang kita cintai tiada, maka kita akan merasa kehilangan yang teramat sangat.. Ikhlaskanlah segalanya pada Allah dan yakin akan janjinya.. Apapun yang diberikan pada kita itulah yg terbaik untuk kita.

Sungguh luar biasa wanita sholehah.. Wanita butuh dilindungi bukan karena ia rapuh tapi karena ada kekuatan di balik raganya yang lemah. Betapa ia dikaruniai kekuatan saat anaknya terlahir melalui rahimnya. Betapa dengan tangisnya mampu membuat orang tergerak tuk melakukan apa yang diinginkannya. Dan dengan kedua tangannya, ia mampu mengubah dunia lewat anak-anak yang dididiknya. Subhaanalloh..

Dari Abu Huroiroh dari Rasululloh bersabda : "Berwasiatlah kalian yang baik kepada kaum wanita, karena mereka tercipta dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, maka kalau engkau meluruskannya berarti engkau mematahkannya, namun jika engkau membiarkannya maka dia akan selamanya bengkok, oleh karena itu berwasiatlah yang baik kepada wanita.” (HR. Bukhori 5168, Muslim : 1468)

Senin, 13 Juni 2011

Tanda Cinta Dari Sang Terkasih

Setiap pasangan suami istri mendambakan keluarga yang bahagia dan harmonis meskipun masalah dalam rumah tangga tak dipungkiri keberadaannya. Namun adanya komunikasi yang baik antara suami istri dapat memperkecil bahkan meniadakan dampak dari masalah tersebut. Baik pencetus masalahnya dari suami, istri maupun dari luar, insyaallaah masalah akan dapat teratasi dengan adanya keterbukaan satu sama lain.

Bukan bermaksud menjelek-jelekkan pasangan atau menampakkan kekurangan pasangan, namun keterbukaan tersebut bermaksud untuk mencari sebuah solusi. Jika ada yang berpendapat diam lebih baik karenatakutakan menyakiti atau membuat malu pasangan apabila dia bersikap terbuka maka ada baiknya dia melihat pertimbangan lain. Jika memang masalah tersebut bisa teratasi dengan diam, maka tak masalah untuk tidak dikomunikasikan. Namun jika dengan komunikasi akan lebih memberi dampak positif, maka berkomunikasilah karena bersikap terbuka bisa dilakukan dengan cara yang halus tanpa kesan menjelekan atau menyakiti. Cobalah untuk mulai berbicara dengan kata-kata yang lembut. Bisa langsung dengan lisan maupun tulisan. Jika pasangan kita memang ada kekeliruan maka hal itu bisa mengingatkannya dan bahkan bisa membuatnya berubah lebih baik.

Sebagaimana tulisan di bawah ini yang menyajikan sebuah diary seorang suami yang ditujukan kepada istri tercintanya. Tentulah tulisan tersebut dibuat karena rasa cintanya yang diwujudkan dalam bentuk perhatian berupa teguran halus terhadap sang istri. Tujuannya adalahmenginginkan istrinya lebih baik agar tidak merugi di dunia maupun di akhirat.

Telah diketahui bahwa ketika seorang suami mencintai istrinya, ia akan berusaha membuktikannya dengan memberikan sesuatu sebagai tanda cinta. Tanda cinta tersebut tidak hanya akan terwujud dalam bentuk hadiah yang berupa perhiasan atau barang-barang mewah saja, akan tetapi juga terwujud salah satunya dalam bentuk perhatian kepadanya, baik perhatian tentang kesehatannya, keadaannya hingga akhlaknya. Dan tanda cinta berbentuk perhatian inilah yang berpengaruh sangat besar dalam keharmonisan dalam rumah tangga. Mengapa? karena ia begitu special, tidak bisa dibeli ditoko manapun, dan dicari di bursa online manapun, meskipun orang tersebut sangat kaya. Maka berbahagialah wanita yang mendapat perhatian tersebut. Sebagaimana bahagianya sang istri yang telah mendapat tulisan dibawah ini dari sang terkasih.

Semoga dari diary ini bisa direnungi dan diambil hikmahnya, khususnya bagi kaum wanita agar bisa menambah ladang amal dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

DIARY SEORANG SUAMI YANG BERISI TEGURAN HALUS KEPADA ISTRINYA

Istriku tercinta, aku menulis catatan ini sebagai bukti cintaku kepadamu dan keridhaanku menerimamu sebagai istri, aku telah menambatkan cintaku untukmu. Dalam hatiku berkata, inilah wanita yang bisa menjadi ibu anak-anakku dan cocok menjadi istriku. Inilah mawaddah dan sakinah, inilah raihanah rumahku. Aku bimbing tanganmu bersama-sama mengarungi samudera dengan bahtera rumahtangga, menuju ke pantai yang penuh kedamaian di sisi Ar Rabb Ar Rahman.

Akan tetapi tiba-tiba datang topan badai menghalangi jalan kita, angin bertiup kencang. Kalau kita berdua tidak segera sadar niscaya kita akan kehilangan kendali bahtera dan kita akan tersesat arah. Aku berkata dalam hati: tidak! Aku tidak akan membiarkan bahtera ini karam. Maka aku pegang penaku dan aku buka lembaran kertasku. Lalu aku tulis teguran halus ini dari seorang kekasih kepada kekasihnya.

* Istriku tercinta tidakkah engkau ingat pada awal pernikahan kita dahulu engkau adalah lambang kecantikan, kemudian aku tidak mengerti mengapa penampilanmu sampai pada taraf demikian parah, awut-awutan dan tak enak dilihat. Apakah engkau lupa bahwa termasuk salah satu sifat wanita shalihah apabila suaminya memandang kepadanya niscaya akan membuat senang.
* Sayangku, tidakkah engkau ingat, berulang kali engkau mengungkit-ungkit jasamu kepadaku, menyebut-nyebut kewajiban-kewajiban rumahtangga yang telah engkau lakukan untukku, pelayanan yang telah engkau berikan kepada tamu-tamuku dan dalam melayani kebutuhanku, apakah engkau lupa firman Allah subhanahu wa ta’alla

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Qs Al Baqarah: 264)
* Tidakkah engkau ingat wahai kekasihku, berapa kali kita telah saling berjanji pada saat-saat pernikahan bahwa kita akan saling bahu membahu dalam ketaatan, mengemban dakwah kepada agama Allah, berikrar bahwa kita akan fokus kepada masalah ummat islam dan mendidik anak-anak kita dengan pendidikan islami, tetapi relitanya kita sibuk mengikuti perkembangan mode, hanyut mengikuti cerita-cerita, kisah-kisah, pernak-pernik dan mengejar harta darimanapun sumbernya.
* Sayangku, tidakkah engkau ingat seringnya engkau menggerutu, tidak qana’ah (puas) menerima rejeki yang telah Allah berikan kepada kita. Haruskah aku menjalani usaha yang haram demi mewujudkan keinginanmu? Apakah engkau sudah lupa kisah wanita yang berkata kepada suaminya: “Bertaqwalah engkau kepada Allah dalam memperlakukan kami, sungguh kami bisa menahan lapar namun kami tidak akan sabar menanggung panasnya api neraka.”
* Ingatkah dirimu betapa sering aku bangun dari tidurku dibagian akhir malam, ternyata aku dapati engkau sedang asyik menonton film dan musik. Bukankah lebih baik engkau berdzikir mengingat Allah dan mengerjakan shalat malam dua rakaat sementara manusia sedang lelap tertidur dikegelapan kubur. Atau minimal engkau segera berangkat tidur agar esok tidak terluput shalat fajar.
* Sayangku, ingatkah dirimu ketika engkau keluar dari rumah tanpa seizinku untuk mengunjungi keluargamu dan ketika engkau memasukkan temanmu si fulanah ke dalam rumahku padahal aku telah melarangmu memasukkannya ke dalam rumah! Lupakah dirimu bahwa itu merupakan hakku!
* Kekasihku, ingatkah dirimu ketika keluargaku datang mengunjungiku, demikian pula teman-temanku, namun aku lihat engkau menampilkan wajah muram, berat langkah kakimu dan bermuka masam!Memang engkau telah menghidangkan kepada mereka makanan yang lezat dan mengundang selera akan tetapi semua itu tiada artinya karena muka masammu itu! Bukankah engkau mengetahui sebuah pepatah: ‘ Temuilah aku tetapi jangan beri aku makan!’

Sayangku, aku senantiasa mengatakan kepadamu dengan sepenuh hatiku bahwa aku mencintaimu.

Aku berharap kita bersama-sama dapat meraih ridha Ar-rahman.

Barangkali aku juga banyak melakukan kesalahan dan mengabaikan hakmu. Dan barangkali aku tidak menyadari kekuranganku dalam melaksanakan kewajiban terhadapmu dan dalam menjaga perasaanmu.

Aku memohon kepadamu agar membalas risalah ini, silakan ungkapkan apa yang terbetik dalam benakmu. Bukankah tujuan kita berdua adalah satu. Kita telah menumpang bahtera yang satu dan tujuan kita juga satu. Tujuan kita adalah selalu bersama-sama di dunia dan di akhirat di jannah ‘And. Jangan engkau biarkan angin badai menghantam kita sehingga membuat kita tersesat jalan.

-selesai-

Diary diatas hendaknya dapat menjadi wacanabagi para wanitaagar lebih memperhatikan hak-hak suaminya, yang terkadang terabaikan namun tidak disadari oleh sebagian para wanita. Bersyukurlah jika suami nrimo (tak banyak menuntut) namun hendaknya sang istri pengertian bukan malah sekehendak hati bahkan mengabaikan hak-hak suami. Sajikanlah hak-hak yang terbaik dimeja rumah tanggamu hingga terasa lezat dalam menikmatinya, serta barakah karenanya. Wallahu a’lam

***
Diambil dari buku Agar Suami Cemburu Padamu hal 44, Penerbit At-Tibyan (Dengan sedikit penambahan dari tim muslimah.or.id)

Jangan Bersedih

Dalam kehidupan, pasti akan ada yang berubah maupun yang bertambah. Entah tambahan itu apakah suatu hal yang menyenangkan ataukah hal yang menyedihkan. Banyak hal yang terjadi menjadi sebuah penyesalan bahkan awal dari alasan sebuah kesedihan yang tiada akhir.

Namun ketika kita tidak berusaha mencari alasan-alasan yang baik dari sebuah penderitaan yang kita alami, seakan-akan kesedihan yang kita alami menjadikan kita sebagai orang yang terburuk keadaannya. Sudahkah kita belajar untuk melihat ke bawah?

Ya benar.

Melihat ke bawah.

Ternyata ada saja yang masih harus kita syukuri dari banyaknya kesedihan yang kita alami. Terkadang sulit untuk kita mencari jawaban mengapa suatu musibah justru terjadi pada diri kita sendiri. Kenapa bukan orang lain? Kenapa bukan orang yang bergembira itu? Kenapa bukan orang yang selalu bahagia itu?

Tapi tidakkah kita sadari bahwa kita hanya melihat dari sudut pandang mata kita. Bagaimana dengan Allah yang Maha Melihat dan Maha Bijaksana.

Tidak kita sadari semua, bahwa sudut pandang kita begitu sempit dan sangat sempit. Allah melihat dari segala sudut yang tidak akan pernah dapat dijangkau oleh manusia. Bukankah kitapun manusia, milik Dia Yang Maha Kuasa.

Berhakkah sebenarnya kita protes? Padahal kita adalah milik-Nya.

Sebuah pertanyaan yang tentu kita tau jawabannya.

Berusahalah merenung dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Berusahalah untuk mencari jawaban positif dari pertanyaan-pertanyaan itu.

Suatu ketika, ada seorang melaporkan kepada Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Abu Darda’ radliallahu ‘anhu pernah mengatakan: “Fakir itu lebih aku cintai dari pada kaya dan sakit lebih aku sukai dari pada sehat.” Setelah mendengar laporan ini, Hasan mengatakan, “Semoga Allah mengampuni Abu Darda’, adapun yang benar, saya katakan:

من اتكل على حسن اختيار الله له لم يتمن غير الحالة التي اختار الله له

“Barangsiapa yang bersandar kepada pilihan terbaik yang Allah berikan untuknya, dia tidak akan berangan-angan selain keadaan yang pilihkan untuknya.” (Kanzul Ummal, Ali bin Hisamuddin al-Hindi)

Entahlah, seakan-akan manusia terus berusaha melawan kodratnya. Hingga ia tenggelam dengan permasalahanya sendiri yang tiada habisnya.

Lalu lupakah kita tentang hakikat sebenarnya kita diciptakan?

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون

” Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adzariyat :56)

Jadi ketika pena diangkat dan catatan takdir telah kering, haruskah kita protes?

Menjalani dengan penuh tawakal dan berusaha menunaikan kewajiban, mungkin adalah obatnya. Daripada berkubang dengan kesedihan yang kita masih belum tau apakah hikmahnya.

بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

” Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah:112)

Jika Engkau seorang yang bertauhid, untuk apa bersedih, untuk apa mengeluh, untuk sesuatu yang sebenarnya akan engkau jalani.

Percayalah, bukankah Allah tidak akan membebani seseorang diluar kesanggupannya?

Pertanyaan ini adalah hal yang harus engkau renungi. Agar engkau yakin, semua pasti bisa engkau lewati dengan baik. Karena percayalah selalu,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)

” Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5 – 6)

Jadi, untuk apa engkau bersedih lagi.

Tersenyumlah untuk dunia yang akan engakau jalani.

Itulah satu cara untuk mengurangi kesedihanmu, yang insya Allah akan berlalu dan akan diselingi kebahagiaan kembali.

Percayalah Allah sayang padamu.

***
artikel muslimah.or.id
Penyusun: Wikayatu Diny
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits