Rabu, 18 April 2012

Pijat Bayi Untuk Ibu dan si Buah Hati ( Ebook )

Baca Artikelnya sampai kebawah... Link Download ditempatkan pada bagian paling bawah Artikel ini....!!! Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum dan selama melakukan pijat bayi. Nutrisi, kasih sayang, dan stimulasi dini pada bayi dan balita sangat tak bisa dipandang dengan sebelah mata. “Pasalnya, faktor-faktor ini berperan besar dalam mendongkrak kecerdasan multipel dan kreativitas anak,” kata dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), MSi. dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Kebutuhan fisik-biologis berguna untuk pertumbuhan otak, sistem sensorik, dan motorik, kebutuhan emosi kasih sayang untuk memengaruhi kecerdasan emosi, inter dan intrapersonal, sementara stimulasi dini untuk merangsang kecerdasan-kecerdasan lain. “Kebutuhan stimulasi meliputi rangsangan yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua sistem sensorik dan motorik,” lanjut Soedjatmiko. Salah satunya adalah dengan pijat bayi, atau yang dikenal dengan stimulasi sentuh (touch). Pengaruh positif atau manfaat pijat bayi sendiri bagi tumbuh kembang anak telah lama diketahui. “Manfaatnya antara lain mengembangkan sistem imun, membantu bayi berlatih relaksasi, membantu mengatasi gangguan tidur dan membuat bayi tidur lebih lelap dan lama, memperkuat ikatan (bonding) bayi dengan ibu/orangtua,” jelas dr. Rini Sekartini, Sp.A dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Selain itu, pijat bayi juga bisa membantu mengatur sistem pencernaan, sistem respirasi dan sirkulasi, membantu meredakan ketidaknyamanan (kolik, tumbuh gigi), serta menurunkan produksi hormon stressor yang membuat stres bayi. Tak hanya bayi. Bagi orangtua, memijat bayi mereka juga membantu mengetahui bahasa nonverbal bayi, meningkatkan komunikasi, serta membantu menciptakan suasana yang menyenangkan. Pijat bayi dapat dilakukan kapan pun. Yang paling baik adalah pada 6 atau 7 bulan pertama usia bayi. Sementara waktu untuk memijat yang paling baik adalah pagi hari saat orangtua dan bayi siap memulai hari, dan malam hari untuk membantu bayi tidur lebih nyenyak. Yang harus diperhatikan, jangan langsung memijat bayi usai ia makan/disusui. Jangan pula membangunkan bayi hanya untuk dipijat, atau memijat bayi saat ia sakit, memijat paksa, dan memaksakan posisi saat memijat. Nah, bagaimana cara memijat yang benar? Siapa bilang kebiasaan memijat bayi itu kuno? Ternyata pijat bayi itu sangat besar manfaatnya untuk mahluk kecil yang baru lahir ke dunia ini. Bayi -bayi prematur yang dipijat secara teratur setiap hari menunjukkan perkembangan fisik dan emosional yang lebih baik ketimbang bayi-bayi yang tidak dipijat. Selain itu berat badan bayi prematur yg dipijat akan mengalami peningkatan berat badan 20 hingga 40 persen dibandingkan yang tidak dipijat. Dan hal ini telah dibuktikan oleh para ahli di Fakultas Kedokteran Universitas Miami pada tahun 1986. Dipimpin oleh Tiffany M Field PhD. Selain itu, katanya, bayi-bayi yang dipijat selama lima hari saja, daya tahan tubuhnya akan mengalami peningkatan sebesar 40 persen dibanding bayi-bayi yang tidak dipijat. Pijat bayi ternyata bukan hanya berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan emosional bayi. Jika dilakukan oleh ayah misalnya, maka pijat bayi itu bisa meningkatkan produksi ASI (Air Susu Ibu) pada tubuh ibu dan disebut ''pemberdayaan ayah,'' . Tapi bagaimana penjelasannya? ketika seorang ayah berinisiatif memijat si bayi, hal itu akan menimbulkan perasaan positif pada istri. Inisiatif suami ini membuat istri merasa disayang, nyaman, dan perasaan positif lainnya. Dan perasaan seperti ini akan merangsang produksi hormon oksitosin. Untuk diketahui, hormon ini sangat berguna untuk memperlancar produksi ASI. Penelitian menunjukkan, 80 persen produksi hormon oksitosin dipengaruhi oleh kondisi psikis ibu. Selain itu, pijat bayi akan membuat bayi cepat lapar. Makin banyak ASI disedot oleh bayi (menyusui), maka produksi ASI makin meningkat. Ini karena dalam proses produksi ASI berlaku hukum supply and demand. Artinya, makin banyak ASI dikeluarkan, makin banyak pula ASI diproduksi. Begitu pula sebaliknya. Tata cara pemijatan Mengingat manfaatnya yang tidak kecil, sudah sepantasnya para orangtua menerapkan terapi sentuhan ini pada bayi mereka. Bagaimana caranya, ikuti tips berikut ini. Sebelum mulai memijat, lakukan beberapa langkah persiapan, yaitu: * Mencuci tangan. * Hindari kuku dan perhiasan yang bisa menggores kulit bayi. * Ruang untuk memijat usahakan hangat dan tidak pengap. * Bayi selesai makan atau tidak berada dalam keadaan lapar. * Usahakan tidak diganggu dalam waktu lima belas menit untuk melakukan proses pemijatan. * Baringkan bayi di atas kain rata yang lembut dan bersih. * Ibu/ayah duduk dalam posisi nyaman. * Sebelum memijat, mintalah izin kepada bayi dengan cara membelai wajahnya sambil mengajak bicara. Setelah melakukan persiapan itu, pemijatan bisa dimulai. Berikut ini contoh cara memijat beberapa bagian tubuh bayi: Pijat kaki Mulailah dengan memegang kaki bayi pada pangkal paha seperti cara memegang pemukul softball. Gerakkan tangan ke bawah secara bergantian seperti memerah susu dan putar. Pegang pangkal paha dengan tangan secara bersamaan memeras dan memutar kaki bayi dengan lembut dari pangkal paha ke arah mata kaki. Kemudian, telapak kaki diurut dengan dua ibu jari secara bergantian mulai dari tumit ke seluruh telapak kaki. Pijat jari kaki satu-persatu dengan memutar menjauhi telapak, diakhiri tarikan lembut di tiap ujung jari. Lalu, peras dan putar pergelangan kaki dengan ibu jari dan jari lain. Usap kaki bayi dengan tekanan lembut dari pangkal paha hingga akhir. Perut bayi Pijat perut bayi dari atas ke bawah seperti gerakan mengayuh sepeda. Pijat perut mulai bagian kiri atas ke bawah dengan jari-jari tangan membentuk huruf I lalu L terbalik. Pijat dada Buat gerakan ke atas sampai dengan bawah leher lalu ke samping kiri-kanan di atas tulang selangka membentuk gambar jantung lalu kembali ke ulu hati. Gerakan diagonal di dada (huruf X) dari kiri ke kanan. Pijat lengan bayi Peras dan putar dengan kedua tangan dengan lembut mulai dari pundak ke pergelangan tangan. Pijat telapak tangan dengan ibu jari mulai telapak hingga jari-jari. Usap punggung tangan dari arah pergelangan ke jari-jari dengan lembut. Peras sekeliling pergelangan tangan dengan ibu jari dan telunjuk. Pijat muka Letakkan ibu jari diantara alis mata si bayi. Pijat dengan ibu jari secara lembut pada alis dan di atas kelopak mata. Pijat dari pertengahan alis turun ke bawah melalui samping lipatan hidung. Pijat punggung Tengkurapkan melintang. Pijat punggung dengan gerakan maju mundur sepanjang punggung mulai dari pantat hingga leher. Buat gerakan melingkar dengan jari-jari mulai batas punggung sampai dengan pantat Wajah 1. Tekan jari-jari Anda pada kening, pelipis, dan pipi bayi. 2. Gunakan kedua ibu jari untuk memijat daerah di atas alis. 3. Dengan tekanan lembut, tarik garis dengan ibu jari dari hidung bayi ke arah pipinya. 4. Gunakan kedua ibu jari untuk memijat sekitar mulut bayi, tarik hingga ia tersenyum. 5. Pijat lembut rahang bawah bayi Anda dari tengah ke samping, seolah-olah membuat bayi tersenyum. 6. Pijat secara lembut daerah di belakang telinga ke arah dagu. Dada 1. Letakkan kedua tangan Anda di tengah dada si kecil. Perlahan, gerakkan ke atas, kemudian ke sisi luar tubuh dan kembali ke ulu hati tanpa mengangkat tangan seperti membentuk gambar hati. 2. Dari tengah dada bayi, pijat menyilang dengan telapak tangan ke arah bahu seperti membentuk kupu-kupu. Bicara tentang pijat, mungkin yang terbayang di benak kita adalah kenikmatan dan relaksasi untuk meredakan pegal dan kepenatan. Peter Walker, ahli refleksiologi asal Inggris menyatakan, terapi pijat memiliki dua fungsi yaitu emosional dan fisik. Secara emosional, pikiran kita akan menjadi lebih segar dan menghilangkan stres. Sedangkan secara fisik, pijat bisa meregangkan otot-otot yang tegang akibat rutinitas sehari-hari. Pijat bukan hanya dibutuhkan oleh orang dewasa, newborn pun ternyata membutuhkan pijat yang sesuai untuk membantu meningkatkan proses tumbuh kembangnya. Tapi pijat untuk bayi tentu memiliki ketentuan tertentu agar Si Kecil tetap nyaman selama pemijatan. Pijat yang baik bagi bayi adalah pijat yang mampu meningkatkan bonding antara ibu dan anak. Berikut rekomendasi dari Dr. Fransisca Handy, SPA, IBCLC tentang terapi pijat bayi yang bisa dilakukan oleh Anda. Pelajari Teknik Pijat bayi Sebelum mengasah kemampuan pijat Anda, sebaiknya terlebih dahulu belajar memijat bayi dengan para ahli. Mempelajari teknik pijat bayi bisa Anda lakukan di kelas-kelas ibu hamil dan menyusui di rumah sakit ataupun terapis. Saat ini, Anda juga bisa dapatkan teknik memijat dari media internet ataupun buku-buku yang membahas tentang teknik memijat. Persiapan Pijat Sebelum memijat, persiapkan segala sesuatunya agar Si Kecil merasa nyaman. Sediakan alat pijat yang tidak terlalu empuk atau tak terlalu keras seperti matras. Siapkan minyak pijat organik, yang tak mengandung pewarna, pewangi tambahan, dan tidak lengket, seperti minyak zaitun, minyak bunga matahari, dan minyak kelapa. Perhatikan suhu ruang, jangan sampai bayi kedinginan ataupun kegerahan. Bila bayi Anda berusia dibawah tiga bulan, lebih baik kenakan baju saat memijat. Perhatikan Waktu Pemijatan Waktu yang tepat untuk pemijatan adalah saat bayi sedang santai, tidak setelah menyusu, atau tidak terlalu kenyang, tidak saat lapar, tidak sedang sakit, tidak sedang rewel, dan tidak sedang mengalami penyakit kulit. Dr. Fransisca mengakui, memijat newborn memang tidak mudah, karena kegiatan mereka yang lebih banyak diisi dengan istirahat dan menyusu. Ia menyarankan saat memijat newborn, orang tua harus mengerti betul saat-saat yang tepat melakukan pemijatan bayi. (anggita/m&b/photo: askamum.co.uk) Sembuhkan Anak Autis TIDAK hanya anak-anak dan orang dewasa saja yang membutuhkan pijat. Bayi pun membutuhkannya. Gangguan kesehatan pada bayi yang kerap tidak bisa ditangani oleh medis akhirnya membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat. Pijat bayi bisa jadi salah satu bentuk alternatif penanganan untuk kesembuhan bayi PIJAT bayi bisa dilakukan sejak bayi masih usia 0 bulan. Tetapi untuk pijat kesehatan, saat yang tepat memang di usia 6-7 bulan. Kalau bayi mengalami masalah, umur tidak menjadi patokan. Termasuk Jika bayi sudah ketahuan menderita autls. Karena semakin dini ditangani, semakin cepat proses penyem- . buhannya. "Biasanya bayi ketahuan autis di umur 6 bulan. Tetapi gangguan kesehatan lainnya pada bayi bisa ketahuan sejak usia 0 bulan dan bisa ditangani dengan pijatbayi." ujar Andhre Muhammad Husein, terapis bayi saat ditemui Warta Kota belum lama Ini. Untuk bayi atau anak autls penangannya disesuaikan dengan usia dan kondisi. Ada bayi atau anak autis yang kondisinyatidak sesuai dengan umurnya. Misalnya, Jika anak atau bayi dengan tingkat kepayahan tinggi, biasanya kondisi fisiknya kecil dan tidak sesuai umur. Karena itu. penanganannya disesuaikan dengan kondisi fisiknya. Kalau ditangani dengan usianya, biasanya anak atau bayi tidak akan kuat. Untuk anak autls, terapi pijat dilakukan dengan memijat seluruh bagian dari tubuh. Mulai daii kaki, tangan, badan, hingga kepala. Biasanya, bayi atau anak autis Juga mengidap penyakit bawaan. Ada yang Jantung, paru-paru atau masalah pada organ di dalam tubuh lainnya. Pada saat memijat bagian tubuh, yang dipljat biasanya lebih banyak di organ yang bermasalah Itu. Kepala menjadi lokasi terakhir pljatan karena setelah aliran darah lancar di tubuh, maka oksigen bisa naik ke ptak. "Blasanva. anak autls Itu, aliran oksigen tidak cukup banyak ke otaknya." papar Andhre Jika aliran darah sudah lancar dan oksigen sudah masuk ke otak, maka anak menjadi lebih tenang. Untuk anak yang tingkat keparahan-nya berat, biasanya saat bertemu terapis mereka akan menangis dan berontak. Tenaganya pun bisa melebihi tenaga orang dewasa sehingga seringkali sulit untuk diterapl. Biasanya, Andhre melakukan terapi cepat agar oksigen cepat masuk ke kepala bayi atau anak autls Itu. Oksigen akan mengurangi tingkat berontak anak autls berat Ini dan untuk terapi berikutnya prosesnya akan lebih mudah. Selain itu, setelah menjalani terapi pijat, anak di rumah akan lebih rileks dan bisa tidur dengan nyenyak. Karena terapi pijat membantu meningkatkan lmun pada tubuh bayi, mengatasi gangguan tidur, dan membantu bayi lebih tenang. Pijat bayi Juga diketahui bisa membantumengatur sistem pencernaan, sistem respirasi dan sirkulasi, membantu meredakan ketidaknyamanan (kollk, tumbuh gigi), serta menurunkan produksi hormon stressor yang membuat stres bayi. Karena Itu, perlu ada sentuhan antara orangtua dan bayi agar tercipta komunikasi dan membantu bayi cepat berkembang dan sembuh. Tekanan lembut Melakukan terapi kepada bayi berbeda dengan terapi kepada orang dewasa. Untuk bayi biasanya dilakukan dengan tekanan yang lembut dan tidak keras. Tetapi untuk anak-anak balita bisa dilakukan dengan sedikit tekanan karena ototnya sudah terbentuk dan mulai mengeras. Sedangkan pada bayi otot dan syaratnya masih sangat lembut dan sensitif. Tetapi, bayi Justru kaki atau tangannya bisa kita putar-putar karena masih lembut dan Itu bisa dilakukan sebagai salah satu metode terapi," ujar Andhre. Namun, tidak semua orang bisa melakukan. Harus tahu dulu caranya, karena jika salah posisi, maka bisa membahayakan keselamatan bayi. Tetapi sentuhan halus yang dilakukan pada tangan, kaki, dan badan bayi pada waktu-waktu tertentu membantu perkembangan syaraf dan otot bayi. "Biasanya saya selalu mengajarkan kepada orangtua sentuhan ringan dan sederhana yang bisa dilakukan di rumah masing-masing. Selain membantu mempercepat proses kesembuhan Jika bayi mengalami gangguan kesehatan, Juga membantu percepatan perkembangan syaraf bayi." Jelasnya. Sentuhan ringan ini biasanya seperti mengusap tangan atau kaki bayi dan usai mandi. Saat itu biasanya orangtua memberikan bayi minyak telon dan sejenisnya pada tubuh anak mereka. Saat memberikan minyak telon itulah, usapan dilakukan dengan lembut dan menyentuh ke syaraf-syaraf bayi sehingga proses pijatan bisa berlangsung. Tetapi Andhre tidak mengajarkan pijatan berupa terapi yang Ia lakukan di tempatnya. Ini untuk menjaga agar tidak ada kesalahan yang dilakukan orangtua. Tidak saya beri karena saya takut salah. Ada titik-titik tertentu yang tidak boleh dipljat terlalu kencang dan terlalu pelan." ungkap Andhre. Namun, sentuhan yang diajarkan sangat penting karena sentuhan besar manfaatnya, terutama bagi bayi atau anak autls, dibandingkan anak atau bayi Itu diserahkan proses kesem-buhannya kepada terapis. Pasalnya, pertemuan bayi atau anak autis dengan terapi hanya sekali seminggu. Sedangkan pertemuan bayi atau anak dengan orangtuanya setiap saat Andhre Juga selalu menekankan ke orangtua bahwa sentuhan penuh cinta kasih menjadi pendorong utama proses kesembuhan bayi. Selain Itu, bisikan dan kata-kata cinta dan kasih sayang yang kerap ditujukan pada bayi dan anak autis akan membantu rasa tenang dan kesembuhan lebih cepat, (wik) Dikutip dari : www.kompas.co.id http://www.motherandbaby.co.id/ http://pijatkeluargasehat.wordpress.com

Indahnya Rumah Tangga di Bawah Naungan Manhaj Nubuwwah

Oleh Ust. Abu Ahmad bin Syamsyuddin Rumah Tangga Sebuah Amanah Kewajiban paling utama, tanggung jawab paling besar, dan amanah paling berat adalah pendidikan terhadap keluarga dan bimbingan untuk rumah tangga, berawal dari diri sendiri kemudian istri, anak-anak , dan kerabatnya. Inilah yang dimaksud firman Alloh: يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦) Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api naar yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. 66:6) Pendidikan keluarga bukan sekedar kegiatan sambilan, pemikiran sedeharna, atau upaya ala kadarnya. Namun pendidikan keluarga merupakan kebutuhan asasi dan masalah yang sangat urgen serta memiliki konsekuensi jauh ke depan dalam menentukan masa depan rumah tangga. Seorang muslim harus bertanggung jawab atas segala kekurangan dan kesesatan yang terjadi di tengah keluarganya. Dari Ibnu Umar Rodhiyalloohu ‘Anhuma berkata: aku mendengar Rosulullooh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda: “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepimpinannya, seorang imam adalah pemimpin, dan akan diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dan akan diminta tanggung jawab atas atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan diminta tanggung jawabnya, serta pembantu penanggung jawab atas harta benda majikannya dan akan diminta tanggung jawabnya”. (Shohih, diriwayatkan oleh Bukhori dalam Shohih-nya: 893, 2409, 2554, 2558, 2571, 5188, dan 7138. Muslim dalam Shohih-nya: 4701, dan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1705) Keluarga yang baik merupakan nikmat yang paling agung dan karunia yang palingberharga dan tidak ada yang mampu menghargai dan mengenali nilainya kecuali orang yang telah memiliki keluarga hancur dan rumah tangga berantakan sehingga kehidupan laksana terkurung oleh hawa neraka, dan hari-harinya hampir diwarnai perih dan pilu karena keluarga berantakan. Bekal Membina Rumah Tangga Ketahuilah bahwa berbagai macam problem kehidupan dalam rumah tangga sering timbul akibat kebodohan terutama terhadap ilmu agama. Dan sebagai obatnya adalah belajar, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam kepada para sahabat Rodhiyalloohu ‘Anhuma: “Mengapa mereka tidak bertanya jika tidah tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya”. (Hasan, diriwayatkan Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya: 337 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya:572. Dan dihasankan syaikh al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud: 337) Kedunguan hati dari ilmu dan kebisuan lisan dari berbicara dinyatakan sebagai penyakit. Dan obatnya adalah bertanya kepada ulama, sehingga meraih ilmu yang bermanfaat, sebab ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang terpancar dari lentera Al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in , termasuk perkara yang terkait dengan ma’rifat kepada Alloh, hukum halal-haram, zuhud, kebersihan hati dan akhlaq mulia, serta mengatur kehidupan rumah tangga. Ilmu yang bermanfaat berfungsi sebagai pemusnah secara tuntas dua penyakit rohani yang paling berbahaya dan menjadi biang penyakit hati yaitu syubhat dan syahwat. Maka sebagai seorang pendidik, sebelum membina keluarganya, harus membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup. Sehingga dengan bekal ilmu agama yang bermanfaat, semua urusan rumah tangga menjadi mudah dan berdakwah di tengah keluarga menjadi lancar. Apalagi bila ilmu telah meresap ke dalam hati maka akan melenyapkan penyakit syubhat dan syahwat, mencabut kedua penyakit itu sampai ke akar-akarnya. Ibaratnya orang yang sedang minum obat, segala macam kuman akan hancur dan musnah, sementara obat yang paling manjur adalah obat yang cepat meresap ke dalam tubuh dan tidak membuat kuman kebal, tetapi untuk memusnahkan. Akhlaq Seorang Pendidik Seorang pembina rumah tangga harus berilmu, berperangai lemah lembut, bersabar dalam mendidik, sehingga akan memberikan kesan yang baik pada keluarga, seperti firman Alloh Subhannahu Ta’ala: فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡ‌ۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَ‌ۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِ‌ۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩) Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. Ali Imran [3]: 159) Syaikhul islam Ibnu taimiyah Rohimahulloh berkata: “Hendaknya tidak menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran kecuali setelah memiliki tiga bekal: berilmu sebelum menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, berperangai lemah lembut ketika menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran, serta bersabar setelah menyeru kebaikan dan melarang kemungkaran.” (al-Amr bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Munkar, Ibnu Taimiyah, hal. 57) Hendaknya seorang pendidik paling terdepan dalam memberi contoh karena sangat berat ancaman orang yang tidak konsekuen terhadap ajakannya, sebagaimana sabda Nabi Shololloohu ‘alaihi wassallam: “Nanti pada hari kiamat ada seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka, maka ususnya keluar. Lalu ia berputar-putar di sekitar penggilingan. Kemudian penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya, ‘Hai Fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu yang menyeru kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?’ Ia menjawab, ‘Ya, aku telah menyeru kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya dan aku melarang orang dari kemungkaran tetapi aku sendiri mengerjakannya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhori dalam Shohih-nya: 3267, 7098. Dan Imam Muslim dalam shohih-nya: 7408) Hadits shohih di atas memberi petunjuk bahwa orang yang mengetahui kebaikan dan kemungakaran lalu melanggarnya lebih berat siksaannya daripada orang yang tidak mengetahuinya karena ia seperti orang yang menghina larangan Alloh dan meremehkan syari’at-Nya, sehingga ia termasuk ahli ilmu yang tidak bermanfaat ilmunya. Wahai saudaraku, para suami… Wahai sang suami, sungguh engkaulah pemegang kendali rumah tangga, ikatan pernikahan dan perjanjian yang berat, karena Alloh berfirman: ….. وَّاَخَذۡنَ مِنۡكُمۡ مِّيۡثَاقًا غَلِيۡظًا Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. 4:21) Anda telah memikul tanggung jawab, memegang amanat dan beban rumah tangga. Hubungan penikahan merupakan kemuliaan bagi laki-laki dan perempuan, maka secara fitroh dan naluri masing-masing memiliki tugas hidup agar kehidupan rumah tangga berjalan normal dan lurus seperti firman Alloh: ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ‌ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ‌ۚ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِى ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّ‌ۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَڪُمۡ فَلَا تَبۡغُواْ عَلَيۡہِنَّ سَبِيلاً‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّ۬ا ڪَبِيرً۬ا (٣٤) Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (QS. An-Nisa’ [4]: 34) Upayakanlah kendali rumah tangga, terutama isterimu, tetap berada di tanganmu. Jangan bersikap lemah dan tidak berwibawa serta tidak berdaya di hadapan tuntutan dan tekanan isterimu, akhirnya ia menghinamu, memperbudakmu, dan merendahkanmu sehingga kehidupan rumah tanggamu berantakan bagaikan neraka. Begitu pula, jangan engkau menghinanya dan menzholiminya, serta menganggapnya seperti barang tak berguna, sebab sikap semena-mena terhadap orang yang lemah seperti isterimu menunjukkan kerdilnya sebuah kepribadian. Terimalah kebaikan yang telah diberikan kepadamu dengan senang hati dan bersabarlah atas berbagai kekurangannya, serta jangan mengangan-angankan kesempurnaan darinya karena dia diciptakan oleh Alloh dari tulang rusuk yang bengkok sebagaimana sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: ((إِنَّ الْمَرْأَةََ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ, وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا)) “Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, ia tidak bisa lurus bersamamu di atas satu jalan. Jika kamu menikmatinya maka kamu menikmatinya dalam kondisi bengkok, namun bila anda ingin meluruskannya, maka boleh jadi patah dan patahnya adalah talak.” (Shohih, diriwayatkan Imam Muslim dalam Shohih-nya: 3631) Wahai saudaraku, para isteri… Setiap kesalahan yang dilakukan seorang isteri, perasaan mengikuti hawa nafsu, sikap terlalu cemburu, atau was-was hanya merupakan bisikan setan dan bersumber dari lemahnya iman kepada Alloh, sehingga rumah tangga berubah meikan bagnjadi berantakan laksana neraka dan rumah tangga menjadi porak-poranda bagaikan bangunan disambar halilintar; akibatnya, semua pihak menyesali pernikahan tersebut. Atau boleh jadi karena kesalahan isteri menjadi penyebab talak (perceraian), kemudian jiwa menjadi goncang dan ditimpa kegelisahan yang sangat berat. Betapa indahnya bila anda meluruskan hati, ahlak, dan tabiat ketika bergaul dengan suami dan kerabat suami anda. Betapa eloknya bila anda selalu menggunakan akal sehat dan kesabaran dalam setiap menghadapi urusan rumah tangga. Betapa mulianya ketika seorang isteri mampu menjadi pendamping setia bagi suami, dan betapa agung kedudukannya di hati sang suami bahkan ia mampu memikat perasaan suami ketika sang isteri berkata: “Aku mendengar dan mentaati”. Semoga saudariku muslimah mendapa taufiq dan hidayah dengan etika Islam, mau menyempurnakan akal pikiran dengan ilmu dan ma’rifah, dan menyembuhkan hatinya dengan keimanan kepada Alloh, sehingga kehidupan penuh dengan suasana bahagia dan hidup bersama sang suami penuh dengan ketenangan dan ketentraman serta kegembiraan. Wahai para isteri, tunaikanlah kewajibanmu terhadap suamimu, niscaya engkau akan mendapat kasih sayang dan cintanya!. Kewajiban Seorang Suami Kewajiban sebagai seorang suami banyak sekali namun yang terpenting antara lain: 1. Kewajiban materi meliputi pemberian nafkah, kebutuhan pakaian, dan kebutuhan pendidikan keluarga serta kebutuhan tempat tinggal 2. Tidak boleh memberatkan isteri dengan mengajukan berbagai tuntutan kebutuhan di luar kemampuannya, dan tidak boleh membuat suasana kacau karena permasalahan sepele, sebagaimana yang telah diwasiatkan Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: “Ingatlah dan berwasiatlah kepada wanita dengan kebaikan, karena mereka berada disisimu bagaikan pelayan, dan kalian tidak bisa memiliki lebih dari itu kecuali mereka telah melakukan perbuatan keji yang jelas.”(Shohih, diriwayatkan Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1163 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 1851) 3. Kewajiban non materi seorang suami meliputi menggembirakan isteri dan bersikap lemah lembut dalam bertutur kata. Sang suami harus bermusyawarah dan mengambil pendapat sang isteri dalam rangka menunaikan kebaikan. Begitu juga, sang suami harus berterima kasih atas jerih payah isterinya, dan tidak boleh mendiamkan di atas tiga hari karena urusan keduniaan. 4. Hendaknya seorang suami memberi kesempatan bagi isterinya untuk beramal sholih, bersedekah dengan hartanya, memberi hadiah, menyambut tamu dari keluarga dan kerabatnya, serta setiap orang yang mempunyai hak atasnya. 5. Hendaknya mengambil waktu yang cukup untuk tinggal di rumah dan berusaha semaksimal mungkin menghindari keluar rumah tanpa tujuan dan sering berpergian, sering keluar rumah untuk bergadang tanpa manfaat, karena yang demikian itu bisa membawa kehancuran. 6. Hendaknya sang suami tidak melarang isterinya berkunjung kepada keluarga dan kerabatnya, asal tidak berlebihan. 7. Wanita dalah mahluk yang lemah, maka wajib bagi laki-laki memberi perhatian cukup, melarangnya keluar ke pasar dan lainnya seorang diri, dan harus menjauhkannya dari tempat yang ikhtilath (bercampur) dan kholwah (berduaan/menyepi) dengan laki-laki lain. Begitu juga seorang suami harus menjauhkan sasuatu yang merusak aqidah dan akhlaq keluarganya, dan menyingkirkan segala sarana maksiat yang menghancurkan kehormatan, seperti alat musik. 8. Seorang suami harus mengajarkan kepada isterinya ilmu agama dan mendidiknya di atas kebaikan, serta menyiapkan segala kebutuhannya dalam rangka meraih ilmu dan istiqomah dalam beragama sesuai dengan ajaran Alloh Kewajiban Seorang Isteri Di antara Kewajiban sebagai Seorang Isteri yang paling utama dan prinsip, antara lain: 1. Mentaati dan mematuhi perintah suami selagi tidak menganjurkan maksiat kepada Alloh, karena tidak ada ketaatan kepada mahluk bila menganjurkan kepada maksiat dan pelanggaran kepada Alloh, seperti sabda Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: “Tidak ada ketaatan bagi orang yang bermaksiat kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala”. (Shahih. Diriwayatkan Muslim dalam Shahih-nya: 4840, at-Tirmidzi dalam Sunan-nya: 1707 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya: 2865 dengan lafazh Ibnu Majah serta dishahihkan Syaikh al-Albani.) 2. Dalam bidang materi, seorang isteri harus memberikan pelayanan fisik, baik yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi suami atau rumah tangganya, sehingga ibadah nafilah (sunnah) menjadi gugur demi menunaikan tugas tersebut. Dari Abu Hurairoh sesungguhnya Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam: bersabda: “Tidak boleh bagi seorang isteri berpuasa (sunnat) sementara suami ada di rumah kecuali atas izinnya (suami), tidak boleh ia mengizinkan orang lain masuk rumahnya kecuali atas izinnya (suami), dan setiap harta suami yang diinfaqkan sang isteri tanpa seizinnya, maka sang suami mendapatkan pahala separuh baginya.” (Shohih, diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya: 2066 dan 5360, Imam Muslim dalam Shahih-nya: 2367 dan Abu Dawud dalam Sunan-nya: 1687, 2458). 3. Dalam bidang rohani, seorang isteri harus menjaga perasaan suami dan menciptakan suasana tenang dan kondusif dalam rumah tangga serta membantu meringankan beban dan penderitaan yang menimpa suaminya. 4. Dalam bidang kesejahteraan, seorang isteri harus mengingatkan suami tentang kebaikan, membantu dalam kebajikan dan ketaatan, membantu dalam bidang sosial, menyantuni fakir miskin dan membantu orang-orang yang lemah untuk memenuhi kebutuhan mereka. 5. Dalam bidang pendidikan, seorang isteri harus membantu suami dengan jiwa raga dan menerima segala nasehat dan arahannya. Begitu juga dia harus membantunya dalam mendidik dan meluruskan adab anak-anak serta menghindarkan sikap antipati dan masa bodoh terhadap masa depan pendidikan anak-anak. 6. Hendaklah seorang isteri tidak mengajukan tuntutan nafkah atau lainnya yang memberatkan suami atau mempersulit suami. 7. Tidak berkhianat dalam dirinya, harta benda suami dan rahasia-rahasianya. Balasan Bagi Rumah Tangga yang Berhasil Tiada amal sholih yang dianggap sia-sia oleh agama. Setiap kebaikan sekecil apapun pasti mendapat balasan. Setiap benih kebaikan yang disemai di ladang subur, pada musim panen pasti akan memetik hasilnya, maka suami dan isteri yang telah membina rumah tangga yang baik dan mengerahkan berbagai macam pengorbanan untuk mendidik keluarga. Alloh akan memberi balasan yang besar. Cukuplah balasan nikmat baginya berupa sanjungan, pujian, dan pahala yang besar setelah wafatnya, seperti yang telah ditegaskan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Rodhiyalloohu ‘anhu ia berkata bahwa Rosululloh Shololloohu ‘alaihi wassallam bersabda: “Jika manusia meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara,: shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendo’akannya.” (HR. Bukhori 7/247 no.6514, dan Muslim 3/1016 no.1631) Balasan yang lebih besar lagi, ia dikumpulkan di surga bersama para kekasih dan kerabatnya dalam satu tempat tinggal di surga, sebagai karunia dan balasan yang baik dari Alloh, seperti firman Allohu ta’ala: وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱتَّبَعَتۡہُمۡ ذُرِّيَّتُہُم بِإِيمَـٰنٍ أَلۡحَقۡنَا بِہِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَمَآ أَلَتۡنَـٰهُم مِّنۡ عَمَلِهِم مِّن شَىۡءٍ۬‌ۚ كُلُّ ٱمۡرِىِٕۭ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ۬ (٢١) Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya. (QS. 52:21) Pembinaan rumah tangga secara baik, mampu mengangkat martabat, memperbaiki nasib rezeki, mengukir prestasi, memelihara moral generasi, dan menanggulangi dekadensi sehingga membuat hati tenang dan jiwa lapang. Maka pembinaan harus berbasis penumbuhan kesadaran, keimanan, ketaqwaan dan pengendalian diri, serta mampu membentuk suasana damai dan mesra sehingga perasaan kasih sayang tumbuh subur. Allohu musta’an Diketik ulang oleh Ummu Tsaqiif al-Atsariyyah dari majalah Mawaddah Edisi 1 Tahun ke-1 (1428/2007) untuk http://jilbab.or.id)

Keutamaan Cinta Akhirat dan Zuhud dalam Kehidupan Dunia

بسم الله الرحمن الرحيم عن زيد بن ثابت رضي الله عنه قال: سَمِعْنَا رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: (( مَنْ كانت الدنيا هَمَّهُ فَرَّق الله عليه أمرَهُ وجَعَلَ فَقْرَهُ بين عينيه ولم يَأْتِه من الدنيا إلا ما كُتِبَ له، ومن كانت الآخرةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ له أَمْرَهُ وجَعَلَ غِناه في قَلْبِه وأَتَتْهُ الدنيا وهِيَ راغِمَةٌ )). رواه ابن ماجه وأحمد والدارمي وابن حبان وغيرهم بإسناد صحيح. Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Kami mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang (menjadikan) dunia tujuan utamanya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kemiskinan/tidak pernah merasa cukup (selalu ada) di hadapannya, padahal dia tidak akan mendapatkan (harta benda) duniawi melebihi dari apa yang Allah tetapkan baginya. Dan barangsiapa yang (menjadikan) akhirat niat (tujuan utama)nya, maka Allah akan menghimpunkan urusannya, menjadikan kekayaan/selalu merasa cukup (ada) dalam hatinya, dan (harta benda) duniawi datang kepadanya dalam keadaan rendah (tidak bernilai di hadapannya)." (HR Ibnu Majah (no. 4105), Ahmad (5/183), ad-Daarimi (no. 229), Ibnu Hibban (no. 680) dan lain-lain dengan sanad yang shahih, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Bushiri dan Syaikh al-Albani). Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan cinta kepada akhirat dan zuhud dalam kehidupan dunia, serta celaan dan ancaman besar bagi orang yang terlalu berambisi mengejar harta benda duniawi (Lihat kitab at-Targib wat Tarhiib, 4/55 karya Imam al-Mundziri). Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini: - Orang yang cinta kepada akhirat akan memperoleh rezeki yang telah Allah tetapkan baginya di dunia tanpa bersusah payah, berbeda dengan orang yang terlalu berambisi mengejar dunia, dia akan memperolehnya dengan susah payah lahir dan batin (lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Igaatsatul Lahfaan, 1/37). Salah seorang ulama salaf berkata, "Barangsiapa yang mencintai dunia (secara berlebihan), maka hendaknya dia mempersiapkan dirinya untuk menanggung berbagai macam musibah (penderitaan)." (Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Igaatsatul Lahfaan, 1/37). - Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata (dalam kitab Igaatsatul Lahfaan, 1/37), "Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan penyesalan yang tiada berakhir. Hal ini dikarenakan orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) jika telah mendapatkan sebagian dari (harta benda) duniawi maka nafsunya (tidak pernah puas dan) terus berambisi mengejar yang lebih dari pada itu, sebagaimana dalam hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Seandainya seorang manusia memiliki dua lembah (yang berisi) harta (emas), maka dia pasti (berambisi) mencari lembah harta yang ketiga.'" (HR. al-Bukhari, no. 6072 dan Muslim, no. 116). - Kekayaan yang hakiki adalah kekakayaan dalam hati/jiwa. Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (dalam) jiwa." (HR. al-Bukhari, no. 6081 dan Muslim, no. 1051). - Kebahagiaan hidup dan keberuntungan di dunia dan akhirat hanyalah bagi orang yang cinta kepada Allah dan hari akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya.” (HR. Muslim, no. 1054). - Sifat yang mulia ini dimiliki dengan sempurna oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan inilah yang menjadikan mereka lebih utama dan mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala dibandingkan generasi yang datang setelah mereka. Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu berkata, "Kalian lebih banyak berpuasa, (mengerjakan) shalat, dan lebih bersungguh-sungguh (dalam beribadah) dibandingkan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka lebih baik (lebih utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala) daripada kalian". Ada yang bertanya, “Kenapa (bisa demikian), wahai Abu Abdirrahman?” Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu berkata, "Karena mereka lebih zuhud dalam (kehidupan) dunia dan lebih cinta kepada akhirat." (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, no. 34550 dan Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliyaa’, 1/136 dengan sanad yang shahih, juga dinukil oleh Imam Ibnu Rajab dalam kitab Lathaiful Ma'aarif, hal. 279). وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين Kota Kendari, 27 Syawaal 1431 H Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A. Artikel www.PengusahaMuslim.com

Senin, 07 November 2011

Ebook Hijamah ( Titik Bekam Nabi )




Ebook ini merupakan buku saku ringkas buat para praktisi bekam atau yang mau belajar ilmu pengobatan cara Nabi SAW. Buku ini berisi hujjah-hujjah (dalil) mengenai bekam yang merupakan sunnah Nabi yang mulia Muhammad SAW. Dan juga berisi peta titik bekam menurut sunnah Nabi berikut khasiat dan manfaatnya dalam metode penyembuhan penyakit-penyakit yang menurut saya sebagai penulis blog ini cukup lengkap. Buku ini berektension .ppt (presentation) yang bisa dibaca menggunakan program Microsoft Power Point. Saya menyarankan kepada Anda yang berkerja sebagai praktisi bekam dan yang ingin belajar bekam itu sendiri untuk mendownload ebook ini.

DOWNLOAD
Diposkan oleh Abu Azzam

Menurut Organisasi Pengobatan Bekam HPA

titik refleksi pada tangan

Sikap Ramah dan Lemah Lembut

Allah ta’ala mensifati nabi-nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau adalah orang yang berakhlak mulia. Allah ta’ala berfirman

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (٤)

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs. Al Qalam: 4)

Allah mensifati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat lemah lembut dan penyayang. Allah ta’ala berfirman,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Qs. Ali Imran: 159)

Allah juga mensifati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat pengasih dan penyayang kepada kaum mukminin. Allah ta’ala berfirman

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (١٢٨)

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (Qs. At Taubah)

Dan Rasulullah memerintahkan dan menghasung untuk bersikap lemah lembut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Mudahkanlah dan jangan mempersulit, sampaikan kabar gembira dan jangan menakut-nakuti.” (HR. Bukhari & Muslim)

Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Musa radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz “Sampaikanlah kabar gembira, jangan menakut-nakuti. Dan permudahlah jangan mempersulit.”

Al Bukhari juga meriwayatkan dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat mengenai seorang Arab Badui yang kencing di dalam masjid,

“Biarkan dia menyelesaikan kencinynya, kemudian tuangkanlah setimba air di tempat yang dikencinginya, atau siramlah dengan seember air, karena sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan bukan untuk mempersulit.”

Al Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Wahai Aisyah sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan.” Sedang Imam Muslim meriwayatkan dengan lafadz

“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Dan Dia memberi pada kelembutan itu sesuatu yang tidak diberikan Nya pada sikap kasar, dan apa yang tidak diberikan Nya pada yang lainnya.”

Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Shahihnya dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

“Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan ia akan memperindahnya, dan tidaklah kelemah lembutan itu dicabut dari sesuatu melainkan akan memperburuknya.”

Imam Muslim juga meriwayatkan, dari Jarir bin Adillah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barang siapa yang terhalangi dari bersikap lemah lembut, maka dia telah terhalang dari seluruh bentuk kebaikan.”

Allah juga memerintahkan kepada dua orang Nabi dan rasul yang mulia, Musa dan Harun agar mereka mendakwahi Fir’aun dengan lemah lembut. Allah berfirman,

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (٤٣)فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (٤٤)

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat dan takut.” (QS. Thaha: 43-44)

Allah juga mensifati para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia bahwa mereka adalah orang yang selalu berkasih saying sesama mereka. Allah ta’ala berfirman,

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesame mereka.” (QS. Al Fath: 29)

***
artikel muslimah.or.id
Rifqan Ahlassunnah bi Ahlissunnah karya Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad
(Diambil dari Edisi Terjemah: Nasihat Salaf Untuk Salafi)

Doamu Tak Kunjung Terkabul? Mungkin Ini Penyebabnya

Saudariku, semoga Allah menyayangi diriku dan juga dirimu…. Melakukan kesalahan dalam berdoa bisa menjadi salah satu penyebab sehingga doa tak kunjung terkabul. Mengenali berbagai kesalahan dalam berdoa merupakan salah satu bentuk ikhtiar agar Allah berkenan mengabulkan doa kita.

Saudariku, semoga Allah memberi ilmu yang bermanfaat kepada diriku dan juga dirimu…. Tahukah engkau apa saja kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam berdoa?

1. Menyepelekan kekhusyukan dan perendahan diri di hadapan Allah ketika berdoa.

Allah ta’ala berfirman,

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf:55)

Allah ta’ala juga berfirman,

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَباً وَرَهَباً وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) segala kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Q.S. Al-Anbiya’:90)

Seseorang yang berdoa seharusnya bersikap khusyuk, merendahkan diri di hadapan Allah, tawadhu’, dan menghadirkan hatinya. Kesemua ini merupakan adab-adab dalam berdoa. Seseorang yang berdoa juga selayaknya memendam keinginan mendalam agar permohonannya dikabulkan, dan dia hendaknya tak henti-henti meminta kepada Allah. Seyogianya, dia selalu ingin menyempurnakan doanya dan memperbagus kalimat doanya, agar doa tersebut terangkat menuju Al-Bari (Dzat yang Maha Mengadakan segala sesuatu), dan itu dilakukannya hingga Allah mengabulkan doa itu.

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits, yang sanadnya dinilai hasan oleh Al-Mundziri, dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian berdoa kepada Allah maka berdoalah kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa doa tersebut akan dikabulkan. Sesungguhnya, Allah tidaklah mengabulkan doa seorang hamba, yang dipanjatkan dari hati yang lalai.”

2. Putus asa, merasa doanya tidak akan terkabul, serta tergesa-gesa ingin doanya segera terwujud.

Sikap-sikap semacam ini merupakan penghalang terkabulnya doa. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

يستجاب لأحدكم ما لم يعجل يقول دعوت فلم يستجب لي

“Doa yang dipanjatkan seseorang di antara kalian akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa. Dirinya berkata, ‘Aku telah berdoa namun tidak juga terkabul.’”

Telah diketengahkan, bahwa seseorang yang berdoa sepatutnya yakin bahwa doanya akan dikabulkan, karena dia telah memohon kepada Dzat yang Paling Dermawan dan Paling Mudah Memberi.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

”Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”

(Q.S. Al-Mu’min:60)

Barang siapa yang belum dikabulkan doanya, jangan sampai lalai dari dua hal:

* Mungkin ada penghalang yang menghambat terkabulnya doa tersebut, seperti: memutus hubungan kekerabatan, bersikap lalim dalam berdoa, atau mengonsumsi makanan yang haram. Secara umum, seluruh perkara ini menjadi penghalang terkabulnya doa.
* Boleh jadi, pengabulan doanya ditangguhkan, atau dia dipalingkan dari keburukan yang semisal dengan isi doanya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu,

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” ما من مسلم يدعو بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث : إما أن يعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الآخرة وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها ” قالوا : إذن نكثر قال : ” الله أكثر “

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa yang tidak mengandung dosa dan tidak pula pemutusan hubungan kekerabatan, melainkan Allah akan memberinya salah satu di antara tiga hal: doanya segera dikabulkan, akan disimpan baginya di akhirat, atau dirinya akan dijauhkan dari keburukan yang senilai dengan permohonan yang dipintanya.” Para shahabat berkata, “Kalau begitu, kami akan banyak berdoa.” Rasulullah menanggapi, “Allah lebih banyak (untuk mengabulkan doa kalian).” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid; hadits ini berderajat sahih dengan adanya beberapa hadits penguat dari jalur ‘Ubadah bin Shamit yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Hakim, serta dari jalur Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Ahmad dan selainnya.)

3. Berdoa dengan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta bertawasul dengannya.

Tindakan ini merupakan salah satu bentuk bid’ah dan bentuk kelaliman dalam berdoa. Dasarnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan cara berdoa semacam itu kepada seorang shahabat pun. Ini membuktikan bahwa berdoa dengan menggunakan kedudukan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertawasul dengan para pemilik kedudukan adalah amalan bid’ah, serta merupakan sebuah cara ibadah baru yang dikarang-karang tanpa dalil. Demikian juga dengan segala bentuk sarana yang berlebih-lebihan (ghuluw) yang menyebabkan doa terhalang untuk terkabul.

Adapun riwayat,

اسألوا بجاهي فإن جاهي عند الله عظيم

“Bertawasullah dengan kedudukanku! Sesungguhnya, kedudukan sangat mulia di sisi Allah,”

maka riwayat ini merupakan sebuah kedustaan besar atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak sahih disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4. Bersikap lalim dalam berdoa, misalnya: doa yang isinya perbuatan dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.

Sebagaimana tiga perkara yang disebutkan, perkara keempat ini juga menjadi salah satu penghalang terkabulnya doa seorang hamba. Sungguh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

سيكون قوم يعتدون في الدعاء

“Akan muncul sekelompok orang yang lalim dalam berdoa.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan yang lainnya; hadits hasan sahih)

Allah ta’ala berfirman,

ادْعُواْ رَبَّكُمْ تَضَرُّعاً وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf:55)

Contoh sikap lalim: berdoa agar bisa melakukan dosa, agar bencana ditimpakan, atau supaya hubungan kekerabatan terputus. Sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi dan selainnya dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما على الارض مسلم يدعو الله بدعوة إلا آتاه الله إياها ، أو صرف عنه من السوء مثلها ، ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم

“Di muka bumi ini, tidak ada seorang muslim pun yang memanjatkan doa kepada Allah melainkan Allah pasti akan memberi hal yang dipintanya atau Allah akan memalingkannya dari keburukan yang senilai dengan isi doanya, sepanjang dia tidak memohon doa yang mengandung dosa atau pemutusan hubungan kekerabatan.” (H.r. Turmudzi dan Ahmad; dinilai sebagai hadits hasan-shahih oleh Al-Albani)

Saudariku, bersabarlah dalam menanti terkabulnya doa, perbanyak amalan saleh yang bisa menjadi sebab terwujudnya doa, dan jauhi segala kesalahan yang bisa menyebabkan doa tidak kunjung terkabul. Semoga Allah merahmati kita ….

Kita pungkasi tulisan ini dengan memohon kepada Allah, agar Dia tidak menolak doa kita.

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari jiwa yang tidak pernah puas, juga dari doa yang tidak terkabul.”

(H.R. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i; hadits sahih)

***
muslimah.or.id
Penulis: Ummu Asiyah Athirah
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits

Maraji’ (referensi):

* Al-Minzhar fi Bayani Katsirin min Al-Akhtha’ Asy-Syai’ah, karya Syekh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syekh, terbitan Jami’ah Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah, tahun 1413 H.
* Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, karya Syekh Al-Albani, Maktabah Asy-Syamilah.

Selasa, 11 Oktober 2011

Untukmu…Yang Dirundung Rindu dan Sendu (Bag.2)

5. Kecenderungan hati itu soal selera…

Berbicara tentang kecenderungan hati, sifatnya relatif sukar untuk dipaksa dan sangat bergantung dengan selera pribadi. Oleh karena itu, hendaknya tidak usah banyak menyalahkan diri, plus dibumbui rasa rendah diri,
” Apakah saya kurang rupawan …hingga semua ini harus berakhir dengan penolakan?”…
“Apa saya begitu buruk dan kurang berharga? sehingga penolakan ini layak saya terima?”
Bantahlah perasaan itu dan katakan “tidak” pada diri Anda!
Anda berharga dan penolakan itu sedikit banyak berhubungan dengan selera dan parameter kriteria! Jadi, tidak usah terlalu dipikir laksana hidup dalam duka nestapa.

Kami akan mengajak Anda untuk berfikir logis dan menganalisa tentang sebuah peristiwa. Seseorang “bermimpi” dan membuat gambaran ideal di pikirannya tentang pasangan idaman masa depan. Dia bisa jadi memimpikan pasangan yang bagus rupa dan akhlaknya; mengetahui perkara agamanya dan berusaha komitmen terhadap ajaran agama, baik dalam teori maupun prakteknya; dia ingin pasangan yang begini dan begitu.

Akan tetapi, pada alam nyata, dia dihadapkan pada calon yang kurang sesuai dengan alam impiannya. Sikap apa yang akan diambilnya? mundur dengan teratur dan mencari yang lain saja…atau dia tidak keberatan “dipaksa” berdamai dengan kenyataan, kendatipun harus sedikit meruntuhkan bangunan idealisme yang telah dirancang? Kalaulah dia bukan tipe yang terlalu idealis, melainkan orang terlahir dengan sifat fleksibel; mudah menerima terhadap apa yang ada (muqtani’: orang yang qana’ah); dan punya sifat dasar penyabar…itu tidak terlalu jadi soal.

Beda halnya kalau dia adalah sosok yang cukup idealis (atau bahkan seorang idealis sejati dan perfeksionis), maka pada umumnya dia lebih suka mengambil langkah mundur, dibanding jika dia dipaksa menerima itu semua. Sebenarnya seseorang yang pada asalnya punya karakter dasar idealis pun bisa saja belajar berlapang dada terhadap kenyataan. Dia akan berusaha menerima kekurangan calon pasangan yang kurang sesuai dengan standar impiannya, kemudian dia belajar mengekang desakan idealismenya -bahkan egonya- dengan tali kekang syariat, agar dia tidak sampai menzhalimi pasangannya kelak, meskipun tidak terlalu sesuai dengan apa yang dia impikan.

Apabila memang dia ternyata memaksakan diri menerima kenyataan yang ada, minimal respon awalnya yang biasa terjadi adalah menggerutu [entah dalam hati ataupun dinampakkan]. Reaksi berupa gerutuan saja itu masih sangatlah lumayan dibanding dia harus dipaksa/memaksakan diri menerima, tapi ujung-ujungnya suatu saat nanti pasangannya tersebut akan dizhalimi dengan cara tidak terlalu diperhatikan haknya atau kezhaliman dalam bentuk lain; atau malah harus berakhir dengan perceraian yang memilukan, karena jiwanya masih berhasrat dan bernafsu menggapai pendekatan kriteria impian.

Kini saatnya sebuah jawaban atas suatu pertanyaan patut Anda renungkan, wahai orang yang mengalami penolakan. Manakah yang Anda lebih sukai, calon pasangan Anda yang sedang berusaha memenuhi impiannya itu menolak Anda di awal, atau calon pasangan Anda itu memaksakan dirinya menerima Anda, namun sangat mungkin akan terjadi hal-hal yang kurang Anda sukai dan banyak mengecewakan Anda nantinya? Lebih sedikit manakah madharatnya bagi diri Anda?

6. Buka mata, buka hati dan petiklah hikmah di balik setiap kejadian

Menyitir petuah bijak yang sering kita baca,

Tatkala mendung menggelayut, kita pun bersedih kehilangan mentari…
Tapi tak lama kemudian, Allahu akbar!…
Ternyata Allah hendak memberi kita indahnya bias pelangi….

Maka dari itulah, petiklah hikmah di balik musibah, yang bisa diibaratkan,

Memetik setangkai mawar nan indah dan mewangi, di antara semak belukar yang penuh duri…kendati menyebabkan jari kita terluka tatkala meraihnya…

Apakah hikmah yang bisa kita peroleh dari kejadian itu?

Hikmah diturunkannya musibah bagi tiap pribadi secara umum diantaranya,

a) Digugurkan sebagian dosa-dosa nya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah rasa capek, rasa sakit (yang terus menerus), kekhawatiran, rasa sedih, gangguan, kesusahan yang menimpa seorang muslim sampai duri yang menusuknya kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan musibah tersebut.” (HR. Bukhari no. 5641, Muslim no. 1792)

b) Diangkat derajatnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا يُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ خَطِيْئَةً

“Jika ada sebuah duri mengenai seorang mukmin atau musibah yang lebih besar dari itu maka Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya, dengan sebab musibah itu.” (HR. Muslim no.6507 )

c) Pertanda Allah mencintai dan menghendaki kebaikan baginya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Sesungguhnya besarnya balasan sebanding dengan beratnya ujian. Karena itu, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridha, maka Allah pun ridha. Dan barangsiapa murka, maka baginya murka Allah.” (HR. Tirmidzi no.2396, Syaikh Al-Albani berkata, “hasan shahih”, Maktabah Syamilah)

Adapun hikmah secara khusus berkaitan dengan pribadi tersebut contohnya: Bisa jadi Allah justru memberikan waktu bagi orang tersebut untuk lebih mempersiapkan bekal guna mengarungi pernikahan, seperti menuntut ilmu syar’i ataupun selainnya…karena kita tidak akan pernah tahu bagaimana hidup dan akhir kehidupan kita kelak; seperti apa pasangan yang kita dapatkan; akan berada di manakah kita setelah pernikahan. Maka dari itulah, bisa jadi penolakan itu baik akibatnya bagi Anda, sebagai sarana untuk lebih menempa diri Anda menjadi sosok yang lebih baik.

‘Ala kulli haal…Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi para hambaNya. Suatu kebaikan dalam penilaian kita, belum tentu baik di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada keburukan dalam penetapan takdir sehubungan dengan takdir itu merupakan perbuatan Allah. Apa yang Allah lakukan, tentu seluruhnya mengandung kebaikan. Adapun yang buruk sehubungan dengan takdir, terletak pada dzat maqdurnya (bentuk takdirnya).

Contoh studi kasus: ditolak calon pasangan, sehingga sampai kini belum menikah.
Jika kita tinjau dari dzat maqdurnya (terjadinya penolakan itu sendiri), penolakan ini dipandang buruk, sehingga jiwa seseorang tidak menyukainya. Akan tetapi, jika dilihat dari kerangka sudut pandang lain, justru suatu hal yang dianggap buruk ini malah membawa kebaikan.

…فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (19

“…Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An-Nisaa’: 19)

…وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ (216

“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 216)

Di antara rahasia ayat ini dan hikmahnya adalah, bahwa Allah mengharuskan hambaNya untuk bersikap pasrah kepada Dzat Yang Mengetahui berbagai akibat urusannya. Allah pun mengharuskan setiap hamba agar ridha dengan apa yang Dia tentukan atasnya, karena dia mengharap padaNya untuk memberi hal yang terbaik bagi hamba tersebut.

“..di antara belas kasih Allah kepada hambaNya ialah mungkin jiwa hamba menginginkan salah satu hal keduniaan, yang mana ia menganggap, dengan hal itu dia dapat mencapai tujuannya. Tapi Allah mengetahui bahwa itu merugikan dan menghalanginya dari sesuatu yang bermanfaat baginya, lalu Dia pun menghalangi antara dirinya dengan keinginannya itu, sehingga hamba tersebut dalam keadaan tidak suka, sementara itu ia tidak mengetahui bahwa Allah telah berbelas kasih kepadanya , di mana Dia memberikan perkara yang bermanfaat baginya dan memalingkan perkara yang merugikan dirinya.” (Kupas Tuntas Masalah Takdir hal.48, dengan sedikit editan pada segi penulisan)

Hikmah dari sisi lain, mungkin tidak untuk saat ini langsung dirasa, tapi bisa jadi suatu saat nanti…atau malah di akhirat kelak. Bisa jadi dengan cobaan ini, sebagai peluang Anda meraup berbagai macam pahala. Baik pahala atas usaha Anda dalam berjuang menyempurnakan separuh dien’ atau pahala atas kesabaran yang diiringi keikhlasan dan keridhaan; pahala atas sikap tawakkal Anda setelah berusaha; pahala karena Anda banyak berdoa dan menjadi lebih dekat dengan Allah (karena mungkin sebelum ada kejadian ini Anda banyak melalaikanNya); atau pahala lain yang erat kaitannya dengan reaksi sikap Anda ketika ditimpa musibah ini. Jika Anda bisa menangkap peluang itu, niscaya hal tersebut akan mempermudah Anda untuk meretas jalan menuju FirdausNya. Apakah Anda tidak suka menjadi “Hamba Perindu FirdausNya?!”

7. Banyak berdoa’


مَا أَصَابَ أَحَدًا قَط هَمٌّ وَلاَ حُزْنٌ فَقَالَ: (اللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ ابْنُ عَبْدِكَ ابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ وَنُوْرَ صَدْرِيْ وَجَلاَءَ حُزْنِيْ وَذَهَابَ هَمِّيْ) إلا أذهب الله همه وحزنه وأبدله مكانه فرجا قال فقيل يا رسول الله ألا نتعلمها فقال بلى ينبغي لمن سمعها أن يتعلمها

“Tidaklah seseorang ditimpa suatu kegundahan maupun kesedihan lalu dia berdo’a:

اللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ ابْنُ عَبْدِكَ ابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ وَنُوْرَ صَدْرِيْ وَجَلاَءَ حُزْنِيْ وَذَهَابَ هَمِّيْ

“Ya Allah, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu, putra hamba laki-laki-Mu, putra hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku ada di Tangan-Mu, telah berlalu padaku hukum-Mu, adil ketentuan-Mu untukku. Saya meminta kepada-Mu dengan seluruh Nama yang Engkau miliki, yang Engkau menamakannya untuk Diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Qur`an sebagai musim semi (penyejuk) hatiku dan cahaya dadaku, pengusir kesedihanku serta penghilang kegundahanku.” Maka akan Allah hilangkan kegundahan dan kesedihannya dan akan diganti dengan diberikan jalan keluar dan kegembiraan.” Tiba-tiba ada yang bertanya: “Ya Rasulullah, tidakkah kami ajarkan do’a ini (kepada orang lain)”? Maka Rasulullah menjawab: “Ya, selayaknya bagi siapa saja yang mendengarnya agar mengajarkannya (kepada yang lain).”
(HR. Ahmad no.3712 dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani)

اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وِالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari gundah gulana, sedih, lemah, malas, kikir, penakut, terlilit hutang dan dari tekanan/penindasan orang lain.” (HR. Al-Bukhari 7/158 dari Anas radhiyallahu ‘anhu)

8. Menjauhlah dari jerat perangkap setan

Sesungguhnya setan merupakan musuh utama bagi manusia. Setan senantiasa menyesatkan manusia lewat celah terlemah yang ada pada manusia. Berhati-hatilah dari tipu daya yang disisipkannya, lewat musibah yang menimpa diri Anda.

Peringatan khusus bagi wanita:

Cara berpikir dan bertindak wanita seringkali didominasi perasaannya. Maka waspadalah terhadap titik kekuatan sekaligus kelemahan wanita ini. Sangatlah mungkin bagi setan menyeret Anda untuk larut dalam duka, hingga akhirnya dia berhasil menjerumuskan Anda ke dalam tindakan yang sia-sia, menghalangi Anda menuju pintu kebaikan, melalaikan Anda dari mengingatNya dan mengingat hari akhir, bahkan menjerumuskan Anda ke dalam perbuatan dosa dan berujung dengan siksaan neraka -wal’iyadzubillaah-.

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (16) ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (17

“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka yang bersyukur (ta’at).” (Qs. Al-A’raf: 16-17)

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ (6

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fathir: 6)

وَلاَ يَصُدَّنَّكُمُ الشَّيْطَانُ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (62

“Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh syaitan; sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. Az-Zukhruf: 62)

Contoh minimalis (khususnya bagi wanita):

Jika seorang wanita merasa sedih, terlebih ketika keadaan hormon kurang stabil (baca: dalam kondisi datang bulan), seringkali dia merasa ada awan hitam menggulung bergelayut di atasnya, sehingga hidupnya pun tampak berwarna kelabu..bahkan seolah-olah warna hidupnya hitam pekat.

Walhasil seringkali waktunya terbuang untuk banyak terpekur meratapi tragedi hidup yang dia alami, dan tenggelam menangisi episode kisah melankolia…sehingga dia banyak melalaikan menuntut ilmu atau banyak terlupa kewajiban lainnya baik kewajiban yang berhubungan dengan Allah (ibadah), atau berhubungan dengan orangtua, atau berhubungan dalam masyarakat ataupun yang lainnya. Kesedihannya itu banyak menghalanginya melakuan kebajikan, karena hari-hari dan waktunya dipenuhi dengan luncuran bulir-bulir air mata duka.

Sekarang coba sedikit kita renungkan…

Apakah ada manfaat besar yang kita peroleh jika kita terus-menerus mengucurkan tetesan bening itu dari mata kita, hanya demi menangis sedih meratapi nasib, yang kadang terasa bagaikan korban penolakan ternaas sejagad raya?
Tidak! Bahkan tanggung jawab dan kewajiban Anda sebagai seorang muslim/muslimah sudah mengantri untuk ditunaikan di luar sana.
Sudahkah Anda tuntas menghafal Al-Qur’an bahkan hingga derajat itqan, lalu mengamalkannya?
Sudahkah Anda tuntas mempelajari banyak disiplin ilmu yang berhubungan dengan agama yang mulia ini?
Sudahkah Anda menghafal teks (mutuun) kitab atau kutayyib (buku yang berukuran lebih kecil/buku mini atau buku yang tidak terlampau tebal sebagaimana kitab)?
Sudahkah Anda memegang peranan penting dalam dakwah di keluarga; bahkan masyarakat?
Jika jawaban mayoritasnya adalah “belum”, maka Anda harus bergegas bangkit dari duka Anda! Karena ternyata masih banyak amanah yang belum Anda tunaikan dan masih banyak hal bermanfaat yang belum Anda lakukan! Selayaknya Anda tidak usah bersikap hiperbolis membesar-besarkan duka lara yang dirasa amat menorehkan luka.

Lamaran ditolak, Dukun bertindak ?!

Ada sebuah kalimat dan fenomena yang sering tersebar di masyarakat awam pada umumnya, berkenaan dengan “tragedi” penolakan calon pasangan, yaitu “Lamaran ditolak, Dukun bertindak!” -wal’iyaadzubillah-. Bagaimanakah konsekuensi perkataan dan realisasi perbuatan ini jika ditimbang dengan hukum syari’at ?

Ketahuilah, bahwa perkara perdukunan dan sihir merupakan perkara yang sangat fatal. Bagaimana tidak? Perdukunan dan sihir telah berbuat tindak kesyirikan, dan kesyirikan adalah dosa besar nomor wahid [2]; kezhaliman yang paling besar dan bahkan pada kondisi tertentu sihir itu menjadi tindak kekufuran yang bisa mengeluarkannya dari Islam [3] ; bisa menyebabkan pelakunya masuk ke neraka dan kekal di dalamnya jika dia belum bertaubat ketika nyawa lepas dari raga.

لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13

“…Janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13)

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا(48

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (Qs. An-Nisa: 48)

مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (72

“…sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (Qs. Al-Ma’idah: 72)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ » . قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ . قَالَ « الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ » . وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ « أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ ، أَلاَ وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ » . فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ لاَ يَسْكُتُ

Dari ‘Abdurrahman ibn Abi Bakrah, dari ayahnya radhiallahu ‘anhu, dan ayahnya berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian kuberi tahu beberapa dosa yang paling besar?” Kami pun menjawab, “iya, wahai Rasulullah.” Beliau berkata, “Mempersekutukan Allah (syirik), durhaka kepada kedua orangtua”, dan Beliau ketika itu berdiri sambil bersandar kemudian duduk sembari berkata, “Ketahuilah (demikian juga) persaksian palsu. Ketahuilah (demikian juga) persaksian palsu.” Dan Beliau terus mengatakannya, hingga aku pun berkata : “Beliau tidak diam.” (HR. Bukhari )

Seseorang yang ditolak lamarannya, bisa jadi pergi ke dukun untuk meminta agar dukun tersebut mempelet calon korban dengan salah satu bentuk sihir. Di antara bentuk sihir yang biasa dilakukan adalah sihir cinta (sihir mahabbah, dikenal juga dalam istilah orang Indonesia sebagai “pelet”, atau Al-’Athaf الْعَطْفُ ), atau bisa pula bentuk sihir yang lain seperti sihir gila, sihir sakit, “mengirim” jin agar merasuki tubuh korban sehingga jin itu dapat mengganggu; menyakiti atau bahkan membunuh korban.

Syaikh Muhammad At-Tamimi, dalam kitabnya Nawaqidhul Islam berkata tentang 10 macam pembatal keislaman, dan salah satu di antara pembatal keislaman adalah sihir:

السابع : السحر، ومنه الصرف والعطف، فمن فعله أو رضي به؛ كفر، والدليل قول الله: (وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُر

“Ketujuh: Sihir, diantaranya yaitu Ash-Sharf*) dan Al-’Athaf**). Barangsiapa melakukannya atau ridha dengannya maka dia kafir. Dalilnya adalah firman Allah,

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُر ”

*): Ash-Sharf adalah jenis sihir lewat perantara setan, untuk membuat seseorang membenci dan tidak suka kepada orang lain atau menjauhkan antara satu orang dengan lainnya. Ini banyak digunakan dalam hubungan suami istri ataupun selainnya. Ash-Sharf ini juga dikenal sebagai sihir At-Tafriq (karena gunanya untuk memisahkan atau menjauhkan hubungan dua orang, dan banyak digunakan pada hubungan suami istri)

**) Al-‘Athaf adalah jenis sihir lewat perantara setan, untuk menjadikan seseorang menyukai/cinta dan “lengket” kepada yg lain. Ini yang lumrah disebut pelet atau aji pengasihan dalam istilah orang Indonesia.

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (102

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami ) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya, dan amatlah jahat perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 102)

Pada ayat ini, memang yang disebut sihir hanya Ash-sharf saja, hal itu terdapat pada firman Allah,

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

Akan tetapi, masuk pula di dalamnya sihir dari jenis lain seperti Al-’Athaf. Pada ayat ini hanya disebutkan Ash-Sharf saja karena yang banyak terjadi, dan pada asalnya sihir yang banyak dilakukan adalah bentuk sihir Ash-Sharf ini.

Untuk saudari-saudariku tercinta yang sedang mendamba belahan jiwa yang tak kunjung tiba…semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi jiwa yang dilanda derita. Tetaplah berusaha, berdo’a , bertawakkal, bersabar dan bersikap optimis menghadapi serba-serbi pra rumah tangga. Mudah-mudahan Sang Pujaan kan menjemputmu di taman kebaikan…mempersuntingmu dan menjadikanmu ratu di istana impian, dan ia yang kan mengetuk pintu hatimu di beranda cinta dua insan.

——

[2] Untuk lebih rinci, silahkan merujuk pada kitab Al-Kaba’ir buah karya Imam Adz-Dzahabi.

[3] Ada perbedaan pendapat tentang status tukang sihir. Apakah tukang sihir itu kafir secara mutlak atau ada perincian hukumnya. Silahkan merujuk ke kitab tafsir Adhwa’ul Bayan, Fathul Majid, Al-Qaul Al-Mufid, Taisir Al-’Aziz Al-Hamid, Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, dan syuruh (penjelasan-penjelasan) Nawaqidh Al-Islam di antaranya oleh Syaikh Shalih ibn Fauzan Al-Fauzan.

***
Artikel muslimah.or.id
Penulis: Fatih Daya Khairani
Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits
Maraji’:
1. Syarh Riyadh Ash-Shalihin min kalam Sayyid Al-Mursalin, Syaikh Muhammad ibn Shalih Al-’Utsaimin dengan tahqiq: Prof Abdullah Ath-Thayyar, Darul Wathan, Riyadh-KSA, 1996
2. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Hajjaj, Imam An-Nawawi dengan tahqiq: Syaikh Khalil Ma’mun Syiha, Darul Ma’rifah, Beirut-Libanon,1997
3. Al-Qur’an terjemahan Depag
4. Kupas Tuntas Masalah Takdir, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Pustaka Ibn Katsir, Bogor, 2005
5. Al-Kaba’ir Ma’a Syarh, Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al-’Utsaimin dengan tahqiq: Abu ‘Abdirrahman ‘Adil ibn Sa’ad, Darul Kutub Al-’Ilmiyyah, Beirut-Libanon, 2006
6. Syarh Nawaqidh Al-Islam, Syaikh Shalih ibn Fauzan Al-Fauzan, Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh-KSA, 2005
7. Syarh Nawaqidh Al-Islam, Syaikh ‘Abdurrahman ibn Nashir Al-Barrak, dalam format pdf yang diperoleh dari www.islamlight.net
8. Fathul Bari Bi Syarhi Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Al-Hafizh Ibn Hajar Al-’Asqalani dengan tahqiq: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ibn Baz dan tarqim: Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Darul Hadits, Kairo, 2004
Untukmu…Yang Dirundung Rindu dan Sendu (Bag.1)
Share

Pernikahan seringkali harus ditempuh dalam kurun yang cukup panjang dalam kehidupan seseorang. Pada kasus beberapa orang, ada yang sangat diberi kemudahan oleh Allah dalam menggapainya. Akan tetapi, pada beberapa orang yang lain, dia kerapkali harus jungkir balik menghadapi banyak rintangan dalam menggapai mahligai pernikahan.

Salah satu rintangan yang banyak dihadapi oleh pejuang pernikahan adalah penolakan. Penolakan oleh calon pasangan bisa disebabkan karena faktor ketidakcocokan dari segi agama; rupa; harta; maupun lainnya. Andaikata yang mengalami ujian penolakan ini bersikap “biasa saja”, tentu tidaklah mengapa. Akan tetapi, tidak sedikit juga yang merasa kecewa bahkan hingga mencapai tahap putus asa. Lalu, bagaimanakah solusinya?

1. Menyikapi suatu masalah dengan sudut pandang ilmu syariat

Pola pikir dan sudut pandang seseorang, sangat menentukan bagaimana respon orang tersebut dalam menyikapi sebuah problema. Apabila dia meluruskan mindset dengan benar, maka -Insya Allah- tidak akan timbul respon tragedi yang bernama “deraan rasa kecewa dan putus asa”.

Pola pikir yang benar untuk menghadapi hal semacam ini, yakni pola pikir yang dilandasi dengan ilmu syari’at, sehingga akan menghasilkan akal yang jernih; hati yang sehat dan sikap yang tepat dalam menyikapi suatu kejadian. Pola pikir inilah yang mencerminkan kedalaman ilmu agamanya, kokohnya iman dan takwa yang begitu kuat terhujam mengakar di dadanya. Maka, pasung dan perangilah pola pemikiran yang hanya berlandaskan emosi negatif dan sudut pandang melankolisme semata. Respon kejadian berupa perasaan sedih dan sahabat-sahabatnya, merupakan hal yang manusiawi jika hanya untuk sesaat. Akan tetapi, jika dibiarkan berlarut-larut malah bisa membuka pintu maksiat.

2. Bersikaplah ridha, sabar, tawakkal

Perkara jodoh memang sudah ditakdirkan. Jodoh termasuk perkara rizki seseorang, dan penetapan rizki seseorang sekaligus takdir atas semua makhluk Allah ini memang telah usai pencatatannya di Al-Lauh Al-Mahfuzh 50.000 tahun sebelum Allah mencipta alam semesta.

Takdir seseorang itupun juga sudah ditentukan di catatan malaikat, ketika orang tersebut masih dalam kandungan ibunda pada usia 4 bulan di dalam kandungan. Maka, sungguh beruntung orang-orang yang dimudahkan mengimani Qadha dan Qadar yang telah menjadi ketetapan bagi dirinya, hingga dia pun bisa merasakan manfaatnya yang besar tiada terkira.

Salah satu manfaat beriman kepada Qadha dan Qadar, Anda meyakini bahwa kejadian penolakan itu sudah Allah tetapkan di Al-Lauh Al-Mahfuzh sana. Betapapun Anda sudah mati-matian berusaha dan berdo’a. Disamping itu, kejadian penolakan itu sudah berada dalam catatan takdir Anda yang dipegang oleh malaikat.

Kalimat ini tidak membawa konsekuensi adanya penafian usaha manusia, atau saran kepada manusia agar tidak usah berusaha saja, sehingga hamba bisa bermalas-malasan dalam menghadapi segala sesuatu hanya karena alasan “toh sudah ditakdirkan.” Tidak…sama sekali bukan begitu. Statemen ini justru digunakan untuk membuka cakrawala pemikiran seseorang, bahwa apa yang Allah takdirkan bagi Anda pasti menimpa Anda, tiada pernah sekejap pun luput dari Anda. Begitu pula sebaliknya, Anda tidak akan pernah bisa mendapat apa yang Allah tidak takdirkan bagi Anda.

Allah Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ(22) لِكَيْ لاَ تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلاَ تَفْرَحُوا بِمَا ءَاتَاكُمْ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ(23) الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ(24)

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kalian jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kalian, dan supaya kalian jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepada kalian. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. Al-Hadid: 22-24)

Manfaat lain iman terhadap Qadha dan Qadar, supaya Anda bisa lebih bersabar; bersyukur; dan ridha terhadap segala sesuatu yang menimpa diri Anda. Bukan hanya bisa terlalu bersedih dan dirundung duka ketika ada musibah datang melanda. Kalau Anda sudah menyadarinya, kenapa pula Anda harus berduka terhadap sesuatu yang memang sudah ditakdirkan olehNya?? Tidak perlu terlalu risau dan cemas terhadap masa depan Anda, teruslah berdoa; berusaha; bertawakkal dan bersabar; serta ridha pada segala ketetapanNya.

Berjuanglah dengan gigih, niscaya Anda akan dipermudah dalam menempuh apa yang Allah takdirkan bagi diri Anda -Insya Allah-

عن أبي الزبيرعن جابر قال جاء سراقة بن مالك بن جعشم قال يارسول الله بين لنا ديننا كأنا خلقنا الآن فيما العمل اليوم أفيما جفت به الاقلام وجرت به المقادير ام فيما نستقبل قال لا بل فيما جفت به الاقلام وجرت به المقادير قال ففيم العمل قال زهير ثم تكلم أبو الزبير بشئ لم افهمه فسألت ما قال؟ فقال: اعملوا فكل ميسر

Dari Abu Az-Zubair, dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Suraqah ibn Malik ibn Ju’syum datang ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, jelaskanlah pada kami mengenai perkara agama kami, seolah-olah kami baru diciptakan saat ini, yaitu mengenai amal perbuatan kami hari ini, apakah amalan tersebut berdasarkan pada apa yang tertulis oleh tinta pena yang telah mengering [1] dan berdasar pada takdir-takdir yang telah ditetapkan, ataukah berdasarkan apa yang akan kita hadapi?”
Zuhair berkata, “Lalu Abu Az-Zubair berkata sesuatu yang tidak saya mengerti.”, maka saya pun bertanya,”Apa yang Rasulullah ucapkan?”. Kemudian Abu Zubair menjawab, “beramallah! Karena semuanya telah dimudahkan.” (HR.Muslim, no.2648)

3. Bertakwa

Ketakwaan insan, membuahkan manfaat yang sangat banyak. Salah satu manfaat takwa adalah: Allah akan memberikan jalan keluar untuk problematika yang dia hadapi, dan Allah akan memberikan rizki baginya dari arah yang tidak dia sangka.

…وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (3)

“…Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs.Ath-Thalaq: 2-3)

4. Jadilah mukmin yang kuat imannya dan bermental baja

Dampak penolakan yang dirasakan laki-laki, biasanya lebih ringan dirasa bagi jiwa dibanding penolakan yang dirasakan wanita. Andaikata makhluk yang berjiwa halus (baca: wanita) ini ditolak, seringkali mereka merasa bak sedang terlempar ke dalam palung melankolisme, yang dalamnya tak bisa diungkap lewat untaian kata.

Berbagai rasa pun bersatu padu, menghasilkan penyakit “pilu sendu yang mengharu biru”. Ada sejumput rasa sesak dalam dada; sedih; kecewa; malu; menjadi rendah diri (minder); bahkan putus asa…Amboi, sungguh komplit sekali rasanya…-Subhanallah-. Betul-betul perpaduan emosi negatif yang sempurna! Duhai manusia..andai saja dia bisa bersikap tegar, tabah, dan tegak berdiri dengan berlapang dada ketika penolakan itu menimpanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Akan tetapi, keduanya tetaplah memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, dan jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan, ‘Seandainya aku berbuat demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah engkau berkata: ‘Ini sudah menjadi takdir Allah. Setiap apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan “lau” (seandainya) dapat membuka pintu setan.” (HR. Muslim no.2664, di dalam kitab Al-Qadar)

Syaikh Muhammad ibn Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah telah menjelaskan maksud perkataan “mukmin yang kuat” dalam Syarh Riyadh Ash-Shalihin,

المؤمن القوي: يعني في إيمانه وليس المراد القوي في بدنه، لأن قوة البدن ضرراً على الإنسان إذا استعمل هذه القوة في معصية الله، فقوة البدن ليست محمودة ولا مذمومة في ذاتها، إن كان الإنسان استعمل هذه القوة فيما ينفع في الدنيا والآخرة صارت محمودة، وإن استعان بهذه القوة على معصية الله صارت مذمومة

لكن القوة في قوله صلى الله عليه وسلم المؤمن القوي أي قوي الإيمان، ولأن كلمة القوي تعود إلى الوصف السابق وهو الإيمان، كما تقول الرجل القوي: أي في رجولته، كذلك المؤمن القوي يعني في إيمانه، لأن المؤمن القوي في إيمانه تحمله قوة إيمانه على أن يقوم بما أوجب الله عليه، وعلى أن يزيد من النوافل ما شاء الله….

“Yang dimaksud dengan mukmin yang kuat adalah kuat imannya, bukanlah yang kuat badannya. Karena kuatnya badan bisa membahayakan manusia jika dia menggunakan kekuatannya ini untuk bermaksiat kepada Allah. Kuatnya badan belum tentu mutlak terpuji ataupun tercela.

Apabila orang tersebut menggunakan kekuatan ini dalam hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya, maka kekuatan itu menjadi suatu hal yang terpuji. Akan tetapi, jika kekuatan ini justru membantu dia melakukan tindak maksiat terhadap Allah, maka kekuatan ini malah menjadi tercela.

Akan tetapi, kata kuat yang dimaksud dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Mukmin yang kuat” yakni kuatnya iman, karena kata kuat kembali kepada hal yang disifati sebelumnya, yaitu iman. (kata “kuat” di dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam digunakan untuk menyifati mukmin, dan kata “mukmin” artinya orang yang beriman, sehingga kata kuat ini menyifati keimanan yang ada pada diri orang yang beriman. -pen).

Sebagaimana ketika Anda berkata, “Seorang lelaki yang perkasa.” yakni kuat dalam hal kejantanannya. Begitupula berkenaan dengan kata mukmin yang kuat, maka kuat yang dimaksud adalah keimanannya, karena seorang mukmin yang kuat imannya akan mampu melakukan kewajiban yang Allah limpahkan kepada dirinya, dan dia mampu menambah ibadah sunnahnya sesuai dengan yang Allah kehendaki bagi dirinya.”

Oleh karena itu, buktikan dan tunjukkanlah sikap seorang yang kuat imannya, “Baiklah, saya memang ditolak….tapi saya berusaha mengendalikan diri saya untuk tetap tegar, lapang dada, sabar dan ridha ! Saya tetap bisa menjalani hari-hari saya tanpa rasa kecewa Insya Allah. Saya mukmin yang ingin dicintaiNya dan saya merasa bahagia terhadap segala yang Allah tetapkan bagi diri saya…karena apapun ketetapanNya, itulah yang terbaik bagi saya.”

عن صهيب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya adalah baik dan tidaklah hal ini dimiliki oleh seorangpun kecuali oleh orang mukmin. Jika dia diberi kenikmatan/ kesenangan, dia bersyukur maka ini menjadi kebaikan baginya. Sebaliknya jika dia ditimpa musibah (sesuatu yang tidak menyenangkan), dia bersabar, maka ini pun menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim no.2999 )

——–

[1] Yang dimaksud dengan “ keringnya pena” ada beberapa keterangan ulama sebagai berikut:

a)

أَيْ مَضَتْ بِهِ الْمَقَادِير ، وَسَبَقَ عِلْم اللَّه تَعَالَى بِهِ ، وَتَمَّتْ كِتَابَته فِي اللَّوْح الْمَحْفُوظ ، وَجَفَّ الْقَلَم الَّذِي كُتِبَ بِهِ ، وَامْتَنَعَتْ فِيهِ الزِّيَادَة وَالنُّقْصَان

“Penetapan takdir seluruh makhluk telah terjadi, pengetahuan Allah telah mendahuluinya, telah sempurna penulisan takdir di Al-Lauh Al-Mahfuzh, dan telah kering tinta pena yang digunakan untuk menulis lembaran takdir, sehingga tidak mungkin mengalami penambahan dan pengurangan.” (Syarh Muslim li An-Nawawi)

b)

( جَفَّ الْقَلَمُ )
إِشَارَة إِلَى أَنَّ الَّذِي كُتِبَ فِي اللَّوْح الْمَحْفُوظ لَا يَتَغَيَّر حُكْمه ، فَهُوَ كِنَايَة عَنْ الْفَرَاغ مِنْ الْكِتَابَة ؛ لِأَنَّ الصَّحِيفَة حَال كِتَابَتهَا تَكُون رَطْبَةً أَوْ بَعْضهَا وَكَذَلِكَ الْقَلَم فَإِذَا اِنْتَهَتْ الْكِتَابَة جَفَّتْ الْكِتَابَة وَالْقَلَم ، وَقَالَ الطِّيبِيُّ هُوَ مِنْ إِطْلَاق اللَّازِم عَلَى الْمَلْزُوم ؛ لِأَنَّ الْفَرَاغ مِنْ الْكِتَابَة يَسْتَلْزِم جَفَاف الْقَلَم عِنْد مِدَادِهِ . قُلْت : وَفِيهِ إِشَارَة إِلَى أَنْ كِتَابَةَ ذَلِكَ اِنْقَضَتْ مِنْ أَمَدٍ بَعِيدٍ . وَقَالَ عِيَاض : مَعْنَى جَفَّ الْقَلَم أَيْ لَمْ يَكْتُب بَعْد ذَلِكَ شَيْئًا …

“Mengisyaratkan bahwa hukum segala sesuatu yang telah ditulis di Al-Lauh Al-Mahfuzh tidak akan berubah. Kalimat ini merupakan ungkapan yang menunjukkan telah selesainya pencatatan takdir. Karena lembaran kertas ketika dalam proses ditulisi umumnya masih basah. Demikian pula tinta pena, ketika penulisan telah selesai maka catatan dan tinta pena akan mengering. Ath-Thibi berkata, “lafazh “keringya pena” ini berisi konsekuensi sebab akibat, karena tuntasnya pencatatan takdir pasti mengakibatkan keringnya tinta pada pena pencatat takdir. Ibn Hajar berkata, “di dalam lafazh ini terdapat isyarat bahwa pencatatan takdir telah usai dalam rentang waktu yang lama. ‘Iyadh berkata, “makna keringnya pena yakni pena tersebut tidak akan lagi digunakan untuk mencatat lagi takdir apapun.” (Fathul Bari)

-Bersambung Insya Allah-

***
artikel muslimah.or.id
Penulis: Fatih Daya Khairani
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits
Maraji’:
1. Syarh Riyadh Ash-Shalihin min kalam Sayyid Al-Mursalin, Syaikh Muhammad ibn Shalih Al-’Utsaimin dengan tahqiq: Prof Abdullah Ath-Thayyar, Darul Wathan, Riyadh-KSA, 1996
2. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Hajjaj, Imam An-Nawawi dengan tahqiq: Syaikh Khalil Ma’mun Syiha, Darul Ma’rifah, Beirut-Libanon,1997
3. Al-Qur’an terjemahan Depag
4. Kupas Tuntas Masalah Takdir, Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Pustaka Ibn Katsir, Bogor, 2005
5. Al-Kaba’ir Ma’a Syarh, Syaikh Muhammad Ibn Shalih Al-’Utsaimin dengan tahqiq: Abu ‘Abdirrahman ‘Adil ibn Sa’ad, Darul Kutub Al-’Ilmiyyah, Beirut-Libanon, 2006
6. Syarh Nawaqidh Al-Islam, Syaikh Shalih ibn Fauzan Al-Fauzan, Maktabah Ar-Rusyd, Riyadh-KSA, 2005
7. Syarh Nawaqidh Al-Islam, Syaikh ‘Abdurrahman ibn Nashir Al-Barrak, dalam format pdf yang diperoleh dari www.islamlight.net
8. Fathul Bari Bi Syarhi Shahih Al-Bukhari, Al-Imam Al-Hafizh Ibn Hajar Al-’Asqalani dengan tahqiq: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz ibn Baz dan tarqim: Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Darul Hadits, Kairo, 2004

Senin, 10 Oktober 2011

Bila Buah Hati Anda Takut Hantu

Posted by SALAFIYUNPAD™

Hati orang tua mana yang tidak kecewa, bila si buah hati menjadi anak yang penakut. Kalau ketakutan si anak masih dalam batas wajar, misalnya takut terhadap binatang yang lebih besar badannya dari dirinya, atau takut terhadap binatang yang menjijikkan, terhadap orang-orang asing yang belum dikenalnya; semua itu tidaklah menjadi masalah besar dalam pendidikan pribadi anak. Tetapi takut terhadap kegelapan dan takut hantu, hal ini bisa berakibat fatal bagi pembentukan pribadi anak, bila tidak ditangani sedini mungkin. Bukankah kita menginginkan agar anak-anak menjadi manusia mukmin dan mukminah yang kuat imannya, mampu mengemban amanah ubudiyyah lillahi wahdah (beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata) dengan tauhid dan tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata serta tidak takut celaan manusia?

Marilah kita cermati, mengapa anak-anak menjadi takut hantu dan bagaimana dampak negatifnya. Pada dasarnya, anak terlahir dengan tidak mempunyai rasa takut terhadap segala sesuatu. Setelah dia tumbuh seiring dengan perkembangannya mengenal lingkungan, bertambahlah pengalamannya. Ada yang takut berjalan karena pernah jatuh. Ada yang takut naik becak, karena pernah melihat becak terguling bersama tukang becak dan penumpangnya. Demikian pula anak yang takut hantu. Dia menjadi takut hantu karena mendapat informasi tentang hantu, baik dari temannya, kerabatnya, orang tuanya sendiri atau informasi lainnya.

Dewasa ini berbagai media informasi, semisal televisi, radio, buku bacaan, VCD dan yang lainnya, marak dengan cerita-cerita misteri dan seram. Mereka semua menebar kerusakan hanya demi mengeruk keuntungan, tanpa memperdulikan dampak buruk bagi mental bangsa. Siapapun orangnya, tanpa terkecuali orang dewasa, terlebih lagi anak-anak, bila sering dicekoki dengan cerita-cerita bertema syetan dan cerita seram lainnya, akan tertanam pada dirinya jiwa penakut. Hal ini tidaklah mengherankan, mengingat ia selalu menerima informasi yang berupa bisikan syetan dan perasaan was-was. Padahal kita selaku mukmin diperintahkan untuk selalu berlindung kepada Allah k dari godaan syetan. Nabi r besabda,
إِنَّ الشَيْطَانَ يَجْرِيْ مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ



Sesungguhnya syetan itu mengalir pada Bani Adam pada aliran darahnya.[1]

Rasa takut yang mencekam terhadap hantu dan syetan, bisa menjadi syirik akbar, yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, bila membawa manusia bersikap beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Misalnya, karena takut syetan, seseorang mengucapkan mantera untuk jin, yang biasanya mantera ini didapat dari dukun atau biasa disebut dengan “orang pintar” padahal sok pintar. Atau ia menggantung jimat di badannya, di rumahnya, di kendaraanya dan lain-lain, dengan keyakinan bahwa jimat tersebut dapat menolak bala dan bahaya. Adapun bila rasa takut (yang sebenarnya tidak beralasan itu) tidak membawa kepada beribadah (apapun bentuknya) kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni hanya ketakutan dan cekaman rasa was-was, maka hal ini bertolak belakang dengan ajaran Islam, yang memerintahkan kita untuk tidak takut kepada selain Allah, mengurangi kesempurnaan tauhid dan merupakan sifat pengecut yang tercela.[2]

MENANGGULANGI SIFAT TAKUT HANTU PADA ANAK



Setelah memahami penyebab rasa takut pada anak, maka kita bisa mengambil kesimpulan, sebagai solusi untuk membasmi rasa takut tersebut. Di antaranya sebagai berikut:

* Menanamkan tauhid dan keimanan pada anak.

Orang tua atau pendidik harus menjelaskan kepada anak, bahwa tidak ada kekuatan yang paling kuat, kecuali kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh makhluk, termasuk jin dan syetan berada di bawah pengaturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mentaqdirkan seseorang selamat, maka meskipun segenap jin dan menusia mengerahkan upayanya untuk mencelakakan, ia tidak akan celaka. Sebaliknya bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mentaqdirkan seseorang celaka, ia akan celaka, walaupun segenap upaya dikerahkan untuk menyelamatkannya. Karena itu tidak perlu takut terhadap jin, hantu, bahkan pada perampok, pembunuh atau dukun santet. Ingatlah selalu pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ibnu Abbas berikut ini:

وَ اعْلَمْ أَنَّ الأمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أنْ يَنْفَعُوْكَ بِشِيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ وَ إنِ اجْتَمَعُوْا علَى أنْ يَضُرُّوْكَ بِشِيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ. رُفِعَتِ الأقْلاَمُ وَ جَفَّتِ الصُحُفُ

Ketahuilah, seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, tidaklah mereka itu akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang memang telah Allah tetapkan untukmu. Dan bila mereka bersatu untuk memberimu suatu kecelakaan, mereka tidak akan bisa mencelakaknmu dengan sesuatupun kecuali sesuatu yang memang telah Allah tetapkan kecelakaan untukmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”. [3]



* Ajarkan wirid dan do’a yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Doa dan wirid adalah senjata dan perisai bagi seorang mukmin. Karena jin, syetan serta para penjahat adalah makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita harus berdo’a kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menghindarkan kita dari ganguan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada ummat Beliau do’a dan wirid sehari-hari. Wirid pagi dan sore, do’a keluar masuk rumah, do’a mendengar lolongan anjing, do’a masuk WC, do’a singgah di suatu tempat dan lain-lain. Para orang tua dan pendidik seharusnya mengajarkan do’a-do’a tersebut dengan penuh kesungguhan.

* Sebisa mungkin jauhkanlah anak-anak dari cerita-cerita hantu, pembunuhan dan cerita misteri yang semisalnya. Gantilah semua itu dengan cerita-cerita kepahlawanan para mujahidin, keberanian Nabi dan para sahabat Beliau. Mereka semua tidak gentar melawan orang-orang kafir dengan segala tipu dayanya.

Ada satu kisah teladan yang sangat menarik. Pernah satu ketika seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengendap-endap di belakang seorang tukang sihir yang dengan bangganya memperagakan tipuan sulap sihirnya di hadapan para pejabat dan khalayak ramai. Setelah dekat, ia menghunus pedang dan memenggal kepala tukang sihir itu sambil mengucapkan,
حَدُّ السَّاحِرُ ضَرْبَةً بِالسَّيْفِ



“Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal dengan pedang”. Kemudian sahabat tersebut berujar kembali,”Bila ia memang benar, silahkan ia kembalikan lagi kepalanya ke badannya.” [4]

Serta masih banyak lagi kisah-kisah menarik utuk putra-putri kita.

* Bila orang tua penakut, jangan menampakkan sifat pnegevut ini di ahdapan anak-anak. Jangan pula menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang kadang kala orang tua tidak sadar mengatakan sesuatu yang menampakkan sifat pengecutnya di hadapan anak-anak. Misalnya, orang tua menyuruh anak-anak masuk rumah menjelang maghrib, lalu menutup pintu sambil mengatakan,”Ayo masuk. Hiiiiiih……nanti kalau tidak mau masuk ada hantu”. Atau si ibu menjerit ketika listrik padam, sementara ibu sedang berada di kamar mandi. Para orang tua hendaklah belajar mengendalikan emosinya di hadapan anak-anak ketika menghadapi keadaan-keadaan yang mencekam. Memang tidak sedikit para orang tua yang punya sifat penakut. Mereka dibesarkan dalam lingkungan yang memaksa sifat “takut” yang tidak beralasan ini mengendap di dasar hatinya, di luar kemauan dan kehendaknya. Tetapi sebagai orang tua yang bertanggung jawab, tidak seharusnya sifat jelek itu kita turunkan kepada putra-putri kita. Karena itu hendaknya para orang tua lebih menanamkan pada hatinya tauhid dan keimanan, agar jiwa mereka menjadi tegar. Si buah hati pun diharapkan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, bertauhid serta tidak takut kepada siapapun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wallahu waliyyut taufiq

(Ummu Khaulah)

Artikel www.salafiyunpad.wordpress.comdisalin dari kumpulan naskah Majalah As-Sunnah

Maraji:

- Al Qur’anul Karim. – I’anatul Mustafidh Syarhu Kitabit Tauhid, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Jilid I, Cetakan II, Muassasah Ar Risalah.

[1] Hadits ini disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

[2] Untuk lebih jelasnya silahkan menelaah penjelasan Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan dalam kitabnya yang berjudul I’anatul Mustafidh Syarh Kitabit Tauhid, Jilid I ketika menjalaskan khauf (takut) dan macam-macamnya.

[3] HR Tirmidzi dan ia berkata,”Hadits ini hasan shahih.” Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahihul Jami’, 7834.

[4] Untuk lebih jelasnya, silakan menelaah penjelasan Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dalam kitab I’anatul Mustafidh Syarhu Kitabi At Tauhid, Jilid I, ketika menjalaskan hadits “Haddus Sahiri” di atas.